Setting
Surah The cave [Al-Kahf] in Indonesian
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ عَلَىٰ عَبْدِهِ ٱلْكِتَٰبَ وَلَمْ يَجْعَل لَّهُۥ عِوَجَا ۜ ﴿١﴾
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al-Quran) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya;
[[18 ~ AL-KAHF (GUA) Pendahuluan: Makkiyyah, 110 ayat ~ Surat al-Kahf termasuk kelompok surat Makkiyyah, kecuali ayat ke-38 dan duapuluh ayat lainnya mulai ayat ke-83 sampai dengan ayat ke-101 yang termasuk dalam kelompok surat-surat Madaniyyah. Surat al-Kahf diawali dengan pujian pada Allah, sebagai ungkapan rasa syukur atas diturunkannya al-Qur'ân al-Karîm yang berfungsi, antara lain, sebagai pemberi peringatan dan penyampai berita suka cita. Di antara ayat-ayat surat al-Kahf ada yang berisikan ancaman bagi orang-orang yang beranggapan bahwa Allah mempunyai anak. Disebutkan pula dalam surat ini besarnya perhatian dan harapan Rasulullah saw. akan keimanan orang-orang yang telah diserunya untuk mengikuti jalan Allah. Selanjutnya, surat ini juga menuturkan kisah Ashhâb al-Kahf (pemuda-pemuda beriman penghuni gua) yang bersembunyi di dalamnya dalam keadaan tertidur selama 309 tahun. Mereka itu adalah sekelompok penganut agama Nasrani yang melarikan diri karena penindasan penguasa Romawi. Untuk membuktikan kekuasaan-Nya menghidupkan kembali orang-orang yang sudah mati kelak di hari kiamat, Allah membangunkan mereka setelah lelap dalam tidur sekian lamanya itu. Dalam surat ini Allah juga memerintahkan Rasulullah saw. agar membaca al-Qur'ân, memberi peringatan kepada manusia dan memberi kabar gembira kepada orang-orang yang beriman. Selain itu, juga disebutkan penjelasan ihwal masing-masing penghuni surga dan neraka. Pada bagian lain surat ini, Allah menerangkan sebuah perumpamaan berupa dua orang laki-laki yang saling berbeda perangainya. Yang satu kafir, berharta dan merasa bangga dengan kekayaan dan anak keturunannya, sementara yang lain hanya cukup membanggakan dirinya karena bertuhankan Allah. Ayat-ayat berikutnya berisi penjelasan bahwa perwalian yang benar hanyalah kepada Allah, kesenangan-kesenangan hidup duniawi yang fana, keadaan setelah hari kebangkitan yang tidak mengenal bentuk kehidupan lain kecuali kebahagiaan di surga atau penderitaan di neraka, berikut kisah Mûsâ dengan seorang hamba saleh yang mendapatkan karunia ilmu dari Allah Swt. Dalam kisah ini, Allah bermaksud menjelaskan betapa tidak tahunya manusia akan kekuasaan Allah--bahkan Nabi Muhammad saw. yang termasuk dalam golongan Ulû al-'Azm (nabi-nabi yang mempunyai azam kuat) sekalipun--jika Allah tidak menurunkan ilmu-Nya pada mereka. Disusul kemudian dengan kisah Dzû al-Qarnain yang telah berhasil mencapai kawasan paling jauh di belahan bumi timur dan telah mampu membangun bendungan besar. Sebelum ditutup, masih ada ayat-ayat lain yang menguraikan ihwal hari kiamat, hari pemberian pahala bagi orang-orang beriman dan penjelasan pengetahuan dan kalimat-kalimat Allah yang tidak akan pernah habis. Dan akhirnya, surat ini ditutup dengan penjelasan mengenai jalan yang seharusnya diikuti oleh manusia untuk mendapat rida Allah.]] Segala puji yang baik hanyalah hak Allah yang telah menurunkan al-Qur'ân kepada hamba-Nya, Muhammad. Allah tidak menjadikan al-Qur'ân sebagai kitab suci yang mengandung hal-hal yang menyimpang dari kebenaran. Akan tetapi al-Qur'ân itu berisikan kebenaran yang tidak perlu diragukan.
(Segala puji) Memuji ialah menyifati dengan yang baik, yang tetap (bagi Allah) Maha Tinggi Dia. Apakah yang dimaksud dengan Alhamdulillah ini bersifat pemberitahuan untuk diimani, atau dimaksudkan hanya untuk memuji kepada-Nya belaka, atau dimaksudkan untuk keduanya. Memang di dalam menanggapi masalah ini ada beberapa hipotesis, akan tetapi yang lebih banyak mengandung faedah adalah pendapat yang ketiga, yaitu untuk diimani dan sekaligus sebagai pujian kepada-Nya (yang telah menurunkan kepada hamba-Nya) yaitu Nabi Muhammad (Al-Kitab) Alquran (dan Dia tidak menjadikan padanya) di dalam Alquran (kebengkokan) perselisihan atau pertentangan. Jumlah kalimat Walam yaj'al lahu 'iwajan berkedudukan menjadi Hal atau kata keterangan keadaan daripada lafal Al-Kitab.
قَيِّمًۭا لِّيُنذِرَ بَأْسًۭا شَدِيدًۭا مِّن لَّدُنْهُ وَيُبَشِّرَ ٱلْمُؤْمِنِينَ ٱلَّذِينَ يَعْمَلُونَ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًۭا ﴿٢﴾
sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik,
Allah telah menjadikan ajaran-ajaran al-Qur'ân itu lurus agar dapat memberi peringatan kepada orang-orang yang ingkar dengan azab yang keras dan memberi berita sukacita pada orang-orang yang membenarkan dan berbuat kebajikan, bahwa mereka akan mendapatkan pahala berlipat ganda.
(Sebagai jalan yang lurus) bimbingan yang lurus; lafal Qayyiman menjadi Hal yang kedua dari lafal Al-Kitab di atas tadi dan sekaligus mengukuhkan makna yang pertama (untuk memperingatkan) menakut-nakuti orang-orang kafir dengan Alquran itu (akan siksaan) akan adanya azab (yang sangat keras dari sisi-Nya) dari sisi Allah (dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengadakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik).
مَّٰكِثِينَ فِيهِ أَبَدًۭا ﴿٣﴾
mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.
Yaitu surga, dan mereka akan hidup abadi di dalamnya.
(Mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya) yaitu mendapatkan surga.
وَيُنذِرَ ٱلَّذِينَ قَالُوا۟ ٱتَّخَذَ ٱللَّهُ وَلَدًۭا ﴿٤﴾
Dan untuk memperingatkan kepada orang-orang yang berkata: \"Allah mengambil seorang anak\".
Dan memberikan peringatan secara khusus kepada orang-orang yang mengatakan bahwa Allah mempunyai anak. Allah Mahasuci dari sifat-sifat yang menyerupai makhluk, yang beranak atau diperanakkan.
(Dan untuk memperingatkan) kepada semua orang kafir (kepada orang-orang yang berkata, \"Allah mengambil seorang anak)\".
مَّا لَهُم بِهِۦ مِنْ عِلْمٍۢ وَلَا لِءَابَآئِهِمْ ۚ كَبُرَتْ كَلِمَةًۭ تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَٰهِهِمْ ۚ إِن يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبًۭا ﴿٥﴾
Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta.
Mereka dan pendahulu-pendahulu mereka sama sekali tidak memiliki pengetahuan tentang hal itu. Alangkah besarnya kebohongan yang mereka lontarkan dari mulut mereka! Sesungguhnya apa yang mereka katakan itu benar-benar merupakan kebohongan yang besar.
(Tiadalah mereka dengannya) dengan perkataan tersebut (mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka) sebelum mereka yang juga mengatakan hal yang sama. (Alangkah jeleknya) alangkah besar dosanya (kata-kata yang keluar dari mulut mereka) lafal Kalimatan berkedudukan menjadi Tamyiz yang maknanya menafsirkan pengertian Dhamir yang dimubhamkan, sedangkan subjek yang dicelanya tidak disebutkan, yaitu perkataan mereka yang tadi. (Tiada Lain) (mereka mengatakan) hal tersebut (hanyalah) perkataan (yang dusta belaka).
فَلَعَلَّكَ بَٰخِعٌۭ نَّفْسَكَ عَلَىٰٓ ءَاثَٰرِهِمْ إِن لَّمْ يُؤْمِنُوا۟ بِهَٰذَا ٱلْحَدِيثِ أَسَفًا ﴿٦﴾
Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Quran).
Wahai Muhammad, janganlah kamu membinasakan dirimu dengan rasa sedih dan duka oleh sebab keberpalingan mereka dari misi dakwahmu dengan keengganan untuk mempercayai kebenaran al-Qur'ân.
(Maka barangkali kamu akan membinasakan) membunuh (dirimu sendiri sesudah mereka) sesudah mereka berpaling darimu (sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini) yakni kepada Alquran (karena bersedih hati) karena perasaan jengkel dan sedihmu, disebabkan kamu sangat menginginkan mereka beriman. Lafal Asafan dinashabkan karena menjadi Maf'ul Lah.
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى ٱلْأَرْضِ زِينَةًۭ لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًۭا ﴿٧﴾
Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.
Kami telah menciptakan mereka dengan menyediakan potensi untuk berbuat baik atau jahat. Kami telah menjadikan apa yang ada di atas bumi sebagai perhiasan dan manfaat bagi penghuninya. Semua itu dimaksudkan agar Kami dapat menjadikannya sebagai bahan ujian, supaya tampak orang yang paling baik perbuatannya. Barangsiapa tergoda oleh kehidupan duniawi dan mengesampingkan kehidupan akhirat, niscaya akan tersesat. Dan barangsiapa beriman kepada kehidupan akhirat, maka dia akan mendapatkan petunjuk.
(Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi) berupa hewan, tumbuh-tumbuhan, pepohonan, sungai-sungai dan lain sebagainya (sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka) supaya Kami menguji manusia, seraya memperhatikan dalam hal ini (siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya) di dunia ini; yang dimaksud adalah siapakah yang lebih berzuhud/menjauhi keduniaan.
وَإِنَّا لَجَٰعِلُونَ مَا عَلَيْهَا صَعِيدًۭا جُرُزًا ﴿٨﴾
Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus.
Di akhir perjalanan dunia ini nanti, Kami akan membuat bumi dan segala yang ada di atasnya menjadi rata tanpa pepohonan. Padahal, sebelum itu, bumi hijau subur, penuh dengan berbagai bentuk kehidupan.
(Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan pula apa yang di atasnya menjadi tanah rata) merata dengan tanah (lagi tandus) kering tidak subur.
أَمْ حَسِبْتَ أَنَّ أَصْحَٰبَ ٱلْكَهْفِ وَٱلرَّقِيمِ كَانُوا۟ مِنْ ءَايَٰتِنَا عَجَبًا ﴿٩﴾
Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan?
Orang-orang yang hanyut dalam godaan dunia dan kesenangan hidup benar-benar mengingkari adanya hari kebangkitan. Padahal, berbagai peristiwa yang telah terjadi menunjukkan adanya kehidupan sesudah tidur yang amat panjang. Kisah tentang penghuni gua di sebuah gunung dan lempengan yang bertuliskan nama-nama mereka setelah mereka mati, bukan satu-satunya kisah yang menakjubkan, meskipun merupakan kisah yang luar biasa. Kisah itu tidak lebih menakjubkan dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang lain.
(Atau kamu mengira) kamu menduga (bahwa Ashhabul Kahfi) orang-orang yang mendiami gua di suatu bukit (dan Raqim) yaitu lempengan batu yang tertulis padanya nama-nama mereka dan nasab-nasabnya; Nabi saw. pernah ditanya mengenai kisah mereka (adalah mereka) dalam kisah mereka (termasuk) sebagian (tanda-tanda kekuasaan Kami yang menakjubkan?) lafal 'Ajaban menjadi khabar Kana, sedangkan lafal yang sebelumnya berkedudukan menjadi hal; artinya: Mereka adalah hal yang menakjubkan yang berbeda dengan tanda-tanda kekuasaan Kami lainnya; atau mereka adalah tanda-tanda kekuasaan Kami yang paling menakjubkan, padahal kenyataannya tidak demikian.
إِذْ أَوَى ٱلْفِتْيَةُ إِلَى ٱلْكَهْفِ فَقَالُوا۟ رَبَّنَآ ءَاتِنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةًۭ وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًۭا ﴿١٠﴾
(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: \"Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)\".
Ingatlah pada saat para pemuda itu berlari dan berlindung dalam sebuah gua untuk menyelamatkan diri dan kepercayaan mereka dari kesyirikan dan penindasan orang-orang yang menyekutukan Tuhan. Mereka berdoa, \"Ya Tuhan kami, berilah kami ampunan dari sisi-Mu. Lindungi kami dari penindasan musuh-musuh, dan mudahkan jalan bagi kami menuju petunjuk dan perkenan-Mu.\"
Ingatlah (tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua) Lafal Al-Fityah adalah bentuk jamak dari lafal Fataa, artinya pemuda; mereka khawatir iman mereka akan dipengaruhi oleh kaumnya yang kafir (lalu mereka berdoa, \"Wahai Rabb kami! Berikanlah kepada kami dari sisi-Mu) dari hadirat-Mu (rahmat, dan sempurnakanlah) perbaikilah (bagi kami bimbingan yang lurus dalam urusan kami ini.)\" yakni petunjuk yang lurus.
فَضَرَبْنَا عَلَىٰٓ ءَاذَانِهِمْ فِى ٱلْكَهْفِ سِنِينَ عَدَدًۭا ﴿١١﴾
Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu,
Kami pun memperkenankan doa mereka lalu menidurkan mereka dengan tenang di dalam gua itu bertahun-tahun lamanya.
(Maka kami tutup telinga mereka) yakni kami buat mereka tidur (bertahun-tahun dalam gua itu) selama bertahun-tahun.
ثُمَّ بَعَثْنَٰهُمْ لِنَعْلَمَ أَىُّ ٱلْحِزْبَيْنِ أَحْصَىٰ لِمَا لَبِثُوٓا۟ أَمَدًۭا ﴿١٢﴾
Kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah di antara kedua golongan itu] yang lebih tepat dalam menghitung berapa lama mereka tinggal (dalam gua itu).
Kemudian Kami membangunkan mereka kembali dari tidur panjang itu agar tampak ilmu Kami tentang siapa di antara mereka yang benar dalam memperkirakan seberapa lama mereka tertidur.
(Kemudian Kami bangunkan mereka) Kami buat mereka bangun (agar Kami mengetahui) menyaksikan secara nyata (manakah di antara kedua golongan itu) di antara kedua kelompok yang memperselisihkan tentang lamanya mereka tinggal di dalam gua itu (yang lebih tepat) lebih cocok, lafal Ahshaa ini berwazan Af'ala (mengenai diamnya mereka dalam gua itu) tentang tinggalnya mereka. Lafal 'Lima Labitsuu' berta'alluq kepada lafal berikutnya (yakni masanya) batas waktunya.
نَّحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُم بِٱلْحَقِّ ۚ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ ءَامَنُوا۟ بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَٰهُمْ هُدًۭى ﴿١٣﴾
Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.
Wahai Muhammad, Kami menuturkan kisah tentang mereka kepadamu dengan sebenar-benarnya. Mereka adalah sekelompok pemuda penganut agama yang benar pada masa itu. Mereka meyakini keesaan Allah di tengah kalangan masyarakat yang menyekutukan Tuhan, sehingga Kami membuat keyakinan mereka bertambah kuat.
(Kami ceritakan) Kami membacakan (kisah mereka kepadamu dengan sebenarnya) dengan sesungguhnya. (Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabb mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk).
وَرَبَطْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا۟ فَقَالُوا۟ رَبُّنَا رَبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ لَن نَّدْعُوَا۟ مِن دُونِهِۦٓ إِلَٰهًۭا ۖ لَّقَدْ قُلْنَآ إِذًۭا شَطَطًا ﴿١٤﴾
Dan Kami meneguhkan hati mereka diwaktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, \"Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran\".
Kami mengokohkan hati mereka untuk beriman dan tabah menghadapi berbagai kesulitan hidup. Mereka saling berikrar, ketika berdiri di hadapan kaumnya, dengan mengatakan, \"Wahai Tuhan kami, Engkaulah Yang Mahabenar. Engkaulah Pemelihara langit dan bumi. Kami tidak akan mempertuhankan sesuatu selain Engkau dan kami akan memegang teguh kepercayaan ini dan tidak akan meninggalkannya. Demi Engkau, ya Allah, jika kami mengatakan sesuatu yang lain, maka perkataan kami itu akan sangat jauh dari kebenaran.\"
(Dan Kami telah meneguhkan hati mereka) Kami memperkuat hati mereka berpegangan kepada kalimat yang hak (di waktu mereka berdiri) di hadapan raja mereka yang menyuruh mereka supaya bersujud kepada berhala-berhala (lalu mereka berkata, \"Rabb kami adalah Rabb langit dan bumi, kami sekali-kali tidak menyeru kepada selain-Nya) yakni selain Allah (sebagai Tuhan, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran)\" perkataan yang keterlaluan lagi sangat kafir jika seumpamanya kami menyeru kepada tuhan selain Allah.
هَٰٓؤُلَآءِ قَوْمُنَا ٱتَّخَذُوا۟ مِن دُونِهِۦٓ ءَالِهَةًۭ ۖ لَّوْلَا يَأْتُونَ عَلَيْهِم بِسُلْطَٰنٍۭ بَيِّنٍۢ ۖ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ ٱفْتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبًۭا ﴿١٥﴾
Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka)? Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?
Pemuda-pemuda yang beriman itu lalu saling bertutur, \"Kaum kami itu telah mempertuhankan sesuatu selain Allah. Mengapa mereka tidak mendatangkan bukti-bukti ketuhanan yang jelas bagi tuhan-tuhan yang mereka sembah selain Allah? Sungguh, mereka benar-benar lalim dengan melakukan perbuatan itu. Tidak ada yang lebih lalim daripada orang yang membuat kebohongan dengan menyandangkan sekutu bagi Allah.
(Mereka) lafal 'Haaulaa-i' berkedudukan menjadi Mubtada (kaum kami ini) menjadi Athaf Bayan (telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan. Mengapa tidak) (mereka mengemukakan atas perbuatan mereka itu) atas penyembahan yang mereka lakukan itu (alasan yang terang?) hujah yang jelas. (Siapakah yang lebih zalim) maksudnya tidak ada seorang pun yang lebih zalim (daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?) yaitu dengan menisbatkan sekutu kepada Allah swt. Lalu sebagian di antara pemuda itu berkata kepada sebagian yang lain:
وَإِذِ ٱعْتَزَلْتُمُوهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ إِلَّا ٱللَّهَ فَأْوُۥٓا۟ إِلَى ٱلْكَهْفِ يَنشُرْ لَكُمْ رَبُّكُم مِّن رَّحْمَتِهِۦ وَيُهَيِّئْ لَكُم مِّنْ أَمْرِكُم مِّرْفَقًۭا ﴿١٦﴾
Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu.
\"Selama kita memilih jalan mengasingkan diri dari kaum yang mengingkari dan menyekutukan Allah,\" kata sebagian mereka kepada yang lainnya, \"maka berlindunglah di dalam sebuah gua demi keselamatan agama kalian. Tuhan kalian pasti akan menurunkan karunia pengampunan dan memberikan kemudahan dengan menyediakan apa saja yang bermanfaat(1) bagi kalian untuk mempertahankan hidup. (1) Sampai saat ini belum didapatkan suatu informasi akurat siapa sebenarnya penghuni gua itu, kapan dan di mana gua tersebut berada. Namun demikian, akan dicoba paparkan di sini sedikit keterangan menyangkut kisah yang dituturkan ayat-ayat di atas. Berangkat dari isyarat al-Qur'ân yang menyatakan bahwa mereka adalah sekelompok pemuda yang beriman kepada Allah, dapat ditarik kesimpulan bahwa mereka tengah mengalami penindasan agama yang menyebabkan mereka mengasingkan diri ke dalam sebuah gua yang tersembunyi. Sementara itu, sejarah kuno mencatat adanya beberapa masa penindasan agama di kawasan Timur Kuno yang terjadi dalam kurun waktu yang berbeda. Dari beberapa peristiwa penindasan agama itu hanya ada dua masa yang kita anggap penting, yang salah satunya barangkali mempunyai kaitan dengan kisah penghuni gua ini. Peristiwa pertama terjadi pada masa kekuasaan raja-raja Saluqi, saat kerajaan itu diperintah oleh Raja Antiogos IV yang bergelar Nabivanes (tahun 176-84 S. M). Pada saat penaklukan singgasana Suriah, Antiogos--yang juga dikenal sangat fanatik terhadap kebudayaan dan peradaban Yunani Kuno--mewajibkan kepada seluruh penganut Yahudi di Palestina, yang telah masuk dalam wilayah kekuasaan Suriah sejak 198 S. M., untuk meninggalkan agama Yahudi dan menganut agama Yunani Kuno. Antiogos mengotori tempat peribadatan Yahudi dengan meletakkan patung Zeus, Tuhan Yunani terbesar, di atas sebuah altar dan pada waktu-waktu tertentu mempersembahkan korban berupa babi bagi Zeus. Terakhir, Antiogos membakar habis naskah Tawrât tanpa ada yang tersisa. Berdasarkan bukti historis ini, dapat disimpulkan bahwa pemuda-pemuda itu adalah penganut agama Yahudi yang bertempat tinggal di Palestina, atau tepatnya di kota Yarussalem. Dapat diperkirakan pula, bahwa peristiwa bangunnya mereka dari tidur panjang itu terjadi pada tahun 126 M. setelah Romawi menguasai wilayah Timur, atau 445 tahun sebelum masa kelahiran Rasulullah saw. tahun 571 M. Peristiwa penindasan agama yang sama terjadi pada zaman imperium Romawi, saat Kaisar Hadrianus berkuasa (tahun 117-138 M). Kaisar Hadrianus memperlakukan orang-orang Yahudi sama persis seperti yang pernah dilakukan oleh Antiogos. Pada tahun 132 M., pembesar-pembesar Yahudi mengeluarkan ultimatum bahwa seluruh rakyat Yahudi akan berontak melawan kekaisaran Romawi. Mereka memukul mundur garnisun-garnisun Romawi di perbatasan dan berhasil merebut Yerussalem. Peristiwa bersejarah ini diabadikan oleh orang-orang Yahudi dalam mata uang resmi mereka. Selama tiga tahun penuh mereka dapat bertahan. Terakhir, Hadrianus bergerak bersama pasukannya menumpas pemberontak-pemberontak Yahudi. Palestina jatuh dan Yerussalem dapat direbut kembali. Etnis Yahudi pun dibasmi dan pemimpin-pemimpin mereka dibunuh. Orang-orang Yahudi yang masih hidup dijual di pasar-pasar sebagai budak. Simbol- simbol agama Yahudi dihancurkan, ajaran dan hukum-hukum Yahudi dihapus. Dari penuturan sejarah ini didapat kesimpulan yang sama bahwa para pemuda itu adalah penganut ajaran Yahudi. Tempat tinggal mereka bisa jadi berada di kawasan Timur Kuno atau di Yerussalem sendiri. Masih mengikuti alur sejarah ini, mereka diperkirakan bangun dari tidur panjang itu kurang lebih pada tahun 435 M., 30 tahun menjelang kelahiran Rasulullah saw. Tampaknya peristiwa pertama lebih mempunyai kaitan dengan kisah Ashhâb al-Kahf karena penindasan mereka lebih sadis. Adapun penindasan umat Kristiani tidak sesuai dengan kelahiran Nabi Muhammad saw.
(Dan apabila kamu meninggalkan mereka beserta apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Rabb kalian akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepada kalian dan menyediakan sesuatu yang berguna bagi kalian dalam urusan kalian) Lafal mirfaqan dapat dibaca marfiqan artinya apa-apa yang menjadi keperluan kalian berupa makan siang dan makan malam.
۞ وَتَرَى ٱلشَّمْسَ إِذَا طَلَعَت تَّزَٰوَرُ عَن كَهْفِهِمْ ذَاتَ ٱلْيَمِينِ وَإِذَا غَرَبَت تَّقْرِضُهُمْ ذَاتَ ٱلشِّمَالِ وَهُمْ فِى فَجْوَةٍۢ مِّنْهُ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ ۗ مَن يَهْدِ ٱللَّهُ فَهُوَ ٱلْمُهْتَدِ ۖ وَمَن يُضْلِلْ فَلَن تَجِدَ لَهُۥ وَلِيًّۭا مُّرْشِدًۭا ﴿١٧﴾
Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.
Gua tempat persembunyian mereka itu berada pada sebuah gunung. Gua itu menghadap ke utara, memiliki celah yang cukup lebar bagi keluar masuknya angin yang sedang berhembus. Apabila matahari terbit dari arah timur, bias cahayanya akan condong ke arah mereka. Dan jika tenggelam, matahari akan melewati dari arah kiri mereka, dan sinarnya yang panas tidak akan masuk ke dalam gua. Dengan begitu mereka tidak merasakan panasnya sinar, sebaliknya merasakan kesejukan angin. Semua itu adalah bukti- bukti kekuasaan Allah. Barangsiapa mendapatkan perkenan Allah untuk mengetahui bukti-bukti kekuasaan Allah, maka dia akan mendapat petunjuk. Dan barangsiapa yang tidak mendapatkan perkenan-Nya, niscaya dia tidak akan mendapati pembimbing.
(Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong) Lafal Tazaawaru dapat dibaca dengan memakai Tasydid atau Takhfif, artinya melenceng (dari gua mereka ke sebelah kanan) ke arah sebelah kanan (dan bila matahari itu terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri) yakni membiarkan mereka dan melewati mereka, hingga sinar matahari sama sekali tidak mengenai mereka (sedangkan mereka berada di tempat yang luas dalam gua itu) yakni gua yang luas, sehingga mereka selalu mendapatkan tiupan angin yang segar lagi menyejukkan. (Itu) yakni hal yang telah disebutkan (adalah sebagian tanda-tanda Allah) bukti-bukti yang menunjukkan akan kekuasaan-Nya. (Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk dan barang siapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya).
وَتَحْسَبُهُمْ أَيْقَاظًۭا وَهُمْ رُقُودٌۭ ۚ وَنُقَلِّبُهُمْ ذَاتَ ٱلْيَمِينِ وَذَاتَ ٱلشِّمَالِ ۖ وَكَلْبُهُم بَٰسِطٌۭ ذِرَاعَيْهِ بِٱلْوَصِيدِ ۚ لَوِ ٱطَّلَعْتَ عَلَيْهِمْ لَوَلَّيْتَ مِنْهُمْ فِرَارًۭا وَلَمُلِئْتَ مِنْهُمْ رُعْبًۭا ﴿١٨﴾
Dan kamu mengira mereka itu bangun, padahal mereka tidur; Dan kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi oleh ketakutan terhadap mereka.
Wahai orang-orang yang mau memperhatikan, apakah kalian mengira bahwa mereka itu terjaga? Tidak. Mereka lelap dalam tidur. Kami membalikkan badan mereka ke kiri dan ke kanan agar tubuh mereka tidak rusak oleh pengaruh tanah. Dan anjing yang menemani mereka juga tertidur sambil menjulurkan kedua kakinya keluar gua, seolah-olah dalam keadaan terjaga. Kalau saja kalian memperhatikan mereka dalam keadaan seperti itu, pasti kalian akan lari ketakutan dan hati kalian akan diliputi rasa ngeri. Siapa saja yang melihat mereka pasti akan takut. Kami jadikan hal itu sedemikian rupa agar tidak seorang pun berani mendekati dan agar mereka tidak terjamah oleh tangan sampai batas waktu yang telah Kami tentukan.
(Dan kamu akan mengira mereka itu) seandainya kamu melihat mereka (adalah orang-orang yang bangun) yakni tidak tidur, karena mata mereka terbuka. Lafal Ayqaazhan adalah bentuk jamak dari lafal tunggal Yaqizhun (padahal mereka adalah orang-orang yang tidur) lafal Ruquudun adalah bentuk jamak daripada lafal Raqidun (dan Kami bolak-balikkan mereka ke kanan dan kiri) supaya daging mereka tidak dimakan oleh tanah (sedangkan anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya) kedua kaki depannya (di muka pintu gua) ke luar mulut gua itu, dan apabila mereka membalikkan badannya, maka anjing itu pun berbuat yang sama, ia pun sama tidur dengan mereka walaupun matanya terbuka. (Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah hati kamu akan dipenuhi) lafal Muli'ta dapat pula dibaca Mulli'ta (dengan ketakutan terhadap mereka) lafal Ru'ban dapat pula dibaca Ru'uban; Allah memelihara mereka dengan menimpakan rasa takut kepada setiap orang yang hendak memasuki gua tempat mereka, sehingga mereka terpelihara dengan aman.
وَكَذَٰلِكَ بَعَثْنَٰهُمْ لِيَتَسَآءَلُوا۟ بَيْنَهُمْ ۚ قَالَ قَآئِلٌۭ مِّنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ ۖ قَالُوا۟ لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍۢ ۚ قَالُوا۟ رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَٱبْعَثُوٓا۟ أَحَدَكُم بِوَرِقِكُمْ هَٰذِهِۦٓ إِلَى ٱلْمَدِينَةِ فَلْيَنظُرْ أَيُّهَآ أَزْكَىٰ طَعَامًۭا فَلْيَأْتِكُم بِرِزْقٍۢ مِّنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا ﴿١٩﴾
Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: Sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)\". Mereka menjawab: \"Kita berada (disini) sehari atau setengah hari\". Berkata (yang lain lagi): \"Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.
Kami bangunkan mereka sebagaimana Kami buat mereka tertidur lelap. Mereka saling bertanya tentang berapa lama mereka tertidur dalam keadaan seperti itu. Seorang dari mereka berkata, \"Berapa lama kalian tertidur?\" Yang lain menjawab, \"Sehari atau setengah hari saja.\" Karena merasa tidak yakin akan hal itu mereka mengatakan, \"Serahkan saja urusan ini kepada Allah, karena Dialah Yang Mahatahu. Hendaknya salah seorang dari kita pergi ke kota dengan mata uang perak ini untuk memilih makanan yang baik dan membawanya untuk kita. Hendaknya ia bersikap pengertian, dan jangan membuka rahasia kita ini kepada siapa pun.\"
(Dan demikianlah) yang telah Kami perbuat terhadap Ashhabul Kahfi, seperti yang telah Kami sebutkan tadi (Kami bangunkan mereka) Kami bangkitkan mereka (agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri) tentang keadaan mereka dan lamanya masa menetap mereka di dalam gua itu (Berkatalah seorang di antara mereka, \"Sudah berapa lamakah kalian tinggal di sini?\" Mereka menjawab, \"Kita berada di sini sehari atau setengah hari)\" sebab mereka memasuki gua ketika matahari mulai terbit, dan mereka bangun sewaktu matahari terbenam, maka oleh karena itu mereka menduga bahwa saat itu adalah terbenamnya matahari, kemudian (berkata sebagian yang lainnya lagi) seraya menyerahkan pengetahuan hal tersebut kepada Allah (Rabb kalian lebih mengetahui berapa lamanya kalian berada di sini, maka suruhlah salah seorang di antara kalian dengan membawa uang perak kalian ini) lafal Wariqikum dapat pula dibaca Warqikum, artinya uang perak kalian ini (pergi ke kota) menurut suatu pendapat dikatakan bahwa kota tersebut yang sekarang dinamakan Tharasus (dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik) artinya, manakah makanan di kota yang paling halal (maka hendaklah dia membawa makanan itu untuk kalian, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan hal kalian kepada seseorang pun).
إِنَّهُمْ إِن يَظْهَرُوا۟ عَلَيْكُمْ يَرْجُمُوكُمْ أَوْ يُعِيدُوكُمْ فِى مِلَّتِهِمْ وَلَن تُفْلِحُوٓا۟ إِذًا أَبَدًۭا ﴿٢٠﴾
Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama lamanya\".
\"Jika mereka sampai mengetahui rahasia ini,\" lanjut orang itu, \"mereka pasti akan membunuh kita, merajam kita dengan batu sampai mati, atau memaksa kita dengan kekerasan untuk kembali kepada kesyirikan. Apabila kalian menuruti kemauan mereka, maka kalian tidak akan mendapatkan keuntungan di dunia dan di akhirat.\"
(Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempat kalian, niscaya mereka akan melempar kalian dengan batu) niscaya mereka akan membunuh kalian dengan lemparan batu (atau memaksa kalian kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kalian tidak akan beruntung) yakni jika kalian kembali kepada agama mereka (selama-lamanya)\".
وَكَذَٰلِكَ أَعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ لِيَعْلَمُوٓا۟ أَنَّ وَعْدَ ٱللَّهِ حَقٌّۭ وَأَنَّ ٱلسَّاعَةَ لَا رَيْبَ فِيهَآ إِذْ يَتَنَٰزَعُونَ بَيْنَهُمْ أَمْرَهُمْ ۖ فَقَالُوا۟ ٱبْنُوا۟ عَلَيْهِم بُنْيَٰنًۭا ۖ رَّبُّهُمْ أَعْلَمُ بِهِمْ ۚ قَالَ ٱلَّذِينَ غَلَبُوا۟ عَلَىٰٓ أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِم مَّسْجِدًۭا ﴿٢١﴾
Dan demikian (pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata: \"Dirikan sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka\". Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: \"Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya\".
Kami yang telah menidurkan dan membangunkan mereka kembali, dan Kami pula yang telah memberitahukan ihwal mereka kepada penduduk negeri itu, agar mengetahui kebenaran janji Allah untuk membangkitkan seluruh manusia di hari kiamat yang pasti akan datang. Akhirnya penduduk negeri itu beriman kepada Allah dan hari akhir. Setelah Allah mematikan pemuda-pemuda itu, penduduk negeri itu saling berselisih pendapat tentang mereka. Sebagian mengatakan, \"Dirikanlah sebuah bangunan di depan pintu gua itu, lalu kita serahkan urusan mereka kepada Allah Yang Mahatahu.\" Orang-orang yang berpengaruh mengajukan usul dengan mengatakan, \"Kita akan membangun sebuah masjid di tempat itu.\"
(Dan demikianlah) sebagaimana Kami bangunkan mereka (Kami memperlihatkan) (kepada mereka) yakni kaum Ashhabul Kahfi dan kaum Mukminin pada umumnya (agar mereka mengetahui) artinya khusus bagi kaum Ashhabul Kahfi (bahwa janji Allah itu) yaitu adanya hari berbangkit (benar) dengan kesimpulan, bahwa Allah Yang Maha Kuasa mematikan mereka dalam masa yang sangat lama, kemudian mereka tetap utuh sekalipun tanpa makan dan minum, maka Dia Maha Kuasa pula untuk menghidupkan orang-orang yang sudah mati (dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan) (padanya. Ketika) lafal Idz ini menjadi Ma'mul daripada lafal A'tsarnaa (orang-orang itu berselisih) orang-orang Mukmin dan orang-orang kafir (tentang urusan mereka) maksudnya mengenai perkara para pemuda itu dalam hal bangunan yang akan didirikan di sekitar tempat Ashhabul Kahfi itu (orang-orang itu berkata) yakni orang-orang kafir (Dirikanlah di atas gua mereka) di sekitar tempat mereka (sebuah bangunan) untuk menutupi mereka (Rabb mereka lebih mengetahui tentang mereka\". Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata,) yang dimaksud adalah yang menguasai perkara para pemuda tersebut, yaitu orang-orang yang beriman, (\"Sesungguhnya kami akan mendirikan di atasnya) yakni di sekitarnya (sebuah rumah peribadatan.\") tempat orang-orang melakukan salat; akhirnya dibuatlah sebuah rumah peribadatan di pintu gua tersebut.
سَيَقُولُونَ ثَلَٰثَةٌۭ رَّابِعُهُمْ كَلْبُهُمْ وَيَقُولُونَ خَمْسَةٌۭ سَادِسُهُمْ كَلْبُهُمْ رَجْمًۢا بِٱلْغَيْبِ ۖ وَيَقُولُونَ سَبْعَةٌۭ وَثَامِنُهُمْ كَلْبُهُمْ ۚ قُل رَّبِّىٓ أَعْلَمُ بِعِدَّتِهِم مَّا يَعْلَمُهُمْ إِلَّا قَلِيلٌۭ ۗ فَلَا تُمَارِ فِيهِمْ إِلَّا مِرَآءًۭ ظَٰهِرًۭا وَلَا تَسْتَفْتِ فِيهِم مِّنْهُمْ أَحَدًۭا ﴿٢٢﴾
Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: \"(jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjing nya\", sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan: \"(jumlah mereka) tujuh orang, yang ke delapan adalah anjingnya\". Katakanlah: \"Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit\". Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka.
Orang-orang dari kalangan Ahl al-Kitâb yang menelusuri kisah itu akan mengatakan, \"Mereka berjumlah tiga orang, empat dengan anjingnya.\" Yang lain mengatakan, \"Mereka berjumlah lima orang, yang keenam anjingnya.\" Semua itu tidak lebih dari dugaan-dugaaan yang tidak beralasan. Yang lain lagi mengatakan, \"Mereka berjumlah tujuh orang, delapan dengan anjingnya.\" Katakan kepada orang-orang yang berselisih pendapat itu, \"Tuhanku--dengan ilmu-Nya yang berada di atas segalanya--Mahatahu tentang jumlah mereka. Dan hanya orang-orang yang diberitahu oleh Allah saja yang mengetahui berapa jumlah mereka sebenarnya. Maka janganlah kamu mendebat mereka mengenai pemuda-pemuda itu kecuali dengan cara yang halus dan jelas, tanpa memaksa mereka untuk menerima argumentasi tertentu, karena mereka tidak akan pernah merasa puas. Dan jangan pernah bertanya kepada salah seorang dari mereka tentang pemuda-pemuda itu, karena telah datang kepadamu kebenaran yang tidak perlu diragukan.\"
(Nanti mereka akan mengatakan) yaitu orang-orang yang berselisih pendapat di zaman Nabi saw. tentang bilangan para pemuda itu. Atau dengan kata lain sebagian di antara mereka mengatakan bahwa jumlah mereka ada (tiga orang yang keempat adalah anjingnya dan yang lain mengatakan) sebagian yang lain daripada mereka (lima orang dan yang keenam adalah anjingnya) kedua pendapat tersebut dikatakan oleh orang-orang Nasrani dari Najran (sebagai terkaan terhadap barang yang gaib) hanya berlandaskan kepada dugaan belaka tanpa bukti yang nyata; kedua pendapat tersebut hanyalah main terka saja. Lafal Rajman dinashabkan karena menjadi Maf'ul Lah, artinya: sebagai terkaan mereka terhadap barang yang gaib (dan yang lain lagi mengatakan) yakni orang-orang Mukmin (Jumlah mereka, tujuh orang, yang kedelapan adalah anjingnya) Jumlah ayat ini berkedudukan menjadi Mubtada, sedangkan Khabarnya adalah Sifat daripada lafal Sab'atun, dengan ditambahi huruf Wawu sesudahnya. Menurut pendapat yang lain, berkedudukan menjadi Taukid, atau menunjukkan tentang menempelnya sifat kepada Maushufnya. Dan disifatinya kedua pendapat yang tadi dengan istilah Ar-Rajmi yakni terkaan, berbeda dengan pendapat yang ketiga sekarang ini, hal ini menunjukkan bahwa pendapat yang ketiga ini adalah pendapat yang sahih dan dibenarkan (Katakanlah, \"Rabbku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui bilangan mereka kecuali sedikit\") Sahabat Ibnu Abbas r.a. mengatakan, \"Saya adalah salah seorang daripada orang-orang yang sedikit itu.\" Selanjutnya ia menuturkan bahwa jumlah mereka ada tujuh orang. (Karena itu janganlah kamu bertengkar) yakni memperdebatkan (tentang hal mereka, kecuali pertengkaran yang lahir saja) daripada sebagian apa yang diturunkan kepadamu (dan jangan kamu menanyakan tentangnya) maksudnya kamu meminta penjelasan tentang Ashkabul Kahfi itu (dari mereka) mempertanyakan kepada sebagian daripada orang-orang ahli kitab, yaitu orang-orang Yahudi (seseorang pun) pada suatu ketika penduduk Mekah menanyakan tentang kisah Ashhabul Kahfi itu. Lalu Nabi saw. menjawab, \"Saya akan menceritakannya kepada kalian besok\", tanpa memakai kata Insya Allah, maka turunlah firman-Nya:
وَلَا تَقُولَنَّ لِشَا۟ىْءٍ إِنِّى فَاعِلٌۭ ذَٰلِكَ غَدًا ﴿٢٣﴾
Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: \"Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi,
Jangan sekali-kali kamu berkata mengenai suatu perbuatan yang akan kamu lakukan, \"Aku pasti akan dapat melakukannya kelak.\"
(Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu) tentang sesuatu (Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi) lafal Ghadan artinya di masa mendatang.
إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ ۚ وَٱذْكُر رَّبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَىٰٓ أَن يَهْدِيَنِ رَبِّى لِأَقْرَبَ مِنْ هَٰذَا رَشَدًۭا ﴿٢٤﴾
kecuali (dengan menyebut): \"Insya Allah\". Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: \"Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini\".
Kecuali jika kamu mengaitkannya dengan kehendak Allah dengan mengatakan, \"Insya Allah (jika Allah menghendaki hal itu terjadi).\" Apabila kamu melupakan sesuatu, maka tutupilah kekurangan dirimu dengan mengingat Allah. Katakan pula jika kamu berniat untuk melakukan suatu pekerjaan, dan kamu telah mengaitkannya dengan kehendak Tuhan, \"Semoga Tuhan memberikan perkenan kepadaku untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik dan lebih terarah dari apa yang kuinginkan.\"
(Kecuali dengan menyebut \"Insya Allah\") artinya, mengecualikannya dengan menggantungkan hal tersebut kepada kehendak Allah, seumpamanya kamu mengatakan Insya Allah (Dan ingatlah kepada Rabbmu) yaitu kepada kehendak-Nya seraya menggantungkan diri kepada kehendak-Nya (jika kamu lupa) ini berarti jika ingat kepada kehendak-Nya sesudah lupa, sama dengan ingat kepada kehendak-Nya sewaktu mengatakan hal tersebut. Hasan dan lain-lainnya mengatakan, \"Selagi seseorang masih dalam majelisnya\" (dan katakanlah, \"Mudah-mudahan Rabbku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat daripada ini) yaitu berita tentang Ashhabul Kahfi untuk menunjukkan kebenaran kenabianku (kebenarannya\") yakni petunjuk yang lebih benar, dan memang Allah memperkenankan hal tersebut.
وَلَبِثُوا۟ فِى كَهْفِهِمْ ثَلَٰثَ مِا۟ئَةٍۢ سِنِينَ وَٱزْدَادُوا۟ تِسْعًۭا ﴿٢٥﴾
Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).
Para pemuda itu tinggal dalam gua dalam keadaan tertidur selama tiga ratus sembilan tahun(1). (1) Ayat ini menyimpan sebuah fakta astronomis yang membuktikan bahwa tiga ratus tahun matahari itu sama dengan tiga ratus sembilan tahun bulan.
(Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus) lafal Miatin dibaca dengan memakai harakat Tanwin pada akhirnya (tahun) berkedudukan sebagai 'Athaf Bayan yang dikaitkan dengan lafal Tsalaatsu Miatin. Perhitungan tiga ratus tahun ini berdasarkan hisab yang berlaku di kalangan kaum Ashhabul Kahfi, yaitu berdasarkan perhitungan tahun Syamsiah. Dan bila menurut hisab tahun Qamariah sebagaimana yang berlaku di kalangan orang-orang Arab, maka menjadi bertambah sembilan tahun, dan hal ini disebutkan di dalam firman selanjutnya, yaitu (dan ditambah sembilan tahun) yakni hisab yang tiga ratus tahun berdasarkan tahun Syamsiah dan hisab yang tiga ratus sembilan tahun berdasarkan tahun Qamariyah.
قُلِ ٱللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثُوا۟ ۖ لَهُۥ غَيْبُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۖ أَبْصِرْ بِهِۦ وَأَسْمِعْ ۚ مَا لَهُم مِّن دُونِهِۦ مِن وَلِىٍّۢ وَلَا يُشْرِكُ فِى حُكْمِهِۦٓ أَحَدًۭا ﴿٢٦﴾
Katakanlah: \"Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); kepunyaan-Nya-lah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tak ada seorang pelindungpun bagi mereka selain dari pada-Nya; dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan\".
Wahai Rasul, katakan kepada manusia, \"Hanya Allahlah yang benar-benar mengetahui berapa lama waktu tidur mereka. Allah yang mengetahui segala persoalan gaib yang ada di langit dan di bumi. Betapa luas penglihatan Allah atas segala yang ada dan betapa tajam pendengaran-Nya atas segala yang bersuara. Tidak ada yang memelihara urusan seluruh penghuni langit dan bumi selain Allah. Dan tidak ada sesuatu pun yang menyertai Allah dalam membuat setiap keputusan.\"
(Katakanlah, \"Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal di gua) daripada orang-orang yang berselisih pendapat tentangnya, sebagaimana yang telah disebutkan tadi (Kepunyaan-Nyalah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi) ilmu kesemuanya berada pada-Nya. (Alangkah terang penglihatan-Nya) penglihatan Allah, lafal Abshir bihi adalah Shighat Ta'ajjub (dan alangkah tajam pendengaran-Nya) pendengaran Allah, demikian pula lafal Asmi' bihi sama dengan lafal Maa Asma'ahu, dan yang sebelumnya sama dengan lafal Maa Absharahu, keduanya merupakan ungkapan cara Majaz. Makna yang dimaksud ialah, bahwa tiada sesuatu pun yang tidak diketahui oleh penglihatan dan pendengaran Allah swt. (tak ada bagi mereka) bagi semua penduduk langit dan bumi (seorang pelindung pun selain daripada-Nya) seorang yang dapat menolong (dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan\") karena sesungguhnya Dia tidak membutuhkan adanya sekutu.
وَٱتْلُ مَآ أُوحِىَ إِلَيْكَ مِن كِتَابِ رَبِّكَ ۖ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَٰتِهِۦ وَلَن تَجِدَ مِن دُونِهِۦ مُلْتَحَدًۭا ﴿٢٧﴾
Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Tuhanmu (Al Quran). Tidak ada (seorangpun) yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya. Dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain dari pada-Nya.
Wahai Muhammad, bacalah al-Qur'ân yang telah diwahyukan kepadamu, termasuk di dalamnya berita yang telah disampaikan kepadamu tentang para pemuda penghuni gua. Jangan dengarkan ocehan mereka yang menuntut agar al-Qur'ân itu diganti dengan mukjizat dalam bentuk lain. Tidak seorang pun sanggup mengubah mukjizat Allah yang telah ditetapkan-Nya melalui kalimat-kalimat kebenaran. Sungguh, tidak seorang pun dapat melakukan perubahan itu. Jangan kamu menyalahi perintah Tuhan karena dengan perbuatan itu kamu akan tidak mendapatkan tempat berlindung di sisi Allah.
(Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu Kitab Rabb-Mu. Tidak ada seorang pun yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya. Dan engkau tidak akan mendapatkan perlindungan selain perlindungan-Nya).
وَٱصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِٱلْغَدَوٰةِ وَٱلْعَشِىِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُۥ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُۥ عَن ذِكْرِنَا وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُ وَكَانَ أَمْرُهُۥ فُرُطًۭا ﴿٢٨﴾
Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.
Wahai Muhammad, peliharalah persaudaraan dengan para sahabatmu dari kalangan orang-orang beriman yang setiap waktu beribadah hanya kepada Allah, baik di waktu pagi atau petang, dengan mengharap rida-Nya. Jangan kamu palingkan pandanganmu dari mereka kepada orang-orang kafir agar kamu dapat meraih kesenangan-kesenangan hidup duniawi bersama mereka. Dan janganlah kau turuti kemauan orang-orang yang telah Kami lalaikan hatinya dari mengingat Kami. Mereka menginginkan agar kamu mau mengusir para fakir miskin dari majlismu. Mereka adalah orang-orang yang berperangai buruk dan menjadi budak hawa nafsu sehingga segala tindakan yang mereka lakukan selalu jauh dari kebenaran. Firman yang berisikan larangan itu sebenarnya ditujukan kepada umat, selain juga berlaku untuk diri Rasulullah sendiri, karena Rasulullah saw. jelas tidak menginginkan kesenangan hidup dan keindahan- keindahan duniawi. Dengan ungkapan lain, alasan pelarangan yang ditujukan kepada Rasulullah itu mengandung makna agar manusia lebih berhati-hati terhadap godaan dunia.
(Dan bersabarlah kamu) tahanlah dirimu (bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan senja hari dengan mengharap) melalui ibadah mereka itu (keridaan-Nya) keridaan Allah swt., bukannya karena mengharapkan sesuatu daripada kebendaan duniawi sekali pun mereka adalah orang-orang miskin (dan janganlah berpaling) jangan kamu memalingkan (kedua matamu dari mereka) (karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami) maksudnya dilalaikan hatinya daripada Alquran, dan orang yang dimaksud adalah Uyaynah bin Hishn dan teman-temannya (serta memperturuti hawa nafsunya) yaitu melakukan perbuatan yang memusyrikkan (dan adalah keadaannya itu melewati batas) terlalu berlebih-lebihan.
وَقُلِ ٱلْحَقُّ مِن رَّبِّكُمْ ۖ فَمَن شَآءَ فَلْيُؤْمِن وَمَن شَآءَ فَلْيَكْفُرْ ۚ إِنَّآ أَعْتَدْنَا لِلظَّٰلِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا ۚ وَإِن يَسْتَغِيثُوا۟ يُغَاثُوا۟ بِمَآءٍۢ كَٱلْمُهْلِ يَشْوِى ٱلْوُجُوهَ ۚ بِئْسَ ٱلشَّرَابُ وَسَآءَتْ مُرْتَفَقًا ﴿٢٩﴾
Dan katakanlah: \"Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir\". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.
Katakan, wahai Rasulullah, \"Ajaran yang aku bawa adalah suatu kebenaran yang datang dari sisi Tuhan. Maka, barangsiapa yang mau mempercayainya--dan ini merupakan suatu hal yang sangat baik bagi dirinya--silakan mempercayainya; dan barangsiapa yang ingin mengingkarinya--dan ini berarti hanya menzalimi diri sendiri--silakan mengingkarinya.\" Bagi orang-orang yang telah menganiaya diri sendiri dengan perbuatan kufur, sungguh telah Kami siapkan neraka yang gejolak apinya mengelilingi mereka. Apabila orang-orang zalim penghuni neraka itu meminta diberikan air minum, mereka akan disuguhi air bagaikan minyak keruh yang luar biasa panasnya, yang membakar muka mereka. Betapa buruk minuman yang disuguhkan kepada mereka! Neraka jahanam adalah tempat tinggal mereka yang buruk.
(Dan katakanlah) kepadanya dan kepada teman-temannya, bahwa Alquran ini (adalah benar datang dari Rabb kalian, maka barang siapa yang ingin beriman, hendaklah ia beriman dan barang siapa yang ingin kafir, biarlah ia kafir). Kalimat ayat ini merupakan ancaman buat mereka. (Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu) yaitu bagi orang-orang kafir (neraka, yang gejolaknya mengepung mereka) yang melahap apa saja yang dikepungnya. (Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih) seperti minyak yang mendidih (yang menghanguskan muka) karena panasnya, jika seseorang mendekat kepadanya (seburuk-buruk minuman) adalah minuman itu (dan ia adalah sejelek-jelek) yakni neraka itu (tempat istirahat). Lafal Murtafaqan sebagai lawan makna yang telah disebutkan di dalam ayat yang lain sehubungan dengan gambaran surga, yaitu firman-Nya, \"Dan surga itu adalah tempat istirahat yang paling indah\" (Q. S, 18 Al-Kahfi, 31). Jika tidak diartikan demikian, maka tidaklah pantas neraka dikatakan sebagai tempat istirahat.
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلًا ﴿٣٠﴾
Sesunggunya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik.
Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan kepada kebenaran agama yang telah diwahyukan kepadamu serta melakukan kebajikan-kebajikan yang telah diperintahkan oleh Tuhannya, sungguh Kami tidak akan menghilangkan pahala atas kebaikan-kebaikan yang telah mereka kerjakan.
(Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalnya dengan baik) Jumlah kalimat \"Innaa Laa Nudhii'u\" berkedudukan menjadi Khabar daripada \"Innal Ladziina\". Di dalam ungkapan ini terkandung pengertian meletakkan isim Zhahir pada tempat isim Mudhmar; makna yang dimaksud adalah Ajrahum atau pahalanya. Atau dengan kata lain, Kami akan memberi pahala kepada mereka sesuai dengan amal baik mereka.
أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمْ جَنَّٰتُ عَدْنٍۢ تَجْرِى مِن تَحْتِهِمُ ٱلْأَنْهَٰرُ يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِن ذَهَبٍۢ وَيَلْبَسُونَ ثِيَابًا خُضْرًۭا مِّن سُندُسٍۢ وَإِسْتَبْرَقٍۢ مُّتَّكِـِٔينَ فِيهَا عَلَى ٱلْأَرَآئِكِ ۚ نِعْمَ ٱلثَّوَابُ وَحَسُنَتْ مُرْتَفَقًۭا ﴿٣١﴾
Mereka itulah (orang-orang yang) bagi mereka surga 'Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang mas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan tempat istirahat yang indah;
Mereka adalah golongan yang akan mendapatkan surga sebagai tempat bersenang-senang yang abadi. Di bawah surga itu mengalir sungai-sungai di antara pepohonan dan istana-istana. Mereka mengenakan simbol-simbol kesenangan bagai di dunia seperti gelang yang terbuat dari emas. Busana mereka terbuat dari bahan sutera hijau dalam beragam corak. Mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang berbantal dan bertirai indah. Alangkah baik balasan mereka. Sungguh, surga adalah tempat tinggal dan tempat peristirahatan yang baik. Di dalam surga itu, mereka akan mendapatkan segala yang mereka inginkan.
(Mereka itulah orang-orang yang bagi mereka surga Adn) sebagai tempat tinggal mereka (mengalir sungai-sungai di bawahnya. Dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang) menurut suatu pendapat disebutkan, bahwa huruf Min di sini adalah Zaidah dan menurut pendapat yang lain dikatakan pula bahwa itu mengandung makna Tab'idh atau sebagian. Lafal Asaawira adalah bentuk jamak dari lafal Aswiratun yang wazannya sama dengan lafal Ahmiratun, dan lafal Aswiratun ini pun adalah bentuk jamak dari kata tunggal Siwaarun (emas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutra halus) sutra yang paling halus (dan sutra tebal) sutra yang paling tebal. Di dalam surah Ar-Rahman disebutkan, \"Yang sebelah dalamnya dari sutra yang tebal.\" (Q.S. Ar-Rahman 54). (Sedangkan mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan) lafal Araaiki adalah bentuk jamak dari kata Ariikah, yaitu pelaminan yang dihiasi dengan berbagai macam pakaian dan kelambu buat pengantin. (Itulah sebaik-baik pahala) yaitu surga (dan tempat istirahat yang paling indah).
۞ وَٱضْرِبْ لَهُم مَّثَلًۭا رَّجُلَيْنِ جَعَلْنَا لِأَحَدِهِمَا جَنَّتَيْنِ مِنْ أَعْنَٰبٍۢ وَحَفَفْنَٰهُمَا بِنَخْلٍۢ وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمَا زَرْعًۭا ﴿٣٢﴾
Dan berikanlah kepada mereka sebuah perumpamaan dua orang laki-laki, Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggur dan kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon korma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang.
Wahai Rasulullah, berikanlah penjelasan tentang sebuah tamsil ibarat yang menggambarkan dua orang laki-laki, yang satu kafir dan yang lain beriman. Begitulah kiranya hakikat perbedaan antara orang kafir berharta dan orang Mukmin yang miskin. Orang kafir itu memiliki dua petak kebun anggur. Kami kelilingi kebun itu dengan pohon-pohon kurma yang menambah keindahan dan memberi manfaat. Dan Kami tumbuhkan pula di antara kedua kebun itu tanaman lain yang subur dan berbuah.
(Dan berikanlah) jadikanlah (buat mereka) buat orang-orang kafir beserta orang-orang Mukmin (sebuah perumpamaan dua orang laki-laki). Lafal Rajulaini menjadi Badal daripada lafal Matsalan, dan lafal Rajulaini dengan lafal-lafal yang sesudahnya berkedudukan sebagai penafsir daripada lafal Matsalan (Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya) yakni bagi orang yang kafir (dua buah kebun) dua buah perkebunan (anggur dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang) yang khusus menghasilkan makanan pokok.
كِلْتَا ٱلْجَنَّتَيْنِ ءَاتَتْ أُكُلَهَا وَلَمْ تَظْلِم مِّنْهُ شَيْـًۭٔا ۚ وَفَجَّرْنَا خِلَٰلَهُمَا نَهَرًۭا ﴿٣٣﴾
Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikitpun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu,
Kedua kebun itu menghasilkan buah yang banyak, matang dan tidak sedikit pun berkurang. Kami curahkan di antara kebun-kebun itu air sungai yang mengalir.
(Kedua buah kebun itu) lafal Kiltaa adalah Mufrad yang menunjukkan makna Tatsniyah; ia berkedudukan menjadi Mubtada (menghasilkan). Lafal Aatat ini menjadi Khabar Kiltaa (buahnya) yakni buah-buahannya (dan kebun itu tiada dizalimi) dikurangi (buahnya sedikit pun dan Kami alirkan) artinya, Kami bedahkan (sungai di celah-celah kedua kebun itu) yakni sungai itu mengalir di antara kedua kebun tersebut.
وَكَانَ لَهُۥ ثَمَرٌۭ فَقَالَ لِصَٰحِبِهِۦ وَهُوَ يُحَاوِرُهُۥٓ أَنَا۠ أَكْثَرُ مِنكَ مَالًۭا وَأَعَزُّ نَفَرًۭا ﴿٣٤﴾
dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika bercakap-cakap dengan dia: \"Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat\"
Selain kebun itu, orang yang kafir itu memiliki kekayaan lain yang berlimpah. Kekayaan itu telah membuat dirinya sombong lalu berkata kepada temannya yang beriman, \"Kekayaanku lebih banyak dari kekayaanmu, dan pengikut-pengikutku pun lebih kuat.\"
(Dan dia mempunyai) di samping kedua kebun itu (buah-buahan yang banyak) lafal Tsamarun atau Tsumurun atau Tsumrun adalah bentuk jamak dari kata Tsamratun; keadaannya sama dengan lafal Syajaratun dan Syajarun, atau Khasyabatun dan Khasyabun, atau Badanatun dan Badanun (maka ia berkata kepada kawannya) yang mukmin (ketika ia bercakap-cakap dengan dia) seraya membanggakan miliknya, \"(Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat)\" keluargaku lebih kuat.
وَدَخَلَ جَنَّتَهُۥ وَهُوَ ظَالِمٌۭ لِّنَفْسِهِۦ قَالَ مَآ أَظُنُّ أَن تَبِيدَ هَٰذِهِۦٓ أَبَدًۭا ﴿٣٥﴾
Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: \"Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya,
Suatu saat orang kafir itu, bersama temannya yang beriman, memasuki kebun kepunyaannya. Dengan tetap menunjukkan sikap sombong, dia berkata, \"Dalam dugaanku, kebun ini tidak akan pernah musnah selamanya.
(Dan dia memasuki kebunnya) dengan membawa temannya yang Mukmin itu, seraya membawanya ke sekeliling kebun serta memperlihatkan kepadanya hasil buah-buahannya. Di sini tidak diungkapkan dengan memakai lafal Jannataihi dalam bentuk Tatsniyah karena pengertian yang dimaksud adalah tamannya. Menurut pendapat yang lain disebutkan, bahwa cukup hanya dengan menyebutkan satu saja (sedang dia lalim terhadap dirinya sendiri) dengan melakukan kekafiran (ia berkata, \"Aku kira tidak akan binasa) tidak akan lenyap (kebun ini untuk selama-lamanya).
وَمَآ أَظُنُّ ٱلسَّاعَةَ قَآئِمَةًۭ وَلَئِن رُّدِدتُّ إِلَىٰ رَبِّى لَأَجِدَنَّ خَيْرًۭا مِّنْهَا مُنقَلَبًۭا ﴿٣٦﴾
dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku kembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu\".
Aku juga tidak pernah menyangka bahwa hari kiamat itu benar-benar akan terjadi. Kalau saja hal itu benar dan aku akan dikembalikan kepada Tuhan sesudah hari kebangkitan nanti, sebagaimana kamu katakan, pasti aku akan mendapatkan yang lebih baik dari kesenangan saat ini. Karena bagaimanapun aku adalah orang yang berhak mendapatkan kesenangan hidup.\" Orang kafir itu menganalogikan hari akhirat yang gaib dengan kehidupan duniawi. Dia sama sekali tidak mengerti bahwa kehidupan akhirat merupakan hari pemberian pahala bagi yang beriman dan berbuat kebajikan.
(Dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Rabbku) di akhirat kelak sebagaimana dugaanmu itu (pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun itu)\" tempat tinggal yang lebih baik.
قَالَ لَهُۥ صَاحِبُهُۥ وَهُوَ يُحَاوِرُهُۥٓ أَكَفَرْتَ بِٱلَّذِى خَلَقَكَ مِن تُرَابٍۢ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍۢ ثُمَّ سَوَّىٰكَ رَجُلًۭا ﴿٣٧﴾
Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya -- sedang dia bercakap-cakap dengannya: \"Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?
Sahabatnya yang beriman itu mengatakan, \"Apakah kamu merelakan dirimu mengingkari Tuhan yang telah menciptakan moyangmu, Adam, dari segumpal tanah dan menjadikan keturunannya dari setetes air mani. Jika kamu bangga dengan harta dan pengikut-pengikutmu, maka ingatlah Tuhan yang telah menciptakan dirimu dari tanah.
(Kawannya yang Mukmin berkata kepadanya sedang dia bercakap-cakap dengannya) seraya menjawab apa yang telah dikatakannya tadi, (\"Apakah kamu ingkar terhadap Rabb yang telah menciptakan kamu dari tanah) karena Nabi Adam diciptakan dari tanah dan dia sebagai anak cucunya (kemudian dari setetes air mani) setetes sperma (lalu Dia menyempurnakan bentukmu) merampungkan bentukmu dan menjadikanmu (sebagai seorang laki-laki)\".
لَّٰكِنَّا۠ هُوَ ٱللَّهُ رَبِّى وَلَآ أُشْرِكُ بِرَبِّىٓ أَحَدًۭا ﴿٣٨﴾
Tetapi aku (percaya bahwa): Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku.
Tetapi aku akan mengatakan, 'Sesungguhnya yang menciptakan diriku dan menciptakan alam semesta ini adalah Allah, Tuhanku. Hanya Dia yang aku sembah dan aku tidak akan mempertuhan selain Dia. '
(Tetapi aku) lafal Laakinna asalnya merupakan gabungan antara lafal Laakin dan Anaa, kemudian harakat huruf Hamzah Anaa dipindahkan kepada Nun lafal Laakin; atau huruf Hamzah Anaa dibuang kemudian huruf Nun lafal Laakin diidgamkan kepada Na, sehingga jadilah Laakinna (mengatakan) lafal Huwa mengandung dhamir Sya'an yang dijelaskan oleh kalimat sesudahnya; artinya, aku mengatakan, (\"Allah adalah Rabbku, dan aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Rabbku)\".
وَلَوْلَآ إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَآءَ ٱللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِٱللَّهِ ۚ إِن تَرَنِ أَنَا۠ أَقَلَّ مِنكَ مَالًۭا وَوَلَدًۭا ﴿٣٩﴾
Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu \"maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan,
Seandainya saat memasuki kebun dan memperhatikan tanaman yang ada di dalamnya itu kamu mengatakan, 'Masya Allah! Aku tidak mempunyai kekuasaan untuk mewujudkan semua itu kecuali dengan pertolongan Allah,' maka hal itu merupakan ungkapan rasa syukur yang dapat menjamin keabadian nikmat- nikmat itu.\" Orang yang beriman itu melanjutkan, \"Kalaupun kamu melihat diriku lebih miskin dan lebih sedikit anak dan pengikutnya,
(Mengapa tidak) (kamu katakan sewaktu kamu memasuki kebunmu) sewaktu kamu merasa takjub dengan kebunmu itu, (\"Ini adalah apa yang telah dikehendaki oleh Allah; tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah?)\" di dalam sebuah hadis telah disebutkan, \"Barang siapa yang diberi kebaikan (nikmat), baik berupa istri yang cantik lagi saleh atau pun harta benda yang banyak, lalu ia mengatakan, 'Maasya Allaah Laa Quwwata Illaa Billaah' (Ini adalah apa yang dikehendaki oleh Allah, dan tiada kekuatan melainkan berkat pertolongan Allah), niscaya ia tidak akan melihat hal-hal yang tidak disukai akan menimpa kebaikan tersebut. (Jika kamu anggap aku ini) lafal Anaa merupakan dhamir Fashl yang memisahkan antara kedua Maf'u1 (lebih sedikit daripada kamu dalam hal harta dan anak).
فَعَسَىٰ رَبِّىٓ أَن يُؤْتِيَنِ خَيْرًۭا مِّن جَنَّتِكَ وَيُرْسِلَ عَلَيْهَا حُسْبَانًۭا مِّنَ ٱلسَّمَآءِ فَتُصْبِحَ صَعِيدًۭا زَلَقًا ﴿٤٠﴾
maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik dari pada kebunmu (ini); dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan (petir) dari langit kepada kebunmu; hingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin;
aku berharap semoga Tuhanku memberiku kenikmatan yang lebih baik dari kebunmu di dunia atau dari surgamu di akhirat nanti. Atau sebaliknya, barangkali Tuhan mengirimkan bencana yang akan menimpa kebunmu seperti petir yang menyambar dari langit yang membuat kebunmu berubah menjadi tanah gersang, rata dan tidak bisa ditanami.
(Maka mudah-mudahan Rabbku, akan memberi kepadaku kebun yang lebih baik daripada kebunmu ini) jumlah kalimat ayat ini menjadi Jawab daripada Syarat pada ayat sebelumnya (dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan kepada kebunmu) lafal Husbanan adalah bentuk jamak dari kata Husbanah artinya petir (dan langit, hingga kebun itu menjadi tanah yang licin) tanah yang sangat licin sehingga telapak kaki tidak dapat berpijak padanya.
أَوْ يُصْبِحَ مَآؤُهَا غَوْرًۭا فَلَن تَسْتَطِيعَ لَهُۥ طَلَبًۭا ﴿٤١﴾
atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi\".
Atau menjadikan air itu meresap ke dalam bumi hingga sulit dijangkau, lalu kamu akan bersusah payah menggalinya untuk mengairi kebunmu.\"
(Atau airnya menjadi surut ke dalam tanah) lafal Ghauran bermakna Ghairan, diathafkan kepada lafal Yursila, bukan kepada lafal Tushbiha, karena pengertian Ghaural Mai atau kekeringan air tidak ada kaitannya dengan masalah petir (maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi)\" kamu tidak akan menemukan upaya lagi untuk menjadikannya kembali.
وَأُحِيطَ بِثَمَرِهِۦ فَأَصْبَحَ يُقَلِّبُ كَفَّيْهِ عَلَىٰ مَآ أَنفَقَ فِيهَا وَهِىَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا وَيَقُولُ يَٰلَيْتَنِى لَمْ أُشْرِكْ بِرَبِّىٓ أَحَدًۭا ﴿٤٢﴾
Dan harta kekayaannya dibinasakan; lalu ia membulak-balikkan kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu, sedang pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata: \"Aduhai kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku\".
Dan benar, Allah mempercepat datangnya bencana itu. Allah mendatangkan kerusakan yang menghabiskan tanaman dan buah yang dihasilkan kebun itu, memakan habis sampai ke akar-akarnya. Orang kafir itu hanya bisa membolik-balikkan telapak tangan tanda penyesalan dan kerugian atas semua yang telah dia keluarkan untuk memodali kebunnya. Kerusakan itu memang begitu cepat datangnya. Ketika itulah orang kafir itu berangan-angan andaikata dia tidak menyekutukan Allah.
(Dan buah-buahannya diliputi) yakni ditimpa oleh berbagai macam musibah seperti yang telah disebutkan tadi sehingga binasalah semuanya berikut kebunnya (lalu ia membolak-balikkan kedua tangannya) karena menyesal dan kecewa (terhadap biaya yang telah dibelanjakannya untuk itu) untuk menggarap kebunnya (sedangkan pohon anggur itu roboh) tumbang (berikut para-paranya) penopang-penopangnya; pada mulanya pohon berikut penopangnya roboh maka berjatuhanlah buah-buah anggur itu (dan dia berkata, \"Aduhai) sebagai ungkapan kekecewaannya (kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Rabbku)\".
وَلَمْ تَكُن لَّهُۥ فِئَةٌۭ يَنصُرُونَهُۥ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَمَا كَانَ مُنتَصِرًا ﴿٤٣﴾
Dan tidak ada bagi dia segolonganpun yang akan menolongnya selain Allah; dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya.
Tatkala bencana itu datang, dia tidak lagi mempuyai penolong yang dulu dibangga-banggakannya. Bahkan dia tidak mampu menolong dirinya sendiri, karena penolong yang sebenarnya hanyalah Allah.
(Dan tidak ada) dapat dibaca Lam Takun atau Lam Yakun (bagi dia segolongan pun) sekelompok orang pun (yang akan menolongnya selain Allah) di waktu kebunnya binasa (dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya) tak mampu mempertahankannya sendiri sewaktu kebunnya binasa.
هُنَالِكَ ٱلْوَلَٰيَةُ لِلَّهِ ٱلْحَقِّ ۚ هُوَ خَيْرٌۭ ثَوَابًۭا وَخَيْرٌ عُقْبًۭا ﴿٤٤﴾
Di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak. Dia adalah sebaik-baik Pemberi pahala dan sebaik-baik Pemberi balasan.
Pertolongan itu, bagaimanapun bentuknya, tetap bersumber dari Allah. Allah telah memilihkan bagi hamba-Nya pahala yang berlipat ganda dan masa depan yang baik.
(Di sana) kelak di hari kiamat (pertolongan itu) kalau dibaca Al-Walaayah artinya pertolongan, dan kalau dibaca Al-Wilaayah artinya kerajaan (hanya dari Allah Yang Hak) kalau dibaca Al-Haqqu menjadi sifat dari lafal Al-Walaayah dan kalau dibaca Al-Haqqi menjadi sifat dari Lafzhul Jalalah atau Allah (Dia adalah sebaik-baik Pemberi pahala) lebih baik daripada pahala selain-Nya seandainya ada yang dapat memberi pahala (dan sebaik-baik Pemberi balasan) lafal 'Uqban atau 'Uquban artinya balasan bagi orang-orang Mukmin; dinashabkan karena menjadi Tamyiz.
وَٱضْرِبْ لَهُم مَّثَلَ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا كَمَآءٍ أَنزَلْنَٰهُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ فَٱخْتَلَطَ بِهِۦ نَبَاتُ ٱلْأَرْضِ فَأَصْبَحَ هَشِيمًۭا تَذْرُوهُ ٱلرِّيَٰحُ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍۢ مُّقْتَدِرًا ﴿٤٥﴾
Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Wahai Rasul, sebutlah kepada mereka sebuah perumpamaan yang menggambarkan daya tarik dan keindahan hidup duniawi yang pada akhirnya akan musnah dalam sekejap. Keindahan dunia itu bagaikan air yang turun dari langit dan menyirami tumbuhan yang ada di atas bumi sehingga menjadi hijau dan matang. Tiba-tiba bumi berubah menjadi kering-kerontang dan dicerai-beraikan oleh angin. Allah Mahakuasa untuk menciptakan atau memusnahkan segala sesuatu.
(Dan berilah) jadikanlah (buat mereka) buat kaummu (suatu perumpamaan tentang kehidupan dunia ini) menjadi Maf'ul Awwal (adalah sebagai air hujan) menjadi Maf'ul Tsani (yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya) menjadi tumbuh subur disebabkannya (tumbuh-tumbuhan di muka bumi) atau air hujan itu bercampur dengan tumbuh-tumbuhan, hingga tumbuh-tumbuhan itu menjadi segar dan tumbuh dengan suburnya (kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi) (kering) layu dan bagian-bagiannya menjadi belah (yang diterbangkan) ditiup menjadi berantakan (oleh angin) sehingga tidak ada gunanya lagi. Makna ayat ini menyerupakan duniawi dengan tumbuh-tumbuhan yang subur, kemudian menjadi kering dan dipecahkan serta dihamburkan beterbangan oleh angin. Menurut suatu qiraat lafal Ar-Riyaah dibaca Ar-Riih (Dan adalah Allah berkuasa atas segala sesuatu) yakni Maha Kuasa.
ٱلْمَالُ وَٱلْبَنُونَ زِينَةُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَٱلْبَٰقِيَٰتُ ٱلصَّٰلِحَٰتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابًۭا وَخَيْرٌ أَمَلًۭا ﴿٤٦﴾
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
Harta benda dan anak merupakan keindahan dan kesenangan hidup kalian di dunia. Akan tetapi semuanya tidak ada yang abadi, tidak ada yang langgeng, dan pada akhirnya akan musnah. Kebaikan- kebaikan yang kekal adalah yang terbaik untuk kalian di sisi Allah. Allah akan melipatgandakan pahalanya dan itulah sebaik-baik tempat menggantungkan harapan bagi manusia.
(Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia) keduanya dapat dijadikan sebagai perhiasan di dalam kehidupan dunia (tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh) yaitu mengucapkan kalimat: Subhaanallaah Wal Hamdulillaah Wa Laa Ilaaha Illallaah Wallaahu Akbar; menurut sebagian ulama ditambahkan Walaa Haulaa Walaa Quwwata Illaa Billaahi (adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan) hal yang diharap-harapkan dan menjadi dambaan manusia di sisi Allah swt.
وَيَوْمَ نُسَيِّرُ ٱلْجِبَالَ وَتَرَى ٱلْأَرْضَ بَارِزَةًۭ وَحَشَرْنَٰهُمْ فَلَمْ نُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًۭا ﴿٤٧﴾
Dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan dapat melihat bumi itu datar dan Kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak kami tinggalkan seorangpun dari mereka.
Wahai Rasul, berikanlah peringatan pada manusia akan datangnya suatu hari, saat kehancuran alam semesta. Gunung-gunung akan dimusnahkan, bumi akan terlihat rata, tidak tertutup oleh apa-apa seperti sebelumnya. Kami akan mengumpulkan semua manusia tanpa terkecuali untuk Kami perhitungkan amal perbuatan mereka.
(Dan) ingatlah (akan hari yang ketika itu Kami perjalankan gunung-gunung) Kami lenyapkan gunung-gunung itu dari muka bumi, hingga gunung-gunung itu menjadi debu yang beterbangan. Menurut qiraat yang lain dibaca Tusayyaru. (dan kamu akan melihat bumi itu datar) tidak ada sesuatu pun yang ada padanya, baik gunung maupun yang lain-lainnya (dan Kami kumpulkan seluruh manusia) baik mereka yang mukmin maupun mereka yang kafir (dan tidak Kami tinggalkan) Kami tidak membiarkan (seorang pun dari mereka.)
وَعُرِضُوا۟ عَلَىٰ رَبِّكَ صَفًّۭا لَّقَدْ جِئْتُمُونَا كَمَا خَلَقْنَٰكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍۭ ۚ بَلْ زَعَمْتُمْ أَلَّن نَّجْعَلَ لَكُم مَّوْعِدًۭا ﴿٤٨﴾
Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris. Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakan kamu pada kali yang pertama; bahkan kamu mengatakan bahwa Kami sekali-kali tidak akan menetapkan bagi kamu waktu (memenuhi) perjanjian.
Pada saat itu manusia akan diajukan ke hadapan Allah berbaris dalam kelompok-kelompok untuk diperhitungkan amal perbuatannya. Pada saat itu Allah berfirman, \"Kami bangkitkan kalian dari kematian sebagaimana Kami telah menghidupkan kalian untuk pertama kali. Kalian kini datang kepada-Ku sendirian tanpa harta dan anak. Dan kalian telah mengingkari hari kebangkitan dan hari pembalasan saat kalian masih hidup di dunia.\"
(Dan mereka akan dibawa ke hadapan Rabbmu dengan berbaris) lafal Shaffan menjadi Hal; artinya setiap umat mempunyai barisannya tersendiri, kemudian dikatakan kepada mereka: (Sesungguhnya kalian datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakan kalian pada kali yang pertama) artinya, kalian datang menghadap dalam keadaan sendiri-sendiri, tidak pakai alas kaki, telanjang dan belum dikhitan. Kemudian dikatakan kepada orang-orang yang mengingkari adanya hari berbangkit (bahkan kalian mengatakan bahwa) lafal An adalah bentuk Takhfif daripada Anna, artinya bahwasanya (Kami sekali-kali tidak akan menetapkan bagi kalian waktu memenuhi perjanjian) untuk membangkitkan kalian.
وَوُضِعَ ٱلْكِتَٰبُ فَتَرَى ٱلْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَٰوَيْلَتَنَا مَالِ هَٰذَا ٱلْكِتَٰبِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةًۭ وَلَا كَبِيرَةً إِلَّآ أَحْصَىٰهَا ۚ وَوَجَدُوا۟ مَا عَمِلُوا۟ حَاضِرًۭا ۗ وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًۭا ﴿٤٩﴾
Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: \"Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun\".
Mereka akan menerima, melalui tangan masing-masing, buku yang berisi catatan amal perbuatan. Orang-orang yang beriman akan bergembira melihat isi catatan-catatan itu, sedangkan orang-orang yang ingkar akan merasa takut oleh perbuatan-perbuatan buruk mereka. Mereka berkata, \"Inilah hari kehancuranku. Aku merasa heran, kitab ini tidak melalaikan sedikit pun perbuatanku, baik yang kecil ataupun yang besar. Semua telah tercatat.\" Mereka mendapatkan balasan dari apa yang mereka perbuat. Dan Allah sedikit pun tidak berbuat zalim kepada hamba-Nya.
(Dan diletakkanlah kitab) yaitu kitab catatan amal perbuatan setiap orang; bagi orang-orang Mukmin diterima di sebelah kanannya, dan bagi orang-orang kafir di sebelah kirinya (lalu kamu akan melihat orang-orang yang berdosa) orang-orang kafir (ketakutan) merasa takut (terhadap apa yang tertulis di dalamnya, dan mereka berkata) sewaktu mereka melihat kesalahan-kesalahan yang terdapat di dalam kitab catatan amal masing-masing. (Aduhai) ungkapan rasa kecewa (celakalah kami) binasalah kami; lafal Wailata adalah Mashdar yang tidak mempunyai Fi'il dari lafal asalnya (kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak pula yang besar) dari dosa-dosa kami (melainkan ia mencatat semuanya)\" semuanya telah tercatat dan terbukti di dalamnya; mereka merasa takjub akan hal tersebut (dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada) tertulis di dalam catatan kitab-kitab mereka. (Dan Rabbmu tidak menganiaya seorang jua pun) Dia tidak akan menghukum seseorang tanpa dosa, dan Dia tidak akan mengurangi pahala orang Mukmin.
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَٰٓئِكَةِ ٱسْجُدُوا۟ لِءَادَمَ فَسَجَدُوٓا۟ إِلَّآ إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ ٱلْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِۦٓ ۗ أَفَتَتَّخِذُونَهُۥ وَذُرِّيَّتَهُۥٓ أَوْلِيَآءَ مِن دُونِى وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّۢ ۚ بِئْسَ لِلظَّٰلِمِينَ بَدَلًۭا ﴿٥٠﴾
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: \"Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turanan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim.
Wahai Rasul, ingatkan saat awal penciptaan diri mereka dari tanah. Tidak ada yang patut mereka banggakan. Tidak ada alasan yang membenarkan untuk tunduk kepada Iblis, musuh leluhur mereka, karena Iblis adalah dari golongan jin yang sombong dan membangkang kepada Allah. Bagaimana kalian menjadikan Iblis dan keturunannya sebagai penolong selain Allah, setelah kalian mengerti bahwa Iblis itu adalah musuh kalian. Alangkah buruknya perbuatan itu, perbuatan orang-orang yang menganiaya diri sendiri dan menuruti kemauan setan.
(Dan ingatlah ketika) lafal Idz dinashabkan oleh lafal Udzkur yang tidak disebutkan (Kami berfirman kepada para Malaikat, \"Sujudlah kalian kepada Adam)\" dengan cara membungkukkan badan sebagai tanda penghormatan kepadanya, bukan dengan cara meletakkan kening (maka sujudlah mereka kecuali iblis, dia adalah segolongan dari jin) menurut suatu pendapat dikatakan bahwa iblis itu adalah sejenis malaikat. Berdasarkan pengertian ini maka istitsnanya adalah Muttashil. Menurut pendapat yang lain Istitsna ini adalah Munqathi'. Berdasarkan pengertian ini maka iblis adalah biang jin, ia mempunyai keturunan yang telah disebutkan sebelumnya, sedangkan Malaikat tidak mempunyai keturunan (maka ia mendurhakai perintah Rabbnya) artinya, iblis itu membangkang tidak mau taat kepada-Nya, karena ia tidak mau bersujud kepada Nabi Adam. (Patutkah Engkau mengambil dia dan turunan-turunannya) pembicaraan ini ditujukan kepada Nabi Adam dan keturunannya, dan Dhamir Ha pada dua tempat kembali kepada iblis (sebagai pemimpin selain daripada-Ku) yang kemudian kalian taati mereka (sedangkan mereka adalah musuh kalian?) menjadi musuh. Lafal 'Aduwwun berkedudukan menjadi Hal karena bermakna A'daa-an. (Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti Allah bagi orang-orang yang lalim) yakni iblis dan keturunannya untuk ditaati sebagai pengganti taat kepada Allah.
۞ مَّآ أَشْهَدتُّهُمْ خَلْقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَلَا خَلْقَ أَنفُسِهِمْ وَمَا كُنتُ مُتَّخِذَ ٱلْمُضِلِّينَ عَضُدًۭا ﴿٥١﴾
Aku tidak menghadirkan mereka (iblis dan anak cucunya) untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri; dan tidaklah Aku mengambil orang-orang yang menyesatkan itu sebagai penolong.
Aku tidak menghadirkan iblis dan anak cucunya untuk menyaksikan penciptaan langit, bumi, penciptaan diri mereka untuk Aku mintai pertolongan. Aku sekali-kali tidak membutuhkan seorang penolong pun, apalagi menjadikan orang-orang yang membuat kerusakan sebagai penolong bagi-Ku. Jika demikian, mengapa kalian menaati setan dan berbuat maksiat kepada-Ku?
(Aku tidak menghadirkan mereka untuk menyaksikan) yakni iblis dan anak cucunya (penciptaan langit dan bumi dan tidak pula penciptaan diri mereka sendiri) Kami tidak menghadirkan sebagian dari mereka untuk menyaksikan penciptaan sebagian yang lain (dan tidaklah Aku mengambil orang-orang yang menyesatkan) yakni setan-setan (sebagai penolong) yang membantu dalam penciptaan, maka mengapa kalian menaati mereka?
وَيَوْمَ يَقُولُ نَادُوا۟ شُرَكَآءِىَ ٱلَّذِينَ زَعَمْتُمْ فَدَعَوْهُمْ فَلَمْ يَسْتَجِيبُوا۟ لَهُمْ وَجَعَلْنَا بَيْنَهُم مَّوْبِقًۭا ﴿٥٢﴾
Dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Dia berfirman: \"Serulah olehmu sekalian sekutu-sekutu-Ku yang kamu katakan itu\". Mereka lalu memanggilnya tetapi sekutu-sekutu itu tidak membalas seruan mereka dan Kami adakan untuk mereka tempat kebinasaan (neraka).
Ingatkan kepada mereka akan suatu hari ketika Allah berfirman kepada orang-orang musyrik, \"Panggillah orang-orang yang kalian anggap sebagai sekutu-sekutu-Ku di dunia untuk memberi syafaat untuk kalian.\" Merekapun meminta pertolongan sekutu-sekutu itu, tetapi sekutu-sekutu itu tidak dapat mengabulkan permohonan mereka. Kini, apa yang terjadi di antara mereka Kami jadikan sebagai penyebab kebinasaan orang-orang kafir, setelah di dunia mereka senantiasa menjadikan para sekutu itu sebagai sesembahan dan kesayangan mereka.
(Dan ingatlah akan hari) yang ketika itu; lafal Yauma dinashabkan oleh lafal Udzkur yang tidak disebutkan (Dia berfirman) dapat dibaca Yaquulu atau Naquulu, (\"Panggillah oleh kalian sekutu-sekutu-Ku) yakni berhala-berhala itu (yang kalian katakan itu!)\" untuk memberi syafaat atau pertolongan kepada diri kalian sebagaimana apa yang didugakan oleh kalian. (Mereka lalu memanggilnya tetapi sekutu-sekutu itu tidak membalas seruan mereka) tidak menjawab seruannya (dan Kami adakan untuk mereka) untuk berhala-berhala dan para pengabdinya (tempat kebinasaan) sebuah lembah di neraka Jahanam yang mereka semuanya dibinasakan di dalamnya. Lafal Maubiqan berasal dari lafal Wabaqa artinya telah binasa.
وَرَءَا ٱلْمُجْرِمُونَ ٱلنَّارَ فَظَنُّوٓا۟ أَنَّهُم مُّوَاقِعُوهَا وَلَمْ يَجِدُوا۟ عَنْهَا مَصْرِفًۭا ﴿٥٣﴾
Dan orang-orang yang berdosa melihat neraka, maka mereka meyakini, bahwa mereka akan jatuh ke dalamnya dan mereka tidak menemukan tempat berpaling dari padanya.
Orang-orang yang berdosa telah menyaksikan neraka dan mereka yakin akan jatuh ke dalamnya, dan mereka tidak mendapatkan tempat pengganti yang lain untuk didiami.
(Dan orang-orang yang berdosa melihat neraka, maka mereka meyakini) merasa yakin (bahwa mereka akan jatuh ke dalamnya) akan dicampakkan ke dalamnya (dan mereka tidak menemukan tempat berpaling daripadanya) tidak menemui jalan untuk menyelamatkan diri daripadanya.
وَلَقَدْ صَرَّفْنَا فِى هَٰذَا ٱلْقُرْءَانِ لِلنَّاسِ مِن كُلِّ مَثَلٍۢ ۚ وَكَانَ ٱلْإِنسَٰنُ أَكْثَرَ شَىْءٍۢ جَدَلًۭا ﴿٥٤﴾
Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.
Sungguh Allah telah menyebutkan berbagai macam perumpamaan di dalam al-Qur'ân sebagai nasihat bagi orang-orang yang mengingkari-Nya dan meminta mukjizat selain al-Qur'ân. Tetapi tabiat manusia adalah senang membantah. Jika ia tetap keras menentang, maka ia akan membantah dengan kebatilan.
(Dan sesungguhnya Kami telah menjelaskan) (bagi manusia dalam Alquran ini bermacam-macam perumpamaan) lafal Min Kulli Matsalin berkedudukan menjadi sifat daripada lafal yang tidak disebutkan, artinya: suatu perumpamaan dari setiap jenis perumpamaan, supaya mereka mengambil pelajaran daripadanya. (Dan manusia adalah makhluk) yakni orang kafir (yang paling banyak membantah) paling banyak permusuhannya dalam kebatilan; lafal Jadalan adalah Tamyiz yang dipindahkan dari Isim Kaana. Maknanya: Permusuhan yang paling banyak dilakukan oleh manusia adalah dalam hal kebatilan.
وَمَا مَنَعَ ٱلنَّاسَ أَن يُؤْمِنُوٓا۟ إِذْ جَآءَهُمُ ٱلْهُدَىٰ وَيَسْتَغْفِرُوا۟ رَبَّهُمْ إِلَّآ أَن تَأْتِيَهُمْ سُنَّةُ ٱلْأَوَّلِينَ أَوْ يَأْتِيَهُمُ ٱلْعَذَابُ قُبُلًۭا ﴿٥٥﴾
Dam tidak ada sesuatupun yang menghalangi manusia dari beriman, ketika petunjuk telah datang kepada mereka, dan dari memohon ampun kepada Tuhannya, kecuali (keinginan menanti) datangnya hukum (Allah yang telah berlalu pada) umat-umat yang dahulu atau datangnya azab atas mereka dengan nyata.
Tidak ada sesuatu pun yang menghalangi orang-orang musyrik untuk beriman ketika datang petunjuk kepada mereka. Petunjuk itu adalah Rasulullah saw. dan al-Qur'ân, agar mereka beriman dan meminta ampunan kepada Allah. Tetapi mereka ingkar dan meminta kepada Rasulullah saw. agar didatangkan kepada mereka hukuman Allah yang telah berlaku bagi orang-orang terdahulu berupa kebinasaan, atau didatangkan kepada mereka azab yang nyata.
(Dan tidak ada sesuatu pun yang menghalangi manusia) orang-orang kafir Mekah (untuk beriman) menjadi Maf'ul Tsani atau subjek kedua (ketika petunjuk telah datang kepada mereka) yakni Alquran (dan memohon ampun kepada Rabbnya, kecuali datang kepada mereka hukum Allah yang telah berlaku pada umat-umat terdahulu) lafal Sunnatul Awwalin berkedudukan menjadi Fa'il atau objek, artinya: datang kepada mereka kebinasaan Kami, yaitu kebinasaan yang telah ditentukan bagi mereka (atau datang azab atas mereka dengan nyata) secara terang-terangan, yaitu kekalahan mereka dalam perang Badar. Menurut qiraat yang lain dibaca Qubulan sebagai bentuk jamak dari kata Qabilun artinya bermacam-macam.
وَمَا نُرْسِلُ ٱلْمُرْسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ ۚ وَيُجَٰدِلُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ بِٱلْبَٰطِلِ لِيُدْحِضُوا۟ بِهِ ٱلْحَقَّ ۖ وَٱتَّخَذُوٓا۟ ءَايَٰتِى وَمَآ أُنذِرُوا۟ هُزُوًۭا ﴿٥٦﴾
Dan tidaklah Kami mengutus rasul-rasul hanyalah sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan; tetapi orang-orang yang kafir membantah dengan yang batil agar dengan demikian mereka dapat melenyap kan yang hak, dan mereka menganggap ayat-ayat kami dan peringatan-peringatan terhadap mereka sebagai olok-olokan.
Allah tidak mengutus para rasul melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Dia tidak mengutus mereka untuk dimintai mukjizat tertentu oleh orang-orang yang mengingkari mereka. Tetapi orang-orang kafir berpaling dari bukti-bukti itu dan membantah para rasul dengan kebatilan yang mereka gunakan untuk melenyapkan kebenaran. Adapun sikap mereka terhadap al-Qur'ân dan peringatan adalah seperti sikap orang yang mengolok-olok yang tak mencari kebenaran.
(Dan tidaklah Kami mengutus Rasul-rasul hanyalah sebagai pembawa berita gembira) bagi orang-orang yang beriman (dan sebagai pemberi peringatan) untuk menakut-nakuti orang-orang kafir (tetapi orang-orang yang kafir membantah dengan yang batil) yaitu melalui perkataan mereka sebagaimana yang disitir oleh ayat lain, yaitu firman-Nya, \"Adakah Allah mengutus seorang manusia menjadi Rasul?\" (Q.S. Al-Isra, 94) dan ayat-ayat lainnya yang semakna (agar dengan demikian mereka dapat melenyapkan) dapat membatalkan melalui bantahan mereka (yang hak) yakni Alquran (dan mereka menganggap ayat-ayat-Ku) yakni Alquran (dan peringatan-peringatan terhadap mereka) yakni siksa neraka (sebagai olok-olokan) sebagai ejekan mereka.
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن ذُكِّرَ بِـَٔايَٰتِ رَبِّهِۦ فَأَعْرَضَ عَنْهَا وَنَسِىَ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ ۚ إِنَّا جَعَلْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَن يَفْقَهُوهُ وَفِىٓ ءَاذَانِهِمْ وَقْرًۭا ۖ وَإِن تَدْعُهُمْ إِلَى ٱلْهُدَىٰ فَلَن يَهْتَدُوٓا۟ إِذًا أَبَدًۭا ﴿٥٧﴾
Dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya lalu dia berpaling dari padanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.
Tidak ada yang lebih zalim dari orang yang diberi nasihat dengan tanda-tanda kekuasaan Tuhannya, lalu tidak merenungkannya dan melupakan akibat maksiat yang diperbuatnya. Oleh sebab kecenderungan mereka kepada kekufuran, Kami membuat hati mereka tertutup, sehingga mereka tidak dapat berpikir dan memperoleh cahaya. Sedangkan pada telinga mereka Kami ciptakan ketulian, sehingga mereka tidak dapat mendengar dan memahami kebenaran. Meskipun kamu mengajak mereka kepada agama yang benar, mereka tidak akan mendapat petunjuk selama watak mereka tetap seperti ini.
(Dan siapakah yang lebih lalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Rabbnya lalu dia berpaling daripadanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya) apa yang telah diperbuatnya berupa kekafiran dan kedurhakaan. (Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka) penutup-penutup (hingga mereka tidak memahaminya) maksudnya, supaya mereka tidak dapat memahami Alquran, dengan demikian maka mereka tidak dapat memahaminya (dan di telinga mereka Kami letakkan sumbatan pula) yakni penyumbat sehingga mereka tidak dapat mendengarkannya (dan kendati pun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk) disebabkan adanya penutup dan sumbatan tadi (selama-lamanya).
وَرَبُّكَ ٱلْغَفُورُ ذُو ٱلرَّحْمَةِ ۖ لَوْ يُؤَاخِذُهُم بِمَا كَسَبُوا۟ لَعَجَّلَ لَهُمُ ٱلْعَذَابَ ۚ بَل لَّهُم مَّوْعِدٌۭ لَّن يَجِدُوا۟ مِن دُونِهِۦ مَوْئِلًۭا ﴿٥٨﴾
Dan Tuhanmulah yang Maha Pengampun, lagi mempunyai rahmat. Jika Dia mengazab mereka karena perbuatan mereka, tentu Dia akan menyegerakan azab bagi mereka. Tetapi bagi mereka ada waktu yang tertentu (untuk mendapat azab) yang mereka sekali-kali tidak akan menemukan tempat berlindung dari padanya.
Tuhanmu yang luas ampunan-Nya adalah Pemilik kasih sayang yang amat luas bagi orang yang mau kembali kepada-Nya. Kalau Dia berkehendak membalas orang-orang yang berbuat jahat, Dia tentu mampu mendatangkan siksa kepada mereka dengan segera seperti yang terjadi pada orang-orang sebelum mereka. Akan tetapi, demi hikmah yang Dia tetapkan, Dia menunda siksaan itu sampai suatu saat nanti mereka akan merasakan siksaan yang paling pedih. Mereka tidak akan mendapatkan tempat berlindung yang menaungi mereka.
(Dan Rabbmulah Yang Maha Pengampun lagi mempunyai rahmat. Jika Dia mengazab mereka) di dunia (karena perbuatan mereka, tentu Dia akan menyegerakan azab bagi mereka) di dunia (Tetapi bagi mereka ada waktu yang tertentu) untuk menerima azab yaitu hari kiamat (yang mereka sekali-kali tidak akan menemukan tempat berlindung daripadanya) yaitu tempat untuk menyelamatkan diri.
وَتِلْكَ ٱلْقُرَىٰٓ أَهْلَكْنَٰهُمْ لَمَّا ظَلَمُوا۟ وَجَعَلْنَا لِمَهْلِكِهِم مَّوْعِدًۭا ﴿٥٩﴾
Dan (penduduk) negeri telah Kami binasakan ketika mereka berbuat zalim, dan telah Kami tetapkan waktu tertentu bagi kebinasaan mereka.
Itulah beberapa negeri yang Kami hancurkan karena penduduknya berbuat zalim dengan mendustakan rasul-rasul yang diutus kepada mereka. Kami telah menetapkan saat kehancuran mereka yang tidak akan tertunda. Begitu pula nasib kaummu yang mendustakanmu, jika mereka tetap tidak mau beriman.
(Dan negeri itu) yang dimaksud adalah penduduknya, seperti kaum Ad dan kaum Tsamud serta lain-lainnya (telah Kami binasakan, ketika mereka berbuat lalim) yakni kafir (dan telah Kami tetapkan bagi kebinasaan mereka) untuk membinasakan mereka. Dan menurut qiraat yang lain dibaca limahlakihim, artinya bagi tempat kebinasaan mereka (waktu tertentu).
وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِفَتَىٰهُ لَآ أَبْرَحُ حَتَّىٰٓ أَبْلُغَ مَجْمَعَ ٱلْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِىَ حُقُبًۭا ﴿٦٠﴾
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: \"Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun\".
Ilmu Allah tidak dapat diketahui oleh siapa pun. Kendatipun demikian, Allah dapat memberikan sebagian ilmu-Nya kepada seorang nabi atau seorang yang saleh. Ingatlah, wahai Muhammad, ketika Mûsâ ibn 'Imrân berkata kepada anak muda (pembantunya dan sekaligus juga muridnya), \"Aku masih akan terus berjalan sampai batas pertemuan dua laut, atau berjalan dalam waktu panjang.\"
(Dan) ingatlah (ketika Musa berkata) Nabi Musa adalah anak lelaki Imran (kepada muridnya) yang bernama Yusya bin Nun; ia selalu mengikutinya dan menjadi pelayannya serta mengambil ilmu daripadanya, (\"Aku tidak akan berhenti) artinya, aku akan terus berjalan (sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan) tempat bertemunya Laut Romawi dan laut Persia dari sebelah Timurnya; yakni tempat bertemunya kedua lautan tersebut (atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun)\" selama bertahun-tahun untuk mencapainya sekalipun jauh.
فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا فَٱتَّخَذَ سَبِيلَهُۥ فِى ٱلْبَحْرِ سَرَبًۭا ﴿٦١﴾
Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu.
Ketika Mûsâ dan pembantunya tiba pada pertemuan dua laut, mereka lupa akan ikan yang mereka bawa atas perintah Allah. Ikan itu jatuh ke laut dan pergi.
(Maka tatkala keduanya sampai ke pertemuan dua buah laut itu) yakni tempat bertemunya kedua laut itu (mereka berdua lupa akan ikannya) Yusya' lupa membawanya ketika berangkat, Nabi Musa pun lupa mengingatkannya (maka ia mengambil) yakni ikan itu melompat untuk mengambil (jalannya ke laut itu) Allahlah yang menjadikan jalan itu, yaitu dengan menjadikan baginya (dalam keadaan berlubang) seperti lubang bekasnya, yaitu lubang yang sangat panjang dan tak berujung. Demikian itu karena Allah swt. menahan arus air demi untuk ikan itu, lalu masuklah ikan itu ke dalamnya dengan meninggalkan bekas seperti lubang dan tidak terhapus karena bekasnya membeku.
فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتَىٰهُ ءَاتِنَا غَدَآءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِن سَفَرِنَا هَٰذَا نَصَبًۭا ﴿٦٢﴾
Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: \"Bawalah kemari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini\".
Lalu, ketika mereka telah menjauh dari tempat itu, mereka merasa lapar dan lelah. Mûsâ berkata kepada pembantunya, \"Keluarkanlah makanan kita, perjalanan kita sungguh melelahkan.\"
(Maka tatkala mereka berdua melewati) tempat itu dengan berjalan kaki sampai dengan waktu makan siang, yaitu pada hari kedua Musa (berkatalah kepada muridnya, \"Bawalah ke mari makanan kita!) yaitu makanan yang biasa dimakan pada siang hari, yakni makan siang (sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini)\" payah, yang hal ini baru mereka rasakan setelah berjalan jauh dari tempat itu.
قَالَ أَرَءَيْتَ إِذْ أَوَيْنَآ إِلَى ٱلصَّخْرَةِ فَإِنِّى نَسِيتُ ٱلْحُوتَ وَمَآ أَنسَىٰنِيهُ إِلَّا ٱلشَّيْطَٰنُ أَنْ أَذْكُرَهُۥ ۚ وَٱتَّخَذَ سَبِيلَهُۥ فِى ٱلْبَحْرِ عَجَبًۭا ﴿٦٣﴾
Muridnya menjawab: \"Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali\".
Pembantu itu berkata, \"Ingatkah Tuan ketika kita tiba di batu tempat berlindung tadi? Aku lupa ikan kita. Kelupaanku itu tentu hanyalah akibat ulah setan. Dan ikan itu pun tentu sudah berlalu di dalam air laut. Aku sendiri sungguh heran dengan kelupaanku ini!\"
(Muridnya menjawab, \"Tahukah kamu) ingatkah kamu (tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi) yakni di tempat tersebut (maka sesungguhnya aku lupa ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku kecuali setan) kemudian Dhamir Ha pada ayat ini dijelaskan oleh ayat berikutnya, yaitu (untuk mengingatnya) lafal ayat ini menjadi Badal Isytimal, artinya setan telah melupakan aku untuk mengingatnya (dan ia mengambil) yakni ikan itu (akan jalannya di laut dengan cara yang aneh sekali.)\" Lafal 'Ajaban menjadi Maf'ul Tsani, artinya, Nabi Musa dan muridnya merasa heran terhadap perihal ikan itu sebagaimana yang telah disebutkan di atas tadi.
قَالَ ذَٰلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ ۚ فَٱرْتَدَّا عَلَىٰٓ ءَاثَارِهِمَا قَصَصًۭا ﴿٦٤﴾
Musa berkata: \"Itulah (tempat) yang kita cari\". Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.
Mûsâ berkata kepadanya, \"Apa yang terjadi ini adalah apa yang kita cari untuk suatu hikmah yang diinginkan Allah.\" Mereka pun kembali meniti jalan semula yang telah dilalui.
(Berkatalah) Musa, (\"Itulah) tempat kita kehilangan ikan itu (tempat) sesuatu (yang kita cari)\" kita cari-cari, karena sesungguhnya hal itu merupakan pertanda bagi kita, bahwa kita akan dapat bertemu dengan orang yang sedang kita cari. (Lalu keduanya kembali) kembali lagi (mengikuti jejak mereka semula) menitinya (secara benar-benar) lalu keduanya sampai di batu besar tempat mereka beristirahat.
فَوَجَدَا عَبْدًۭا مِّنْ عِبَادِنَآ ءَاتَيْنَٰهُ رَحْمَةًۭ مِّنْ عِندِنَا وَعَلَّمْنَٰهُ مِن لَّدُنَّا عِلْمًۭا ﴿٦٥﴾
Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.
Ketika tiba di batu tempat berlindung, mereka mendapatkan seorang hamba Kami yang saleh yang Kami berikan hikmah pengetahuan. Ia Kami ajarkan banyak ilmu.
(Lalu mereka berdua bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami) yaitu Khidhir (yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami) yakni kenabian, menurut suatu pendapat, dan menurut pendapat yang lain kewalian, pendapat yang kedua inilah yang banyak dianut oleh para ulama (dan yang telah Kami ajarkan kepadanya dari sisi Kami) dari Kami secara langsung (ilmu). Lafal 'ilman menjadi Maf'ul Tsani, yaitu ilmu-ilmu yang berkaitan dengan masalah-masalah kegaiban. Imam Bukhari telah meriwayatkan sebuah hadis, bahwa pada suatu ketika Nabi Musa berdiri berkhutbah di hadapan kaum Bani Israel. Lalu ada pertanyaan, \"Siapakah orang yang paling alim?\" Maka Nabi Musa menjawab, \"Aku\". Lalu Allah menegur Nabi Musa karena ia belum pernah belajar (ilmu gaib), maka Allah menurunkan wahyu kepadanya, \"Sesungguhnya Aku mempunyai seorang hamba yang tinggal di pertemuan dua laut, dia lebih alim daripadamu\". Musa berkata, \"Wahai Rabbku! Bagaimanakah caranya supaya aku dapat bertemu dengan dia\". Allah berfirman, \"Pergilah kamu dengan membawa seekor ikan besar, kemudian ikan itu kamu letakkan pada keranjang. Maka manakala kamu merasa kehilangan ikan itu, berarti dia ada di tempat tersebut\". Lalu Nabi Musa mengambil ikan itu dan ditaruhnya pada sebuah keranjang, selanjutnya ia berangkat disertai dengan muridnya yang bernama Yusya bin Nun, hingga keduanya sampai pada sebuah batu yang besar. Di tempat itu keduanya berhenti untuk istirahat seraya membaringkan tubuh mereka, akhirnya mereka berdua tertidur. Kemudian ikan yang ada di keranjang berontak dan melompat keluar, lalu jatuh ke laut. Lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. (Q.S. Al Kahfi, 61) Allah menahan arus air demi untuk jalannya ikan itu, sehingga pada air itu tampak seperti terowongan. Ketika keduanya terbangun dari tidurnya, murid Nabi Musa lupa memberitakan tentang ikan kepada Nabi Musa. Lalu keduanya berangkat melakukan perjalanan lagi selama sehari semalam. Pada keesokan harinya Nabi Musa berkata kepada muridnya, \"Bawalah ke mari makanan siang kita\", sampai dengan perkataannya, \"lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali\". Bekas ikan itu tampak bagaikan terowongan dan Musa beserta muridnya merasa aneh sekali dengan kejadian itu.
قَالَ لَهُۥ مُوسَىٰ هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَىٰٓ أَن تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًۭا ﴿٦٦﴾
Musa berkata kepada Khidhr: \"Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?\"
Mûsâ pun berkata kepada hamba Kami yang saleh itu, \"Bolehkah aku mengikutimu lalu kamu mengajarkan aku apa yang telah Allah ajarkan kepadamu?\"
(Musa berkata kepada Khidhir, \"Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?)\" yakni ilmu yang dapat membimbingku. Menurut suatu qiraat dibaca Rasyadan. Nabi Musa meminta hal tersebut kepada Khidhir. karena menambah ilmu adalah suatu hal yang dianjurkan.
قَالَ إِنَّكَ لَن تَسْتَطِيعَ مَعِىَ صَبْرًۭا ﴿٦٧﴾
Dia menjawab: \"Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku.
Orang itu berkata, \"Kamu tidak akan sabar menemani aku.\"
(Dia menjawab, \"Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku\").
وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَىٰ مَا لَمْ تُحِطْ بِهِۦ خُبْرًۭا ﴿٦٨﴾
Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?\"
\"Bagaimana kamu bisa bersabar terhadap sesuatu yang belum kamu ketahui?\" katanya melanjutkan.
(\"Dan bagaimana kamu dapat bersabar atas sesuatu yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?\") di dalam hadis yang telah disebutkan tadi sesudah penafsiran ayat ini disebutkan, bahwa Khidhir berkata kepada Nabi Musa, \"Hai Musa! Sesungguhnya aku telah menerima ilmu dari Allah yang Dia ajarkan langsung kepadaku; ilmu itu tidak kamu ketahui. Tetapi kamu telah memperoleh ilmu juga dari Allah yang Dia ajarkan kepadamu, dan aku tidak mengetahui ilmu itu\". Lafal Khubran berbentuk Mashdar maknanya kamu tidak menguasainya, atau kamu tidak mengetahui hakikatnya.
قَالَ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ صَابِرًۭا وَلَآ أَعْصِى لَكَ أَمْرًۭا ﴿٦٩﴾
Musa berkata: \"Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun\".
Mûsâ menjawab, \"Insya Allah kamu akan mendapati aku sabar dan patuh pada perintahmu.\"
(Musa berkata, \"Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentang) yakni tidak akan mendurhakai (kamu dalam sesuatu urusan pun)\" yang kamu perintahkan kepadaku. Nabi Musa mengungkapkan jawabannya dengan menggantungkan kemampuannya kepada kehendak Allah, karena ia merasa kurang yakin akan kemampuan dirinya di dalam menghadapi apa yang harus ia lakukan. Hal ini merupakan kebiasaan para nabi dan para wali Allah, yaitu mereka sama sekali tidak pernah merasa percaya terhadap dirinya sendiri walau hanya sekejap, sepenuhnya mereka serahkan kepada kehendak Allah.
قَالَ فَإِنِ ٱتَّبَعْتَنِى فَلَا تَسْـَٔلْنِى عَن شَىْءٍ حَتَّىٰٓ أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًۭا ﴿٧٠﴾
Dia berkata: \"Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu\".
Hamba saleh itu berkata lagi, \"Kalau kamu mengikuti aku, lalu melihat sesuatu yang tidak kau sukai, jangan bertanya tentang hal itu sebelum aku sendiri menjelaskannya kepadamu.\"
(Dia mengatakan, \"Jika kamu ingin mengikuti saya, maka janganlah kamu menanyakan kepada saya) Dalam satu qiraat dibaca dengan Lam berbaris fatah dan Nun bertasydid (tentang sesuatu) yang kamu ingkari menurut pengetahuanmu dan bersabarlah kamu jangan menanyakannya kepadaku (sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu)\" hingga aku menuturkan perihalnya kepadamu berikut sebab musababnya. Lalu Nabi Musa menerima syarat itu, yaitu memelihara etika dan sopan santun murid terhadap gurunya.
فَٱنطَلَقَا حَتَّىٰٓ إِذَا رَكِبَا فِى ٱلسَّفِينَةِ خَرَقَهَا ۖ قَالَ أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْـًٔا إِمْرًۭا ﴿٧١﴾
Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: \"Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?\" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.
Mereka pun kemudian berjalan di tepi pantai lalu menemukan sebuah perahu dan menaikinya. Tetapi hamba itu lalu membocorkan perahu itu di tengah perjalanan. Mûsâ tidak dapat menerima kelakuan itu, lalu bertanya, \"Apa kamu sengaja membocorkan perahu ini untuk menenggelamkan penumpang- penumpangnya? Jika demikian, kamu benar-benar telah melakukan sesuatu yang tak layak!\"
(Maka berjalanlah keduanya) menuruti pinggir pantai (hingga tatkala keduanya menaiki perahu) yang lewat pada keduanya (lalu Khidhir melubanginya) dengan cara mencabut satu keping atau dua keping papan yang ada pada bagian lambungnya dengan memakai kapak, sewaktu perahu telah sampai di tengah laut yang ombaknya besar (Musa berkata) kepada Khidir, (\"Mengapa kamu melubangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?) menurut satu qiraat lafal Litughriqa dibaca Litaghraqa, dan lafal Ahlahaa dibaca Ahluhaa. (Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar)\" yakni kekeliruan yang sangat besar. Menurut suatu riwayat disebutkan, bahwa air laut tidak masuk ke dalam perahu yang telah dilubanginya itu.
قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَن تَسْتَطِيعَ مَعِىَ صَبْرًۭا ﴿٧٢﴾
Dia (Khidhr) berkata: \"Bukankah aku telah berkata: \"Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku\".
Hamba saleh itu menjawab, \"Bukankah sudah kukatakan bahwa kamu tidak akan sabar mengikuti aku?\"
(Dia berkata, \"Bukankah aku telah berkata, 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersamaku)\".
قَالَ لَا تُؤَاخِذْنِى بِمَا نَسِيتُ وَلَا تُرْهِقْنِى مِنْ أَمْرِى عُسْرًۭا ﴿٧٣﴾
Musa berkata: \"Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku\".
Mûsâ berkata, \"Maafkanlah aku atas kelalaianku terhadap pesan-pesanmu tadi. Janganlah kamu bebani aku dengan kesulitan dan kesusahpayahan dalam menerima ilmu darimu.\"
(Musa berkata, \"Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku) yakni atas kealpaanku sehingga aku lupa bahwa aku harus menurutimu dan tidak membantahmu (dan janganlah kamu membebani aku) memberikan beban kepadaku (dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku)\" kerepotan dalam persahabatanku denganmu, atau dengan kata lain, perlakukanlah aku di dalam berteman denganmu dengan penuh maaf dan lapang dada.
فَٱنطَلَقَا حَتَّىٰٓ إِذَا لَقِيَا غُلَٰمًۭا فَقَتَلَهُۥ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًۭا زَكِيَّةًۢ بِغَيْرِ نَفْسٍۢ لَّقَدْ جِئْتَ شَيْـًۭٔا نُّكْرًۭا ﴿٧٤﴾
Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: \"Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar\".
Setelah mereka keluar dari perahu itu dan melanjutkan perjalanan, di tengah perjalanan mereka menemui seorang anak kecil. Hamba saleh itu pun kemudian membunuh anak kecil itu. Mûsâ berkata dengan menunjukkan sikap tidak menerima, \"Apakah kamu membunuh nyawa yang bersih dan tidak berdosa dan tidak pernah melakukan pembunuhan? Sungguh kamu telah melakukan sesuatu yang tidak dapat diterima!\"
(Maka berjalanlah keduanya) sesudah keduanya keluar dari perahu (hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang pemuda) yang masih belum mencapai usia balig, sedang bermain-main bersama dengan teman-temannya, dia adalah anak yang paling cakap parasnya di antara mereka (maka Khidhir membunuhnya) dengan cara menyembelihnya dengan memakai pisau besar, atau mencabut kepalanya dengan tangannya, atau memukulkan kepala anak muda itu ke tembok. Mengenai caranya banyak pendapat yang berbeda. Dalam ayat ini didatangkan huruf Fa 'Athifah, karena pembunuhan itu terjadi langsung sesudah bertemu. Jawabnya Idzaa adalah pada ayat berikutnya yaitu; (Berkatalah ia) yakni Nabi Musa, (\"Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih) jiwa yang masih belum berdosa karena belum mencapai usia taklif. Dan menurut suatu qiraat lafal Zakiyyatan dibaca Zakiyatan (bukan karena dia membunuh orang lain?) dia tidak membunuh orang lain. (Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar).\" Lafal Nukran dapat pula dibaca Nukuran, artinya sesuatu hal yang mungkar.
۞ قَالَ أَلَمْ أَقُل لَّكَ إِنَّكَ لَن تَسْتَطِيعَ مَعِىَ صَبْرًۭا ﴿٧٥﴾
Khidhr berkata: \"Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?\"
Hamba saleh itu berkata, \"Bukankah telah aku katakan bahwa kamu tidak akan sabar untuk diam dan tidak bertanya?\"
(Khidhir berkata, \"Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku)\" hal ini sebagai teguran yang kedua bagimu di samping teguran yang pertama tadi, dalam hal ini alasanmu tidak dapat diterima.
قَالَ إِن سَأَلْتُكَ عَن شَىْءٍۭ بَعْدَهَا فَلَا تُصَٰحِبْنِى ۖ قَدْ بَلَغْتَ مِن لَّدُنِّى عُذْرًۭا ﴿٧٦﴾
Musa berkata: \"Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku\".
Mûsâ menjawab, \"Kalau aku masih bertanya lagi setelah ini nanti, tinggalkanlah aku. Jangan kau temani aku. Kamu telah sampai pada batas alasan boleh meninggalkan aku.\"
Oleh sebab itu maka (berkatalah Musa, \"Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah ini) sesudah kali ini (maka janganlah kamu menemani aku lagi) artinya janganlah kamu mengikuti aku lagi (sesungguhnya kamu telah cukup memberikan kepadaku) dapat dibaca Ladunii atau Ladunnii, artinya dari pihakku (udzur\") alasan agar aku berpisah denganmu.
فَٱنطَلَقَا حَتَّىٰٓ إِذَآ أَتَيَآ أَهْلَ قَرْيَةٍ ٱسْتَطْعَمَآ أَهْلَهَا فَأَبَوْا۟ أَن يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًۭا يُرِيدُ أَن يَنقَضَّ فَأَقَامَهُۥ ۖ قَالَ لَوْ شِئْتَ لَتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًۭا ﴿٧٧﴾
Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: \"Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu\".
Mereka berdua melanjutkan perjalanan sampai tiba di sebuah perkampungan. Di sana mereka meminta makan dari penduduk setempat, tetapi kemudian ditolak. Mereka lalu menemukan sebuah dinding yang condong dan hampir runtuh. Hamba saleh itu pun kemudian menopangnya dan menegakkannya kembali. Mûsâ berkata, \"Kalau kamu mau, tentu kamu dapat meminta upah atas perbuatanmu itu.\"
(Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri) yaitu kota Inthakiyah (mereka meminta dijamu kepada penduduk negeri itu) keduanya meminta kepada mereka supaya memberi makan kepadanya sebagaimana layaknya tamu (tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah) yang tingginya mencapai seratus hasta (yang hampir roboh) mengingat kemiringannya yang sangat (maka Khidhir menegakkan dinding itu) dengan tangannya sendiri (Musa berkata) kepadanya, (\"Jika kamu mau, niscaya kamu mengambil) menurut suatu qiraat dibaca Laittakhadzta (upah untuk itu)\" yakni persenan karena mereka tidak mau menjamu kita, sedangkan kita sangat membutuhkan makanan.
قَالَ هَٰذَا فِرَاقُ بَيْنِى وَبَيْنِكَ ۚ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْتَطِع عَّلَيْهِ صَبْرًا ﴿٧٨﴾
Khidhr berkata: \"Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.
Hamba itu berkata, \"Nampaknya, sikap tidak menerima dari dirimu yang terus-menerus itu menyebabkan kita harus berpisah. Aku akan menceritakan kepadamu hikmah di balik tingkah lakuku yang tidak kau ketahui dan membuatmu tidak sabar untuk mengetahui rahasia sebenarnya.\"
(Khidhir berkata) kepada Nabi Musa, (\"Inilah perpisahan) waktu perpisahan (antara aku dengan kamu). Lafal Baina dimudhafkan kepada hal yang tidak Muta'addi atau berbilang, pengulangan lafal Baina di sini diperbolehkan karena di antara keduanya terdapat huruf 'Athaf Wawu. (Aku akan memberitahukan kepadamu) sebelum perpisahanku denganmu (tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak sabar terhadapnya).
أَمَّا ٱلسَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَٰكِينَ يَعْمَلُونَ فِى ٱلْبَحْرِ فَأَرَدتُّ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَآءَهُم مَّلِكٌۭ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًۭا ﴿٧٩﴾
Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.
\"Perahu yang aku bocorkan itu,\" kata sang hamba menerangkan, \"adalah milik orang-orang lemah dan miskin yang mereka gunakan untuk bekerja di laut mencari rezeki. Aku ingin memperlihatkan bahwa kapal itu tidak bagus, karena di belakang mereka ada raja yang selalu merampas setiap kapal yang bagus.\"
(Adapun perahu itu adalah kepunyaan orang-orang miskin) yang jumlahnya ada sepuluh orang (yang bekerja di laut) dengan menyewakannya, mereka menjadikannya sebagai mata pencaharian (dan aku bertujuan merusakkan perahu itu, karena di hadapan mereka) jika mereka kembali, atau di hadapan mereka sekarang ini (ada seorang raja) kafir (yang mengambil tiap-tiap perahu) yang masih baik (secara ghashab) yakni dengan cara merampasnya. Lafal Ghashban dinashabkan karena menjadi Mashdar yang kedudukannya menjelaskan tentang cara pengambilan itu.
وَأَمَّا ٱلْغُلَٰمُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَآ أَن يُرْهِقَهُمَا طُغْيَٰنًۭا وَكُفْرًۭا ﴿٨٠﴾
Dan adapun anak muda itu, maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.
\"Sedangkan anak kecil yang aku bunuh itu,\" katanya melanjutkan, \"adalah anak sepasang suami istri yang Mukmin. Aku tahu, bahwa jika anak itu hidup dan tumbuh dewasa, ia akan menyebabkan kedua orangtuanya kafir.
(Adapun anak muda itu, kedua orang tuanya adalah orang-orang Mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran), karena sesungguhnya sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadis sahih Muslim, bahwa anak muda itu telah dicap oleh Allah menjadi orang kafir. Dan seandainya ia hidup niscaya dia akan mendorong kedua orang tuanya kepada kekafiran, disebabkan kecintaan keduanya kepadanya, hingga keduanya pasti akan mengikuti jejak anaknya.
فَأَرَدْنَآ أَن يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًۭا مِّنْهُ زَكَوٰةًۭ وَأَقْرَبَ رُحْمًۭا ﴿٨١﴾
Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).
Dengan membunuhnya, aku bermaksud agar Allah memberi ganti dengan anak yang lebih baik sikap beragamanya, lebih berbakti dan lebih sayang.\"
(Dan kami menghendaki, supaya menggantikan bagi kedua orang tuanya) dapat dibaca Yubaddilahuma atau Yubdilahuma (Rabbnya dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya daripada anaknya itu) artinya lebih baik dan lebih bertakwa (dan lebih) daripada anaknya itu (dalam kasih sayangnya) dapat dibaca Ruhman atau Ruhuman, artinya berbakti kepada kedua orang tuanya. Ternyata sesudah itu Allah menggantikan bagi keduanya seorang anak perempuan yang kemudian dikawini oleh seorang nabi, dan dari hasil perkawinannya itu lahirlah seorang nabi. Pada akhirnya Allah memberikan petunjuk kepada suatu umat melalui nabi itu.
وَأَمَّا ٱلْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَٰمَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِى ٱلْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُۥ كَنزٌۭ لَّهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَٰلِحًۭا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَن يَبْلُغَآ أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنزَهُمَا رَحْمَةًۭ مِّن رَّبِّكَ ۚ وَمَا فَعَلْتُهُۥ عَنْ أَمْرِى ۚ ذَٰلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِع عَّلَيْهِ صَبْرًۭا ﴿٨٢﴾
Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya\".
\"Sedangkan dinding yang aku tegakkan dengan tidak mengharap upah,\" masih kata hamba saleh tadi melanjutkan, \"adalah milik dua anak yatim dari penduduk kota itu. Di bawah dinding itu terdapat harta simpanan yang ditinggalkan oleh ayah mereka untuk mereka berdua. Ayah mereka adalah seorang yang saleh. Karena itu Allah ingin memelihara harta simpanan untuk kedua anak itu sampai mereka dewasa dan membutuhkannya, sebagai rahmat kepada keduanya dan penghormatan kepada ayah mereka melalui keturunannya. Apa yang telah aku lakukan itu bukanlah berdasarkan kemauanku, tapi atas dasar perintah Allah. Inilah penjelasan hal-hal yang tersembunyi bagimu, wahai Mûsâ, yang kamu tidak dapat bersabar terhadapnya.\"
(Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak muda yang yatim di kota ini, dan di bawahnya ada harta benda simpanan) yakni harta yang terpendam berupa emas dan perak (bagi mereka berdua, sedangkan ayahnya adalah seorang yang saleh) maka dengan kesalehannya itu ia dapat memelihara kedua anaknya dan harta benda bagi keduanya (maka Rabbmu menghendaki agar mereka berdua sampai kepada kedewasaannya) sampai kepada usia dewasa (dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Rabbmu). Lafal Rahmatan menjadi Maf'ul Lah, sedangkan 'Amilnya adalah lafal Araada (dan bukanlah aku melakukannya itu) yaitu semua hal yang telah disebutkan tadi, yakni melubangi perahu, membunuh anak muda dan mendirikan tembok yang hampir roboh (menurut kemauanku sendiri) berdasarkan keinginanku sendiri, tetapi hal itu kulakukan berdasarkan perintah dan ilham dari Allah. (Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya)\" lafal Tasthi' menurut pendapat lain dibaca Isthaa'a dan Istathas'a artinya mampu. Di dalam ayat ini dan ayat-ayat sebelumnya terdapat berbagai macam ungkapan, yaitu terkadang memakai istilah Aradtu (aku menghendaki); terkadang memakai istilah Aradnaa (kami menghendaki), dan terkadang memakai istilah Araada Rabbuka (Rabbmu menghendaki). Hal ini dinamakan Jam'un Bainal Lughataini atau penganekaragaman ungkapan.
وَيَسْـَٔلُونَكَ عَن ذِى ٱلْقَرْنَيْنِ ۖ قُلْ سَأَتْلُوا۟ عَلَيْكُم مِّنْهُ ذِكْرًا ﴿٨٣﴾
Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain. Katakanlah: \"Aku akan bacakan kepadamu cerita tantangnya\".
Sebagian orang kafir bertanya kepadamu, Muhammad, tentang kisah Dzû al-Qarnain. Katakanlah kepada mereka, \"Akan aku ceritakan kepada kalian sebagian beritanya.\"
(Dan mereka akan bertanya kepadamu) yakni orang-orang yahudi (tentang Zulkarnain) yang namanya adalah Iskandar; dia bukan seorang Nabi (Katakanlah, \"Aku akan bacakan) aku akan kisahkan (kepada kalian mengenainya) tentang perihalnya (sebagai kisah)\".
إِنَّا مَكَّنَّا لَهُۥ فِى ٱلْأَرْضِ وَءَاتَيْنَٰهُ مِن كُلِّ شَىْءٍۢ سَبَبًۭا ﴿٨٤﴾
Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu,
Sesungguhnya Kami telah menjadikan Dzû al-Qarnain berkuasa di muka bumi dan mengendalikannya dengan aturannya. Dan Kami berikan kepadanya pengetahuan yang banyak tentang cara mengendalikan segala sesuatu.
(Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di muka bumi) dengan memudahkan perjalanan baginya di muka bumi ini (dan Kami telah memberikan kepadanya di dalam menghadapi segala sesuatu) yang ia perlukan (jalan untuk mencapainya) jalan yang dapat mengantarkannya kepada yang dikehendakinya.
فَأَتْبَعَ سَبَبًا ﴿٨٥﴾
maka diapun menempuh suatu jalan.
Dengan cara-cara itu dia memperluas kekuasannya di muka bumi. Dia pun menjadikan jalan yang dapat mengantarkannya ke belahan bumi bagian barat.
(Maka dia pun menempuh suatu jalan) yakni dia menempuh jalan ke arah Barat.
حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ مَغْرِبَ ٱلشَّمْسِ وَجَدَهَا تَغْرُبُ فِى عَيْنٍ حَمِئَةٍۢ وَوَجَدَ عِندَهَا قَوْمًۭا ۗ قُلْنَا يَٰذَا ٱلْقَرْنَيْنِ إِمَّآ أَن تُعَذِّبَ وَإِمَّآ أَن تَتَّخِذَ فِيهِمْ حُسْنًۭا ﴿٨٦﴾
Hingga apabila dia telah sampai ketempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat. Kami berkata: \"Hai Dzulkarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka.
Ia berjalan ke arah barat sampai tiba di suatu tempat yang sangat jauh. Ia melihat matahari terbenam di suatu tempat mata air yang berair panas dan mengandung tanah hitam. Di dekat mata air itu, Dzû al-Qarnain mendapatkan suatu kaum yang kafir. Kemudian Allah memberikan ilham kepadanya untuk mengambil salah satu dari dua sikap dalam menghadapi mereka: mengajak mereka beriman--suatu hal yang baik jika mereka menerimanya--atau memerangi mereka jika tidak memenuhi seruan orang yang mengajak beriman.
(Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbenamnya matahari) tempat matahari terbenam (dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam) pengertian terbenamnya matahari di dalam laut hanyalah berdasarkan pandangan mata saja, karena sesungguhnya matahari jauh lebih besar daripada dunia atau bumi (dan dia mendapati di situ) di laut itu (segolongan umat) yang kafir (Kami berkata, \"Hai Zulkarnain!) dengan melalui ilham (Kamu boleh menyiksa) kaum itu dengan cara membunuh mereka (atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka)\" dengan hanya menawan mereka.
قَالَ أَمَّا مَن ظَلَمَ فَسَوْفَ نُعَذِّبُهُۥ ثُمَّ يُرَدُّ إِلَىٰ رَبِّهِۦ فَيُعَذِّبُهُۥ عَذَابًۭا نُّكْرًۭا ﴿٨٧﴾
Berkata Dzulkarnain: \"Adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengazabnya, kemudian dia kembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya.
Dzû al-Qarnain memberi peringatan kepada mereka bahwa barangsiapa di antara mereka yang menzalimi diri dengan tetap melakukan kemuysrikan, maka dia pantas untuk menerima azab di dunia. Kemudian pada hari kiamat, dia akan kembali kepada Tuhannya dan akan diberi azab yang tidak mereka ketahui.
(Berkata Zulkarnain, \"Adapun orang yang aniaya) yang melakukan kemusyrikan (maka kami kelak akan mengazabnya) yaitu kami akan membunuhnya (kemudian dia dikembalikan kepada Rabbnya, lalu Rabb mengazabnya dengan azab yang tiada taranya). Lafal Nukran artinya yang sangat keras, yakni azab yang sangat keras di neraka.
وَأَمَّا مَنْ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحًۭا فَلَهُۥ جَزَآءً ٱلْحُسْنَىٰ ۖ وَسَنَقُولُ لَهُۥ مِنْ أَمْرِنَا يُسْرًۭا ﴿٨٨﴾
Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami\".
Dan barangsiapa yang memenuhi seruannya, beriman kepada Tuhannya dan beramal saleh, maka baginya balasan yang terbaik di akhirat. Di dunia dia akan diperlakukan dengan santun dan baik.
(Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik) yakni surga; diidhafatkannya lafal Jazaa-an kepada lafal Al Husna mengandung makna penjelasan. Dan menurut qiraat yang lain lafal Jazaa-an dibaca Jazaa-u'; sehubungan dengan bacaan ini Imam Al-Farra' mengatakan bahwa dinashabkannya lafal Jazaa-an karena dianggap sebagai kalimat penafsir, maksudnya bila ditinjau dari segi nisbatnya (dan akan Kami titahkan kepadanya perintah yang mudah dari perintah-perintah Kami)\" maksudnya Kami akan memberikan perintah kepadanya dengan perintah yang mudah untuk ia laksanakan.
ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا ﴿٨٩﴾
Kemudian dia menempuh jalan (yang lain).
Kemudian Dzû al-Qarnain berjalan lagi sambil memohon pertolongan Allah. Dia menelusuri jalan yang dapat mengantarkannya ke tempat terbitnya matahari.
(Kemudian ia menempuh jalan yang lain) yaitu menuju ke arah Timur.
حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ مَطْلِعَ ٱلشَّمْسِ وَجَدَهَا تَطْلُعُ عَلَىٰ قَوْمٍۢ لَّمْ نَجْعَل لَّهُم مِّن دُونِهَا سِتْرًۭا ﴿٩٠﴾
Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah Timur) dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu,
Hingga akhirnya ia sampai di tempat matahari terbit--dalam pandangan mata, yaitu pada batas akhir perkampungan. Dia mendapati matahari menyinari suatu kaum yang hidup dengan fitrah asli mereka, tidak ada penutup yang menghalangi mereka dari sengatan panas matahari.
(Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbitnya matahari) tempat matahari terbit (dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat) mereka adalah bangsa Zunuj atau orang-orang Indian (yang Kami tidak menjadikan bagi mereka dari sinarnya) yaitu dari sinar matahari (sesuatu yang melindunginya) baik berupa pakaian atau pun atap-atap. Karena sesungguhnya tanah tempat mereka tinggal tidak dapat menopang bangunan, dan mereka hanya mempunyai tempat perlindungan berupa liang-liang, di tempat tersebut mereka masuk bila matahari terbit, dan bila matahari telah tinggi baru mereka keluar dari liang-liang itu.
كَذَٰلِكَ وَقَدْ أَحَطْنَا بِمَا لَدَيْهِ خُبْرًۭا ﴿٩١﴾
demikianlah. dan sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya.
Seperti halnya yang telah lalu--Dzû al-Qarnain menyeru penduduk negeri belahan barat kepada keimanan--dia pun menyeru penduduk timur. Dia juga memperlakukan mereka seperti yang telah dilakukannya pada yang pertama.
(Demikianlah) perkara itu sebagaimana yang telah Kami ceritakan. (Dan sesungguhnya Kami meliputi terhadap semua apa yang ada padanya) yaitu yang ada pada Zulkarnain berupa alat-alat persenjataan, balatentara dan lain sebagainya (dengan ilmu Kami) yakni Kami mengetahui semuanya.
ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا ﴿٩٢﴾
Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi).
Kemudian Dzû al-Qarnain berjalan lagi--dengan bantuan cara-cara mencapai kesuksesan yang telah disediakan oleh Allah--menelusuri jalan antara timur dan barat.
(Kemudian dia menempuh suatu jalan yang lain lagi).
حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ بَيْنَ ٱلسَّدَّيْنِ وَجَدَ مِن دُونِهِمَا قَوْمًۭا لَّا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ قَوْلًۭا ﴿٩٣﴾
Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan.
Sampai akhirnya dia tiba--pada perjalannya yang ketiga ini--di suatu tempat yang jauh antara dua gunung yang tinggi. Di sana dia mendapati suatu kaum yang tidak mengerti apa-apa yang dikatakan kepada mereka kecuali dengan susah-payah(1). (1) Dua gunung yang mengapit dinding yang disebut dalam tafsir ini adalah gunung Azerbeijan dan Armenia. Menurut riwayat lain, kedua gunung itu terletak di ujung utara perbatasan Turkistan.
(Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah bendungan) dibaca Saddaini atau Suddaini, dan sesudah kedua bendungan tersebut terdapat dua buah gunung, yaitu di salah satu wilayah negeri Turki. Bendungan raja Iskandar akan dibangun di antara kedua buah bukit itu, sebagaimana yang akan dijelaskan nanti (dia mendapati di hadapan kedua bendungan itu) yakni pada sebelah depan keduanya (suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan) mereka tidak dapat memahami pembicaraan melainkan secara lambat sekali. Menurut qiraat yang lain lafal Yafqahuuna dibaca Yufqihuuna.
قَالُوا۟ يَٰذَا ٱلْقَرْنَيْنِ إِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مُفْسِدُونَ فِى ٱلْأَرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا عَلَىٰٓ أَن تَجْعَلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ سَدًّۭا ﴿٩٤﴾
Mereka berkata: \"Hai Dzulkarnain, sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?\"
Ketika mereka mendapati kemampuan dan kekuatan dalam diri Dzû al-Qarnain, mereka memintanya untuk membuat dinding pembatas yang menghadap Ya'jûj dan Ma'jûj, kaum yang selalu mengintai dan membuat kerusakan dan kehancuran di negeri mereka. Sebagai imbalan membuat dinding itu, mereka akan membayar pajak kepada Dzû al-Qarnain.
(Mereka berkata, \"Hai Zulkarnain! Sesungguhnya Yakjuj dan Makjuj itu) dikenal dengan nama Yakjuj dan Makjuj. Kedua nama tersebut merupakan nama 'Ajam bagi dua kabilah, dengan demikian maka I'rabnya tidak menerima tanwin (orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi) mereka gemar merampok dan membuat kerusakan di kala mereka keluar dari sarangnya menuju kami (maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu) yakni upah berupa harta; dan menurut qiraat yang lain lafal Kharjan dibaca Kharaajan (supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?)\" tembok penghalang hingga mereka tidak dapat mencapai kami.
قَالَ مَا مَكَّنِّى فِيهِ رَبِّى خَيْرٌۭ فَأَعِينُونِى بِقُوَّةٍ أَجْعَلْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ رَدْمًا ﴿٩٥﴾
Dzulkarnain berkata: \"Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka,
Dzû al-Qarnain menolak imbalan itu dengan mengatakan, \"Kekayaan dan kekuasaan yang diberikan oleh Allah kepadaku lebih baik dari apa yang kalian tawarkan.\" Kemudian ia mulai membangun dinding dengan meminta mereka membantunya dengan segala kemampuan--tenaga dan perlengkapan--untuk mewujudkan keinginan mereka.
(Zulkarnain berkata, \"Apa yang telah dikuasakan kepadaku) menurut qiraat yang lain lafal Makkannii dibaca Makkananii tanpa diidghamkan (oleh Rabbku terhadapnya) terhadap harta benda dan lain-lainnya (adalah lebih baik) daripada pembayaran kalian yang akan kalian berikan kepadaku, maka aku tidak memerlukannya lagi, dan aku akan membuat tembok penghalang buat kalian sebagai sumbangan suka rela dariku sendiri (maka tolonglah aku dengan kekuatan) apa saja yang aku perlukan dari kalian (agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka) yakni tembok penghalang yang kuat dan tak dapat ditembus.
ءَاتُونِى زُبَرَ ٱلْحَدِيدِ ۖ حَتَّىٰٓ إِذَا سَاوَىٰ بَيْنَ ٱلصَّدَفَيْنِ قَالَ ٱنفُخُوا۟ ۖ حَتَّىٰٓ إِذَا جَعَلَهُۥ نَارًۭا قَالَ ءَاتُونِىٓ أُفْرِغْ عَلَيْهِ قِطْرًۭا ﴿٩٦﴾
berilah aku potongan-potongan besi\". Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzulkarnain: \"Tiuplah (api itu)\". Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata: \"Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar aku kutuangkan ke atas besi panas itu\".
Dia meminta mereka untuk mengumpulkan potongan-potongan besi yang diperlukan. Dengan itu ia membuat dinding tinggi yang menyamai tingginya puncak kedua gunung itu. Kemudian ia menyuruh mereka menyalakan api di atasnya. Mereka pun menyalakan api sehingga besi itu meleleh. Setelah itu leburan tembaga dikucurkan ke besi tadi sampai akhirnya menjadi dinding yang sangat keras.
(Berilah aku potongan-potongan besi)\" sebesar bata kecil yang akan dijadikan sebagai bahan bangunan tembok lalu Zulkarnain membangun tembok penghalang itu daripadanya, dan dia memakai kayu dan batu bara yang dimasukkan di tengah-tengah tembok besi itu. (Sehingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua puncak gunung itu) lafal Shadafaini dapat dibaca Shudufaini dan Shudfaini, artinya sisi bagian puncak kedua bukit itu telah rata dengan bangunan, kemudian dibuatkannyalah peniup-peniup dan api sepanjang bangunan tembok itu (berkatalah Zulkarnain, \"Tiuplah api itu)\" lalu api itu mereka tiup (Hingga apabila besi itu menjadi) berubah bentuknya menjadi (merah) bagaikan api (dia pun berkata, \"Berilah aku tembaga yang mendidih agar kutuangkan ke atas besi panas itu)\" maksudnya tembaga yang dilebur. Lafal Aatuunii dan lafal Ufrigh merupakan kedua Fi'il yang saling berebutan terhadap Ma'mulnya, kemudian dibuanglah Ma'mul dari Fi'il yang pertama karena beramalnya Fi'il yang kedua. Selanjutnya tembaga yang sudah dilebur itu dituangkan ke atas besi yang merah membara, sehingga masuklah tembaga itu ke dalam partikel-partikel potongan besi, akhirnya kedua logam itu menyatu.
فَمَا ٱسْطَٰعُوٓا۟ أَن يَظْهَرُوهُ وَمَا ٱسْتَطَٰعُوا۟ لَهُۥ نَقْبًۭا ﴿٩٧﴾
Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya.
Para penyerang itu pun tidak dapat mendaki dan melubangi dinding tersebut karena amat tinggi dan kerasnya.
(Maka mereka tidak dapat) yakni Yakjuj dan Makjuj itu (mendakinya) memanjat tembok itu karena terlalu tinggi dan terlalu licin (dan mereka tidak dapat pula melubanginya) karena tembok itu terlalu kuat dan tebal sekali.
قَالَ هَٰذَا رَحْمَةٌۭ مِّن رَّبِّى ۖ فَإِذَا جَآءَ وَعْدُ رَبِّى جَعَلَهُۥ دَكَّآءَ ۖ وَكَانَ وَعْدُ رَبِّى حَقًّۭا ﴿٩٨﴾
Dzulkarnain berkata: \"Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar\".
Setelah selesai membangun dinding, Dzû al-Qarnain berkata sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah, \"Dinding ini merupakan rahmat dari Tuhanku kepada hamba-hamba-Nya, dan dinding ini akan tetap berdiri tegak sampai datang ketetapan Allah untuk menghancurkannya, hingga menjadi rata dengan tanah. Dan ketetapan Allah itu pasti terlaksana.\"
(Dia berkata) yakni Zulkarnain, (\"Ini) tembok ini atau bendungan ini, atau kemampuan di dalam membangun ini (adalah rahmat dari Rabbku) merupakan nikmat-Nya, sebab tembok ini dapat mencegah Yakjuj dan Makjuj untuk keluar (maka apabila sudah datang janji Rabbku) yakni saat mereka dapat keluar, bila hari kiamat telah dekat. (Dia akan menjadikannya hancur luluh) rata dengan tanah (dan janji Rabbku itu) tentang keluarnya mereka dan peristiwa-peristiwa lainnya (adalah benar)\" pasti terjadi.
۞ وَتَرَكْنَا بَعْضَهُمْ يَوْمَئِذٍۢ يَمُوجُ فِى بَعْضٍۢ ۖ وَنُفِخَ فِى ٱلصُّورِ فَجَمَعْنَٰهُمْ جَمْعًۭا ﴿٩٩﴾
Kami biarkan mereka di hari itu bercampur aduk antara satu dengan yang lain, kemudian ditiup lagi sangkakala, lalu Kami kumpulkan mereka itu semuanya,
Setelah dinding itu selesai dibangun, dari balik dinding tersebut senantiasa terjadi kekacauan di kalangan Ya'jûj dan Ma'jûj. Mereka tidak lagi dapat menyerang kelompok lain. Maka tatkala hari kiamat tiba dan sangkakala ditiup, Allah akan mengumpulkan semua makhluk untuk dihisab dan diberi balasan.
Selanjutnya Allah berfirman: (Kami biarkan sebagian di antara mereka pada hari itu) pada hari mereka keluar dari tembok itu (bercampur aduk dengan sebagian yang lain) mereka bercampur aduk karena saking banyaknya jumlah mereka (kemudian ditiup lagi sangkakala) untuk membangkitkan mereka menjadi hidup kembali (lalu Kami kumpulkan mereka itu) yakni seluruh makhluk pada suatu tempat di hari kiamat (semuanya).
وَعَرَضْنَا جَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍۢ لِّلْكَٰفِرِينَ عَرْضًا ﴿١٠٠﴾
dan Kami nampakkan Jahannam pada hari itu kepada orang-orang kafir dengan jelas,
Ketika itu, Allah memperlihatkan neraka jahanam kepada orang-orang kafir sehingga tampak menakutkan. Mereka akan dikumpulkan di dalamnya.
(Dan Kami tampakkan) Kami dekatkan (Jahanam pada hari itu kepada orang-orang kafir dengan jelas).
ٱلَّذِينَ كَانَتْ أَعْيُنُهُمْ فِى غِطَآءٍ عَن ذِكْرِى وَكَانُوا۟ لَا يَسْتَطِيعُونَ سَمْعًا ﴿١٠١﴾
yaitu orang-orang yang matanya dalam keadaan tertutup dari memperhatikan tanda-tanda kebesaran-Ku, dan adalah mereka tidak sanggup mendengar.
Hal itu disebabkan karena di dunia, mata mereka lalai dan tidak memperhatikan tanda-tanda kekuasaan Allah, seakan-akan ada sesuatu yang menutupinya. Akibat kesesatan itu, mereka tidak dapat mendengarkan ajaran kebenaran seperti layaknya orang yang kehilangan indera pendengar(1). (1) Maksudnya, orang-orang yang matanya tidak dipergunakan untuk memperhatikan tanda-tanda kekuasaan-Ku di langit dan di bumi sehingga mereka mengingat-Ku. Dengan demikian, ayat ini mengajak manusia untuk mempelajari tanda-tanda yang menunjukkan keberadaan Allah yang terdapat di sekelilingnya.
(Yaitu orang-orang yang matanya) menjadi Badal atau kata ganti dari lafal Al-Kaafiriina yang pada ayat sebelumnya (dalam keadaan tertutup dari memperhatikan ayat-yat-Ku) yakni Alquran, karenanya mereka buta tidak dapat mengambil petunjuk darinya (dan adalah mereka tidak sanggup mendengar) artinya, mereka tidak mampu untuk mendengarkan dari nabi apa yang telah dibacakan kepada mereka, karena mereka membencinya, oleh sebab itu mereka tidak beriman kepadanya.
أَفَحَسِبَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟ أَن يَتَّخِذُوا۟ عِبَادِى مِن دُونِىٓ أَوْلِيَآءَ ۚ إِنَّآ أَعْتَدْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَٰفِرِينَ نُزُلًۭا ﴿١٠٢﴾
maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku? Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka Jahannam tempat tinggal bagi orang-orang kafir.
Apakah penglihatan orang-orang kafir itu buta, sehingga mereka menyangka bahwa usaha mereka menjadikan hamba-hamba-Ku--seperti malaikat dan 'Isâ--sebagai tuhan, lalu menyembahnya selain Aku dapat memberi manfaat dan menjauhkan mereka dari siksa? Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka jahanam sebagai tempat mereka menerima balasan yang setimpal.
(Maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka dapat mengambil hamba-hamba-Ku) yakni para Malaikat-Ku, Nabi 'Isa dan Nabi 'Uzair (menjadi penolong-penolong selain Aku?) yakni tuhan-tuhan yang dapat menolong mereka. Lafal Auliyaa-a ini menjadi Maf'ul Tsani daripada lafal Liyattakhidzuu, sedangkan Maf'ul Tsani daripada lafal Hasiba tidak disebutkan. Maksud ayat: Apakah mereka menyangka bahwa pengambilan mereka terhadap hal-hal yang telah disebutkan itu sebagai sesembahan mereka tidak membuat-Ku murka, dan Aku hanya berdiam diri tidak menghukum mereka? Tentu saja tidak. (Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka Jahanam bagi orang-orang kafir) yaitu bagi mereka dan bagi orang-orang kafir lainnya yang seperti mereka (sebagai tempat tinggal) maksudnya Jahanam itu telah disediakan buat mereka sebagaimana disediakannya tempat tinggal bagi tamu.
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُم بِٱلْأَخْسَرِينَ أَعْمَٰلًا ﴿١٠٣﴾
Katakanlah: \"Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?\"
Wahai Rasul, katakanlah kepada orang-orang kafir itu, \"Apakah kalian sudi kalau aku beritahukan tentang orang-orang yang paling merugi dalam amal perbuatan dan tidak mendapatkan balasan pahala sedikitpun?
(Katakanlah, \"Apakah akan Kami beritahukan kepada kalian tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?)\" lafal A'maalan menjadi Tamyiz atau keterangan pembeda yang bentuknya sama dengan Mumayyaz. Kemudian Allah swt. menjelaskan siapa mereka yang merugi itu, melalui firman berikutnya.
ٱلَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا ﴿١٠٤﴾
Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.
Mereka adalah orang-orang yang rusak amal perbuatannya dalam kehidupan dunia karena keyakinan mereka yang tidak benar, sementara mereka masih menyangka telah berbuat dengan sebaik-baiknya.
(Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini) amal perbuatan mereka batil tidak diterima (sedangkan mereka menyangka) menduga (bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya) yang pasti mereka akan menerima pahala karenanya.
أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ بِـَٔايَٰتِ رَبِّهِمْ وَلِقَآئِهِۦ فَحَبِطَتْ أَعْمَٰلُهُمْ فَلَا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ وَزْنًۭا ﴿١٠٥﴾
Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.
Mereka adalah orang-orang yang mengingkari tanda-tanda kekuasaan Allah dan ingkar terhadap hari kebangkitan dan pembalasan. Maka hilanglah amal perbuatan mereka. Pada hari kiamat nanti, mereka akan mendapatkan kehinaan karena tidak ada sedikit pun amal perbuatan mereka yang dapat diperhitungkan.\"
(Mereka itu orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Rabb mereka) kafir terhadap bukti-bukti yang menunjukkan kepada keesaan-Nya, baik berupa Alquran maupun lain-lainnya (dan kafir terhadap perjumpaan dengan Dia) ingkar pada adanya hari berbangkit, perhitungan amal perbuatan, pahala dan siksaan (maka hapuslah amalan-amalan mereka) yakni ditolak (dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi amalan mereka pada hari kiamat) Kami tidak menganggap sama sekali amal perbuatan mereka.
ذَٰلِكَ جَزَآؤُهُمْ جَهَنَّمُ بِمَا كَفَرُوا۟ وَٱتَّخَذُوٓا۟ ءَايَٰتِى وَرُسُلِى هُزُوًا ﴿١٠٦﴾
Demikianlah balasan mereka itu neraka Jahannam, disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok.
Demikianlah penjelasan dan perincian Kami tentang keadaan mereka. Neraka jahanam adalah balasan bagi mereka karena mereka telah mengingkari dan mengolok-olok ayat-ayat dan para rasul Allah.
(Demikianlah) yakni perihal yang telah Kusebutkan sehubungan dengan dihapusnya amal perbuatan mereka dan lain-lainnya. Lafal Dzaalika menjadi Mubtada sedangkan Khabarnya ialah: (balasan mereka itu neraka Jahanam, disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan Rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok) keduanya menjadi ejekan dan olokan mereka.
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّٰتُ ٱلْفِرْدَوْسِ نُزُلًا ﴿١٠٧﴾
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal,
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, balasan mereka adalah surga Firdaus sebagai tempat tinggal.
(Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka) menurut ilmu Allah (adalah surga Firdaus) yaitu bagian tengah dan bagian teratas daripada surga. Idhafah di sini memberikan pengertian Bayan atau menjelaskan (menjadi tempat tinggal) tempat menetap mereka.
خَٰلِدِينَ فِيهَا لَا يَبْغُونَ عَنْهَا حِوَلًۭا ﴿١٠٨﴾
mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah dari padanya.
Mereka mendapatkan nikmat yang kekal. Mereka pun tidak ingin mencari kenikmatan selainnya.
(Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin) tidak meminta (berpindah daripadanya) pindah ke tempat yang lain.
قُل لَّوْ كَانَ ٱلْبَحْرُ مِدَادًۭا لِّكَلِمَٰتِ رَبِّى لَنَفِدَ ٱلْبَحْرُ قَبْلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَٰتُ رَبِّى وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِۦ مَدَدًۭا ﴿١٠٩﴾
Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)\".
Katakanlah, wahai Rasul, kepada manusia, \"Sesungguhnya ilmu Allah itu meliputi segala sesuatu. Sekiranya air laut dijadikan tinta untuk menulis kalimat Allah yang menunjukkan ilmu dan hikmah-Nya, maka tinta itu akan habis sebelum habis kalimat Allah, meskipun ditambahkan lagi sebanyak itu.\"
(Katakanlah, \"Kalau sekiranya lautan) airnya (menjadi tinta) yaitu sarana untuk menulis (untuk menulis kalimat-kalimat Rabbku) yang menunjukkan kepada kebijaksanaan-kebijaksanaan dan keajaiban-keajaiban ciptaan-Nya, seumpamanya hal itu ditulis (sungguh habislah lautan itu) untuk menulisnya (sebelum habis) dapat dibaca Tanfadza atau Yanfadza, yakni sebelum habis ditulis (kalimat-kalimat Rabbku, meskipun Kami datangkan sebanyak itu) lautan yang sama (sebagai tambahan tintanya.\") niscaya tambahan ini pun akan habis pula, sedangkan kalimat-kalimat Rabbku masih belum habis ditulis. Lafal Madadan dinashabkan karena menjadi Tamyiz.
قُلْ إِنَّمَآ أَنَا۠ بَشَرٌۭ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰٓ إِلَىَّ أَنَّمَآ إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌۭ وَٰحِدٌۭ ۖ فَمَن كَانَ يَرْجُوا۟ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًۭا صَٰلِحًۭا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا ﴿١١٠﴾
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: \"Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa\". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya\".
Katakan pula kepada manusia, \"Sesungguhnya aku hanyalah manusia biasa seperti kalian, yang diutus oleh Allah untuk mengajarkan apa yang telah diajarkan Allah kepadaku. Allah mewahyukan kepadaku bahwa sesungguhnya Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Esa dan tiada sekutu bagi-Nya. Maka barangsiapa mengharap berjumpa dengan Allah dan mendapatkan pahala-Nya, hendaknya ia mengerjakan perbuatan yang baik dengan ikhlas dan menjauhi kemusyrikan dalam beribadah.\"
(Katakanlah, \"Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia) anak Adam (seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku, 'Bahwa sesungguhnya Rabb kalian itu adalah Tuhan Yang Esa.') huruf Anna di sini Maktufah atau dicegah untuk beramal oleh sebab adanya Ma, sedangkan huruf Ma masih tetap status Mashdarnya. Maksudnya; yang diwahyukan kepadaku mengenai keesaan Tuhan (Barang siapa mengharap) bercita-cita (perjumpaan dengan Rabbnya) setelah dibangkitkan dan menerima pembalasan (maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan di dalam beribadah kepada Rabbnya) yakni sewaktu ia beribadah kepada-Nya, seumpamanya ia hanya ingin pamer (dengan seorang pun\").