Setting
Surah The Women [An-Nisa] in Indonesian
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍۢ وَٰحِدَةٍۢ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًۭا كَثِيرًۭا وَنِسَآءًۭ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًۭا ﴿١﴾
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
[[4 ~ AN-NISA' (WANITA) Pendahuluan: Madaniyyah, 176 ayat ~]] Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan yang telah menciptakan kalian dari satu nafs (jiwa). Dari satu nafs itu Dia menciptakan pasangannya, dan dari sepasang nafs tersebut Dia kemudian memperkembangbiakkan banyak laki-laki dan perempuan. Sesungguhnya dari nafs yang satu itulah kalian berasal. Takutlah kepada Allah, tempat kalian memohon segala yang kalian butuhkan dan yang nama-Nya kalian sebut dalam setiap urusan. Peliharalah tali silaturahmi dan janganlah kamu putuskan hubungan silaturahmi itu, baik yang dekat maupun yang jauh. Sesungguhnya Allah selalu mengawasi diri kalian. Tidak ada satu pun urusan kalian yang tersembunyi dari-Nya. Allah akan membalas itu semua.
(Hai manusia) penduduk Mekah (bertakwalah kamu kepada Tuhanmu) artinya takutlah akan siksa-Nya dengan jalan menaati-Nya (yang telah menciptakan kamu dari satu diri) yakni Adam (dan menciptakan daripadanya istrinya) yaitu Hawa; dibaca panjang; dari salah satu tulang rusuknya yang kiri (lalu mengembangbiakkan) menyebarluaskan (dari kedua mereka itu) dari Adam dan Hawa (laki-laki yang banyak dan wanita) yang tidak sedikit jumlahnya. (Dan bertakwalah kepada Allah yang kamu saling meminta) terdapat idgam ta pada sin sedangkan menurut satu qiraat dengan takhfif yaitu membuangnya sehingga menjadi tas-aluuna (dengan nama-Nya) yang sebagian kamu mengatakan kepada sebagian lainnya, \"Saya meminta kepadamu dengan nama Allah,\" (dan) jagalah pula (hubungan silaturahmi) jangan sampai terputus. Menurut satu qiraat dibaca dengan kasrah diathafkan kepada dhamir yang terdapat pada bihi. Mereka juga biasa saling bersumpah dengan hubungan rahim. (Sesungguhnya Allah selalu mengawasi kamu) menjaga perbuatanmu dan memberi balasan terhadapnya. Maka sifat mengawasi selalu melekat dan terdapat pada Allah swt. Ayat berikut diturunkan mengenai seorang anak yatim yang meminta hartanya kepada walinya tetapi ia tidak mau memberikannya.
وَءَاتُوا۟ ٱلْيَتَٰمَىٰٓ أَمْوَٰلَهُمْ ۖ وَلَا تَتَبَدَّلُوا۟ ٱلْخَبِيثَ بِٱلطَّيِّبِ ۖ وَلَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَهُمْ إِلَىٰٓ أَمْوَٰلِكُمْ ۚ إِنَّهُۥ كَانَ حُوبًۭا كَبِيرًۭا ﴿٢﴾
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.
Berikanlah kepada anak yatim harta yang berhak mereka miliki. Peliharalah harta itu demi kemaslahatan mereka. Berikan kepada mereka yang baik dan jangan kalian berikan yang buruk. Jangan pula kalian mengambil harta mereka lalu memasukkannya ke dalam bagian dari harta kalian. Sungguh, hal itu merupakan dosa besar.
(Dan berikanlah kepada anak-anak yatim) yaitu anak-anak yang tidak berbapak (harta mereka) jika sudah balig (dan janganlah kamu tukar yang baik dengan yang buruk) artinya yang halal dengan yang haram dan janganlah kamu ambil harta yang baik dari anak yatim itu lalu kamu ganti dengan hartamu yang jelek (dan jangan kamu makan harta mereka) yang telah dicampur aduk (dengan hartamu. Sesungguhnya itu) maksudnya memakan yang demikian itu (adalah dosa) atau kesalahan (besar). Tatkala ayat ini turun mereka berkeberatan untuk menjadi wali anak yatim. Kemudian di antara mereka ada orang yang memiliki sepuluh atau delapan orang istri sehingga ia tak sanggup untuk berlaku adil di antara mereka, maka turunlah ayat:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا۟ فِى ٱلْيَتَٰمَىٰ فَٱنكِحُوا۟ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ مَثْنَىٰ وَثُلَٰثَ وَرُبَٰعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ فَوَٰحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰٓ أَلَّا تَعُولُوا۟ ﴿٣﴾
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Jika kalian merasa takut berbuat lalim kepada anak-anak yatim, karena merupakan dosa besar, maka takutlah juga akan penderitaan yang dialami oleh istri-istri kalian jika kalian tidak berlaku adil kepada mereka dan jika kalian kawin dengan lebih dari empat istri. Kawinilah, di antara mereka itu, dua, tiga atau empat, jika kalian yakin akan mampu berlaku adil. Jika kalian merasa takut tidak bisa berlaku adil, maka cukup seorang saja. Atau, kawinilah budak-budak perempuan kalian. Hal itu lebih dekat untuk menghindari terjadinya kezaliman dan aniaya,(1) juga lebih dekat untuk tidak memperbanyak anak, yang membuat kalian tidak mampu memberikan nafkah. (1) Prinsip poligami telah disyariatkan sebelumnya oleh agama-agama samawi selain Islam. Syariat Tawrât menetapkan seorang laki- laki boleh menikah dengan siapa saja yang dikehendakinya. Disebutkan bahwa para nabi menikah dengan puluhan wanita. Tawrât adalah kitab perjanjian lama yang menjadi rujukan orang Nasrani manakala mereka tidak menemukan ketentuan hukum dalam Injîl atau risalah-risalah rasul yang bertentangan dengannya. Akan tetapi belum pernah didapatkan ketentuan yang dengan jelas bertentangan dengan Injîl. Pada abad pertengahan, gereja membolehkan praktek poligami. Sebagaimana diketahui dalam sejarah Eropa, para raja banyak melakukan praktek poligami. Dalam hal ini, Islam berbeda dengan syariat agama samawi lainnya. Dalam agama Islam, poligami ada batasannya. Islamlah agama samawi pertama yang membatasi poligami. Ada tiga syarat mengapa Islam membolehkan poligami. Pertama, jumlah istri tidak boleh lebih dari empat. Kedua, suami tidak boleh berlaku zalim terhadap salah satu dari mereka (harus berbuat adil). Ketiga, suami harus mampu memberikan nafkah kepada semua istrinya. Para ahli fikih menetapkan ijmâ' (konsensus) bahwa barangsiapa merasa yakin dirinya tidak akan dapat bersikap adil terhadap wanita yang akan dinikahinya, maka pernikahan itu haram hukumnya. Namun, larangan itu hanya terbatas pada tataran etika keagamaan yang tidak masuk dalam larangan di bawah hukum peradilan. Alasannya, pertama, bersikap adil terhadap semua istri merupakan persoalan individu yang hanya diketahui oleh yang bersangkutan. Kedua, kemampuan memberi nafkah merupakan perkara nisbi yang tidak bisa dibatasi oleh satu ukuran tertentu. Ukurannya sesuai dengan pribadi masing-masing. Ketiga, sikap zalim atau tidak mampu memberi nafkah berkaitan dengan hal-hal yang akan terjadi kemudian. Kesahihan sebuah akad tidak bisa didasarkan pada prediksi, tetapi harus didasarkan pada hal-hal yang nyata. Kadang-kadang seorang yang zalim bisa menjadi adil, dan seorang yang kekurangan harta pada suatu saat akan mampu memberi nafkah. Sebab, harta kekayaan tidak bersifat langgeng. Meskipun demikian, Islam menentukan bila seorang suami berlaku zalim terhadap istrinya atau tidak mampu memberikan nafkah kepadanya, maka istri berhak menuntut cerai. Namun demikian, juga tidak ada larangan bagi suami untuk tetap meneruskan ikatan pernikahannya bila hal itu merupakan pilihan dan kehendaknya. Dengan membolehkan poligami yang dipersempit dengan syarat-syarat di atas, Islam telah menanggulangi berbagai masalah sosial, di antaranya: Pertama, ada kemungkinan jumlah laki-laki berada di bawah jumlah wanita, terutama pada masa-masa setelah terjadi perang. Di beberapa negara Eropa, misalnya, setelah terjadi perang, perbandingan antara laki-laki dan wanita layak nikah mencapai 1:7. Maka merupakan kehormatan bagi seorang wanita untuk menjadi istri, meskipun harus dimadu, daripada harus berpindah-pindah dari satu lelaki ke lelaki lain. Kedua, kadang-kadang terdapat laki-laki dan perempuan yang tidak bisa untuk tidak melakukan hubungan seksual, baik secara sah atau tidak. Maka, demi kemaslahatan umum, akan lebih baik kalau hubungan itu dilegitimasi oleh agama. Bagi wanita, lebih baik menjadi istri daripada berpindah tangan dari yang satu kepada yang lainnya. Meskipun dibolehkannya poligami ini memiliki dampak negatif, tetapi dampak itu jauh lebih kecil daripada jika poligami dilarang, sebab terbukti dapat mencegah terjadinya masalah sosial yang lebih besar dari sekadar berpoligami. Ketiga, tidak mungkin seorang wanita kawin dengan laki-laki beristri kecuali dalam keadaan terpaksa. Kalaupun istri pertama akan menderita lantaran suaminya kawin lagi dengan wanita lain, maka wanita lain itu juga akan mengalami penderitaan lebih besar jika tidak dikawini. Sebab ia bisa menjadi kehilangan harkatnya sebagai wanita atau menjadi wanita tuna susila. Sesuai dengan kaidah yurisprudensi Islam, Ushûl al-Fiqh, risiko yang besar dapat dihindari dengan menempuh risiko yang lebih kecil. Keempat, kadangkala seorang istri menderita penyakit yang membuatnya tidak bisa melakukan hubungan seksual atau mengalami kemandulan. Maka perkawinan dengan wanita lain akan membawa dampak positif bagi yang bersangkutan, di samping dampak sosial. Karena itulah Islam membuka pintu poligami dengan sedikit pembatasan, tidak menutupnya rapat-rapat. Islam adalah syariat Allah yang mengetahui segala sesuatu. Dia Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.
(Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap anak-anak yatim) sehingga sulit bagi kamu untuk menghadapi mereka lalu kamu takut pula tidak akan dapat berlaku adil di antara wanita-wanita yang kamu kawini (maka kawinilah) (apa) dengan arti siapa (yang baik di antara wanita-wanita itu bagi kamu dua, tiga atau empat orang) boleh dua, tiga atau empat tetapi tidak boleh lebih dari itu. (kemudian jika kamu tidak akan dapat berlaku adil) di antara mereka dalam giliran dan pembagian nafkah (maka hendaklah seorang saja) yang kamu kawini (atau) hendaklah kamu batasi pada (hamba sahaya yang menjadi milikmu) karena mereka tidak mempunyai hak-hak sebagaimana istri-istri lainnya. (Yang demikian itu) maksudnya mengawini empat orang istri atau seorang istri saja, atau mengambil hamba sahaya (lebih dekat) kepada (tidak berbuat aniaya) atau berlaku lalim.
وَءَاتُوا۟ ٱلنِّسَآءَ صَدُقَٰتِهِنَّ نِحْلَةًۭ ۚ فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَىْءٍۢ مِّنْهُ نَفْسًۭا فَكُلُوهُ هَنِيٓـًۭٔا مَّرِيٓـًۭٔا ﴿٤﴾
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.
Berikanlah maskawin kepada wanita yang kalian nikahi dengan penuh kerelaan. Tidak ada hak bagi kalian terhadap maskawin itu. Tetapi jika mereka dengan senang hati menyerahkan sebagian hak maskawin itu, ambillah dan manfaatkanlah pemberian itu dengan baik dan terpuji.
(Berikanlah kepada wanita-wanita itu maskawin mereka) jamak dari shadaqah (sebagai pemberian) karena ketulusan dan kesucian hati (Kemudian jika mereka menyerahkan kepadamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati) nafsan merupakan tamyiz yang asalnya menjadi fa'il; artinya hati mereka senang untuk menyerahkan sebagian dari maskawin itu kepadamu lalu mereka berikan (maka makanlah dengan enak) atau sedap (lagi baik) akibatnya sehingga tidak membawa bencana di akhirat kelak. Ayat ini diturunkan terhadap orang yang tidak menyukainya.
وَلَا تُؤْتُوا۟ ٱلسُّفَهَآءَ أَمْوَٰلَكُمُ ٱلَّتِى جَعَلَ ٱللَّهُ لَكُمْ قِيَٰمًۭا وَٱرْزُقُوهُمْ فِيهَا وَٱكْسُوهُمْ وَقُولُوا۟ لَهُمْ قَوْلًۭا مَّعْرُوفًۭا ﴿٥﴾
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.
Janganlah kalian serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, yang tidak bisa mengatur harta benda, harta yang menjadi hak milik mereka. Karena harta mereka dan harta anak yatim itu seolah- olah harta kalian juga yang harus dijaga agar tidak hilang. Allah telah menjadikannya sebagai sumber penghidupan. Dari keuntungannya, berilah kepada mereka sekadar bagian yang mereka butuhkan untuk makan. Berikan pula mereka pakaian. Pergaulilah mereka dengan baik dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik, tanpa menyakiti dan merendahkannya.
(Dan janganlah kamu serahkan) hai para wali (kepada orang-orang yang bebal) artinya orang-orang yang boros dari kalangan laki-laki, wanita dan anak-anak (harta kamu) maksudnya harta mereka yang berada dalam tanganmu (yang dijadikan Allah sebagai penunjang hidupmu) qiyaaman mashdar dari qaama; artinya penopang hidup dan pembela kepentinganmu karena akan mereka habiskan bukan pada tempatnya. Menurut suatu qiraat dibaca qayyima jamak dari qiimah; artinya alat untuk menilai harga benda-benda (hanya berilah mereka belanja daripadanya) maksudnya beri makanlah mereka daripadanya (dan pakaian dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik) misalnya janjikan jika mereka telah dewasa, maka harta mereka itu akan diberikan semuanya kepada mereka.
وَٱبْتَلُوا۟ ٱلْيَتَٰمَىٰ حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغُوا۟ ٱلنِّكَاحَ فَإِنْ ءَانَسْتُم مِّنْهُمْ رُشْدًۭا فَٱدْفَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ أَمْوَٰلَهُمْ ۖ وَلَا تَأْكُلُوهَآ إِسْرَافًۭا وَبِدَارًا أَن يَكْبَرُوا۟ ۚ وَمَن كَانَ غَنِيًّۭا فَلْيَسْتَعْفِفْ ۖ وَمَن كَانَ فَقِيرًۭا فَلْيَأْكُلْ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَٰلَهُمْ فَأَشْهِدُوا۟ عَلَيْهِمْ ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ حَسِيبًۭا ﴿٦﴾
Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).
Ujilah kemampuan berpikir anak-anak yatim tersebut, selidikilah keadaannya dan kemampuannya menggunakan harta sebelum menginjak dewasa. Jika mereka telah memenuhi kelayakan untuk menikah, dan menurut pendapat kalian mereka telah pandai memelihara harta, maka serahkanlah harta-harta mereka. Janganlah kalian memakan harta anak-anak yatim dengan melampaui batas dan juga janganlah tergesa-gesa memanfaatkannya selagi mereka belum dewasa. Barangsiapa, di antara pemelihara harta itu, yang mampu, maka hendaknya ia menahan diri untuk tidak memakannya. Barangsiapa yang fakir, maka ia cukup memakan harta itu menurut yang sepatutnya. Dan, bila kalian telah benar-benar menyerahkan harta itu kepada mereka, hendaknya kalian menyediakan saksi. Cukuplah Allah sebagai pembalas dan pengawas atas persaksian itu.
(Dan hendaklah kamu uji anak-anak yatim itu) sebelum mereka balig yakni mengenai keagamaan dan tingkah laku mereka (hingga setelah mereka sampai umur untuk kawin) artinya telah mampu untuk itu dengan melihat keadaan dan usia; menurut Imam Syafii 15 tahun penuh (maka jika menurut pendapatmu) atau penglihatanmu (mereka telah cerdas) artinya pandai menjaga agama dan harta mereka (maka serahkanlah kepada mereka itu harta-harta mereka dan janganlah kamu memakannya) hai para wali (secara berlebih-lebihan) tanpa hak; ini menjadi hal (dan dengan tergesa-gesa) untuk membelanjakannya karena khawatir (mereka dewasa) hingga harta itu harus diserahkan kepada yang berhak. (Dan barang siapa) di antara para wali (yang mampu, maka hendaklah ia menahan diri) dari mengambil dan memakan harta anak yatim itu (sedangkan siapa yang miskin, maka bolehlah ia memakan) harta itu (secara sepatutnya) artinya sekadar upah jerih payahnya. (Kemudian apabila kamu menyerahkan kepada mereka) maksudnya kepada anak-anak yatim (harta mereka, maka hendaklah kamu persaksikan terhadap mereka) yakni bahwa mereka telah menerimanya dan tanggung jawabmu telah selesai. Maksudnya ialah siapa tahu kalau-kalau terjadi persengketaan nanti, maka kamu dapat mempergunakan para saksi itu. Maka perintah ini tujuannya ialah untuk memberi petunjuk (Dan cukuplah Allah) ba merupakan tambahan (sebagai pengawas) yang mengawasi perbuatan-perbuatan hamba-Nya dan memberi mereka ganjaran. Ayat berikut ini diturunkan untuk menolak kebiasaan orang-orang jahiliah yang tidak mau memberi harta warisan kepada golongan wanita dan anak-anak.
لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌۭ مِّمَّا تَرَكَ ٱلْوَٰلِدَانِ وَٱلْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٌۭ مِّمَّا تَرَكَ ٱلْوَٰلِدَانِ وَٱلْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ ۚ نَصِيبًۭا مَّفْرُوضًۭا ﴿٧﴾
Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.
Laki-laki mendapatkan hak bagian dari harta peninggalan orangtua dan kerabat karibnya sebagai warisan. Demikian pula bagi wanita, ada hak bagian dari harta peninggalan itu, tanpa dihilangkan atau dikurangi. Bagian-bagian tersebut telah ditentukan demikian, baik harta itu sedikit maupun banyak.
(Bagi laki-laki) baik anak-anak maupun karib kerabat (ada bagian) atau hak (dari harta peninggalan ibu bapak dan karib kerabat) yang meninggal dunia (dan bagi wanita ada bagian pula dari harta peninggalan ibu bapak dan karib kerabat, baik sedikit daripadanya) maksudnya dari harta itu (atau banyak) yang dijadikan Allah (sebagai hak yang telah ditetapkan) artinya hak yang pasti yang harus diserahkan kepada mereka.
وَإِذَا حَضَرَ ٱلْقِسْمَةَ أُو۟لُوا۟ ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينُ فَٱرْزُقُوهُم مِّنْهُ وَقُولُوا۟ لَهُمْ قَوْلًۭا مَّعْرُوفًۭا ﴿٨﴾
Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.
Apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim atau orang-orang miskin yang tidak memiliki hak atas bagian itu, maka berikanlah kepada mereka secukupnya dari bagian itu sebagai penghargaan atas mereka agar terhindar dari rasa dengki di hati mereka. Dan, sebaiknya, pemberian itu disertai dengan ucapan yang baik.
(Dan apabila pembagian harta warisan dihadiri oleh karib kerabat) yakni dari golongan yang tidak beroleh warisan (dan anak-anak yatim serta orang-orang miskin, maka berilah mereka daripadanya sekadarnya) sebelum dilakukan pembagian (dan ucapkanlah) hai para wali (kepada mereka) yakni jika mereka masih kecil-kecil (kata-kata yang baik) atau lemah-lembut, seraya meminta maaf kepada kaum kerabat yang tidak mewarisi itu, bahwa harta peninggalan ini bukan milik kalian tetapi milik ahli waris yang masih kecil-kecil. Ada yang mengatakan bahwa hukum ini yakni pemberian kepada kaum kerabat yang tidak mewarisi telah dinasakhkan/dihapus. Tetapi ada pula yang mengatakan tidak, hanya manusialah yang mempermudah dan tidak melakukannya. Berdasarkan itu maka hukumnya sunah, tetapi Ibnu Abbas mengatakannya wajib.
وَلْيَخْشَ ٱلَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا۟ مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةًۭ ضِعَٰفًا خَافُوا۟ عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْيَقُولُوا۟ قَوْلًۭا سَدِيدًا ﴿٩﴾
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
Manusia sekali-kali tidak boleh berlaku zalim terhadap anak-anak yatim. Hendaklah mereka merasa takut terhadap keturunannya yang lemah akan menerima perlakuan zalim sebagaimana yang dirasakan oleh anak-anak yatim. Bertakwalah kepada Allah dalam menghadapi anak-anak yatim. Berbicaralah dengan ucapan yang mengarah kepada kebenaran tanpa berlaku zalim kepada siapa pun.
(Dan hendaklah bersikap waspada) maksudnya terhadap nasib anak-anak yatim (orang-orang yang seandainya meninggalkan) artinya hampir meninggalkan (di belakang mereka) sepeninggal mereka (keturunan yang lemah) maksudnya anak-anak yang masih kecil-kecil (mereka khawatir terhadap nasib mereka) akan terlantar (maka hendaklah mereka bertakwa kepada Allah) mengenai urusan anak-anak yatim itu dan hendaklah mereka lakukan terhadap anak-anak yatim itu apa yang mereka ingini dilakukan orang terhadap anak-anak mereka sepeninggal mereka nanti (dan hendaklah mereka ucapkan) kepada orang yang hendak meninggal (perkataan yang benar) misalnya menyuruhnya bersedekah kurang dari sepertiga dan memberikan selebihnya untuk para ahli waris hingga tidak membiarkan mereka dalam keadaan sengsara dan menderita.
إِنَّ ٱلَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَٰلَ ٱلْيَتَٰمَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِى بُطُونِهِمْ نَارًۭا ۖ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًۭا ﴿١٠﴾
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).
Orang-orang yang berlaku zalim terhadap anak-anak yatim dengan memakan hartanya secara tidak benar, sebenarnya mereka memakan sesuatu yang menggiringnya ke api neraka. Mereka akan menerima siksa pada hari kiamat berupa api neraka yang sangat menyakitkan.
(Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak-anak yatim secara aniaya) maksudnya tanpa hak (bahwasanya mereka menelan api sepenuh perut mereka) karena harta itu akan berubah di akhirat nanti menjadi api (dan mereka akan masuk) dalam bentuk kalimat aktif atau pun pasif (api yang bernyala-nyala) yakni api neraka yang menyebabkan mereka terbakar hangus.
يُوصِيكُمُ ٱللَّهُ فِىٓ أَوْلَٰدِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ ٱلْأُنثَيَيْنِ ۚ فَإِن كُنَّ نِسَآءًۭ فَوْقَ ٱثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۖ وَإِن كَانَتْ وَٰحِدَةًۭ فَلَهَا ٱلنِّصْفُ ۚ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَٰحِدٍۢ مِّنْهُمَا ٱلسُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُۥ وَلَدٌۭ ۚ فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُۥ وَلَدٌۭ وَوَرِثَهُۥٓ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ ٱلثُّلُثُ ۚ فَإِن كَانَ لَهُۥٓ إِخْوَةٌۭ فَلِأُمِّهِ ٱلسُّدُسُ ۚ مِنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍۢ يُوصِى بِهَآ أَوْ دَيْنٍ ۗ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًۭا ۚ فَرِيضَةًۭ مِّنَ ٱللَّهِ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًۭا ﴿١١﴾
Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Allah memerintahkan kalian, dalam urusan warisan anak-anak dan kedua orangtua kalian bila kalian meninggal dunia, untuk melakukan sesuatu yang bisa mewujudkan keadilan dan perbaikan. Apabila anak yang ditinggalkan terdiri atas laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang anak laki-laki dua kali bagian anak perempuan. Apabila semua anaknya perempuan, dan lebih dari dua orang, maka mereka mendapat dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Secara tersirat, ayat ini bisa dipahami bahwa bila jumlah anak perempuan itu hanya dua orang, bagian mereka sama dengan bila mereka berjumlah lebih dari dua orang. Jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta yang ditinggalkan. Apabila si mayit meninggalkan bapak dan ibu, maka bagian masing-masing seperenam, jika ia mempunyai anak, laki- laki atau perempuan. Tetapi bila ia tidak mempunyai anak, dan yang mewarisi hanya ibu dan bapak saja, maka bagian ibu adalah sepertiga dan sisanya menjadi bagian bapak. Jika mayit itu mempunyai saudara, maka ibunya menerima seperenam, dan sisanya menjadi bagian bapak, tanpa ada bagian untuk saudara- saudaranya. Bagian-bagian ini diberikan kepada yang berhak setelah dibayar utang-utangnya dan telah dilaksanakan apa yang diwasiatkan, selama dalam batasan syariat. Inilah hukum Allah yang adil dan mengandung kebijaksanaan. Kalian tidak mengetahui siapa di antara bapak dan anak kalian yang lebih banyak manfaatnya bagi kalian. Sesungguhnya kebaikan ada pada perintah Allah. Allah Maha Mengetahui maslahat kalian dan Mahabijaksana pada apa-apa yang diwajibkan kepada kalian.
(Allah mewasiatkan atau menitahkan padamu mengenai anak-anakmu) dengan apa yang akan disebutkan ini: (yaitu bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan) di antara mereka. Jika ketiga mereka itu berkumpul, maka bagi yang lelaki seperdua harta dan bagi kedua anak perempuan seperdua pula. Sedangkan jika yang ditemui itu hanya seorang anak lelaki dan seorang perempuan, maka bagi yang perempuan itu hanya sepertiga sementara bagi yang laki-laki dua pertiga. Dan sekiranya yang laki-laki itu tunggal, maka ia menghabisi semua harta (jika mereka) maksudnya anak-anak itu (hanya perempuan) saja (lebih dari dua orang maka bagi mereka dua pertiga harta yang ditinggalkan) mayat; demikian pula jika jumlah mereka dua orang karena mereka itu dua bersaudara yang tercakup dalam firman Allah swt., \"... maka bagi mereka dua pertiga dari harta peninggalan,\" mereka lebih utama apalagi mengingat bahwa seorang anak perempuan berhak sepertiga harta jika bersama seorang anak laki-laki sehingga dengan demikian jika dia bersama seorang anak perempuan lebih utama lagi dan lebih didahulukan dari hubungan apa pun. Ada pula yang mengatakan bahwa demikian itu ialah untuk menghilangkan dugaan bertambahnya bagian dengan bertambahnya bilangan, yakni tatkala timbul pengertian bahwa dengan diberikannya sepertiga bagian untuk seorang anak perempuan jika ia bersama seorang anak laki-laki, maka dua orang anak perempuan beroleh dua pertiga bagian. (Jika dia) maksudnya anak perempuan itu (seorang saja) menurut qiraat dengan baris di depan sehingga kaana dianggap sebagai tam dan bukan naqish. (maka ia memperoleh seperdua harta sedangkan untuk kedua orang tuanya) maksudnya orang tua mayat yang di sini diberi badal dengan (bagi masing-masing mereka seperenam dari harta pusaka; yakni jika si mayat itu mempunyai anak) baik laki-laki maupun wanita. Ditekankannya badal ialah untuk menyatakan bahwa kedua orang tua itu tidaklah berserikat padanya. Dan terhadap adanya anak dianggap adanya cucu, begitu pula terhadap adanya bapak adanya kakek. (Jika si mayat tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua orang tuanya) saja atau bersama istrinya (maka bagi ibunya) dapat dibaca li-ummihi dengan hamzah baris di depan dan boleh pula limmihi dengan hamzah baris di bawah untuk meringankan bertemunya dhammah dan kasrah pada dua tempat yang berdekatan (sepertiga) maksudnya sepertiga dari harta yang telah dibagikan kepada pihak istri, sedangkan sisanya buat bapak. (Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa orang saudara) maksudnya dua orang atau lebih, baik laki-laki atau perempuan (maka bagi ibunya seperenam) sedangkan sisanya untuk bapaknya, sementara saudara-saudaranya itu tidak beroleh bagian apa-apa. Dan pembagian warisan seperti tersebut di atas itu ialah (setelah) dilaksanakannya (wasiat yang dibuatnya) dibaca yuushii atau yuushaa dalam bentuk aktif atau pun pasif (atau) dibayarnya (utangnya). Dan disebutkannya lebih dulu pemenuhan wasiat daripada pembayaran utang, walaupun pelaksanaannya dibelakangkan ialah dengan maksud untuk tidak mengabaikannya. (Mengenai orang tuamu dan anak-anakmu) menjadi mubtada sedangkan khabarnya ialah: (tidaklah kamu ketahui manakah yang lebih dekat kepadamu manfaatnya) di dunia dan di akhirat. Ada orang yang mengira bahwa putranyalah yang lebih banyak kegunaannya kepadanya, lalu diberinya harta warisan sehingga dengan demikian ternyatalah bahwa bapaklah yang lebih bermanfaat bagi manusia, demikian sebaliknya. Maka yang mengetahui soal itu hanyalah Allah swt. dan itulah sebabnya diwajibkan-Nya pembagian pusaka. (Ini adalah ketetapan dari Allah; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui) terhadap makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana) tentang peraturan-peraturan yang diberikan-Nya kepada mereka; artinya Dia tetap bersifat bijaksana dalam semuanya itu.
۞ وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَٰجُكُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّهُنَّ وَلَدٌۭ ۚ فَإِن كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌۭ فَلَكُمُ ٱلرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ ۚ مِنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍۢ يُوصِينَ بِهَآ أَوْ دَيْنٍۢ ۚ وَلَهُنَّ ٱلرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّكُمْ وَلَدٌۭ ۚ فَإِن كَانَ لَكُمْ وَلَدٌۭ فَلَهُنَّ ٱلثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُم ۚ مِّنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍۢ تُوصُونَ بِهَآ أَوْ دَيْنٍۢ ۗ وَإِن كَانَ رَجُلٌۭ يُورَثُ كَلَٰلَةً أَوِ ٱمْرَأَةٌۭ وَلَهُۥٓ أَخٌ أَوْ أُخْتٌۭ فَلِكُلِّ وَٰحِدٍۢ مِّنْهُمَا ٱلسُّدُسُ ۚ فَإِن كَانُوٓا۟ أَكْثَرَ مِن ذَٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَآءُ فِى ٱلثُّلُثِ ۚ مِنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍۢ يُوصَىٰ بِهَآ أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَآرٍّۢ ۚ وَصِيَّةًۭ مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌۭ ﴿١٢﴾
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.
Suami mendapatkan separuh dari harta yang ditinggalkan oleh istri, jika si istri tidak mempunyai anak darinya atau dari suami yang lain. Jika sang istri mempunyai anak, maka suami mendapatkan seperempat dari harta yang ditinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau sesudah utangnya dibayar. Istri--satu atau lebih--memperoleh seperempat harta yang ditinggalkan suami, jika suami tidak mempunyai anak dari istri yang ditinggalkan atau dari istri yang lain. Jika si suami mempunyai anak dari istri itu atau dari istri yang lain, maka si istri menerima seperdelapan dari harta yang ditinggalkan sesudah dipenuhi wasiat atau sesudah dibayar utang-utangnya. Bagian cucu sama dengan bagian anak seperti di atas. Jika si pewaris itu, baik laki-laki maupun perempuan, tidak meninggalkan ayah dan anak tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki atau perempuan seibu, maka masing-masing mendapat seperenam dari harta yang ditinggalkan. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama menerima sepertiga dari harta yang ditinggalkan, sesudah utang-utangnya dibayar atau setelah dilaksanakan wasiat yang tidak mendatangkan mudarat bagi ahli waris, yaitu yang tidak melampaui sepertiga dari harta yang ditinggalkan setelah melunasi utang. Laksanakanlah, wahai orang-orang yang beriman, apa-apa yang diwasiatkan Allah kepada kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui orang-orang yang berbuat adil dan zalim di antara kalian dan Maha Panyabar, tidak menyegerakan hukuman bagi yang melanggar.
(Dan bagi kamu, suami-suami, seperdua dari harta peninggalan istri-istrimu jika mereka tidak mempunyai anak) baik dari kamu maupun dari bekas suaminya dulu. (Tetapi jika mereka mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta peninggalan, yakni setelah dipenuhinya wasiat yang mereka buat atau dibayarnya utang mereka.) Dalam hal ini cucu dianggap sama dengan anak menurut ijmak. (Dan bagi mereka) artinya para istri itu baik mereka berbilang atau tidak (seperempat dari harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak; dan jika kamu mempunyai anak) baik dari istrimu itu maupun dari bekas istrimu (maka bagi mereka seperdelapan dari harta peninggalanmu, yakni setelah dipenuhinya wasiat yang kamu buat atau dibayarnya utangmu). Dalam hal ini cucu dianggap sama dengan anak menurut ijmak. (Jika seorang laki-laki yang diwarisi itu) menjadi sifat, sedangkan khabarnya: (kalalah) artinya tidak meninggalkan bapak dan tidak pula anak (atau perempuan) yang mewaris secara kalalah (tetapi ia mempunyai) maksudnya yang diwarisi itu (seorang saudara laki-laki atau seorang saudara perempuan) maksudnya yang seibu, dan jelas-jelas dibaca oleh Ibnu Masud dan lain-lain (maka masing-masing jenis saudara itu memperoleh seperenam) harta peninggalan. (Tetapi jika mereka itu) maksudnya saudara-saudara yang seibu itu, baik laki-laki maupun perempuan (lebih daripada itu) maksudnya lebih dari seorang (maka mereka berserikat dalam sepertiga harta) dengan bagian yang sama antara laki-laki dan perempuan (sesudah dipenuhinya wasiat yang dibuatnya atau dibayarnya utangnya tanpa memberi mudarat) menjadi hal dari dhamir yang terdapat pada yuushaa; artinya tidak menyebabkan adanya kesusahan bagi para ahli waris, misalnya dengan berwasiat lebih dari sepertiga harta (sebagai amanat) atau pesan, dan merupakan mashdar yang mengukuhkan dari yuushiikum (dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui) faraid atau tata cara pembagian pusaka yang diatur-Nya buat makhluk-Nya (lagi Maha Penyantun) dengan menangguhkan hukuman terhadap orang-orang yang melanggarnya. Kemudian mengenai pembagian pusaka terhadap ahli-ahli waris tersebut yang mengandung keraguan dengan adanya halangan seperti pembunuhan atau perbedaan agama dan menjadi murtad, maka penjelasannya diserahkan pada sunah.
تِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ ۚ وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ يُدْخِلْهُ جَنَّٰتٍۢ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَا ۚ وَذَٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ ﴿١٣﴾
(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam surga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar.
Hukum-hukum yang telah disebutkan tentang warisan itu merupakan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah kepada hamba-Nya agar dikerjakan dan tidak dilanggar. Barangsiapa taat kepada hukum- hukum Allah dan Rasul-Nya, maka ganjarannya adalah surga yang dialiri sungai-sungai. Mereka akan kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar(1). (1) Sistem pembagian warisan yang telah dijelaskan al-Qur'ân merupakan aturan yang paling adil dalam semua perundang-undangan di dunia. Hal itu diakui oleh seluruh pakar hukum di Eropa. Ini merupakan bukti bahwa al-Qur'ân adalah benar-benar datang dari Allah, sebab saat itu belum ada sistem hukum yang mengatur hal-hal seperti itu, termasuk dalam sistem hukum Romawi, Persia atau sistem hukum yang ada sebelumnya. Secara garis besar, keadilan sistem tersebut terangkum dalam hal-hal berikut. Pertama, hukum waris ditetapkan oleh syariat, bukan oleh pemilik harta, tanpa mengabaikan keinginannya. Pemilik harta berhak menetapkan wasiat yang baik sepertiga dari harta peninggalan sebagai pengganti dari ketentuan-ketentuan agama yang belum dilaksanakan seperti mengeluarkan zakat, atau pemberian kepada mereka yang membutuhkan selain yang berhak menerima bagian. Wasiat tidak boleh dilaksanakan bila bermotifkan maksiat atau mendorong berlanjutnya maksiat. Syariat menentukan sepertiga dari harta yang ditinggalkan, bila ada wasiat. Bila tidak, seluruh harta dibagikan kepada yang berhak menerima. Bisa juga di bawah sepertiga, dan selebihnya dibagikan sesuai dengan ketentuan syariat. Kedua, harta waris dua pertiga yang diatur oleh Allah, diberikan kepada kerabat yang terdekat, tanpa membedakan antara kecil dan besar. Anak-anak mendapatkan bagian lebih banyak dari yang lainnya karena mereka merupakan pelanjut orang yang meninggal yang pada umumnya masih lemah. Meskipun demikian, selain mereka, masih ada lagi yang berhak menerima warisan seperti ibu, nenek, bapak, kakek, walaupun dengan jumlah yang lebih sedikit. Ketiga, dalam pembagian warisan juga diperhatikan sisi kebutuhan. Atas dasar pertimbangan itu, bagian anak menjadi lebih besar. Sebab, kebutuhan mereka itu lebih besar dan mereka masih akan menghadapi masa hidup lebih panjang. Pertimbangan kebutuhan itu pulalah yang menyebabkan bagian wanita separuh dari bagian laki-laki. Sebab, kebutuhan laki-laki terhadap harta lebih besar, seperti tuntutan memberi nafkah kepada anak dan istri. Hal ini sesuai dengan fitrah manusia di mana wanita mempunyai tanggung jawab mengatur rumah dan mengasuh anak. Sedangkan laki-laki bekerja mencari nafkah di luar rumah dan menyediakan anggaran kebutuhan rumah tangga. Maka, dengan demikian, keadilan diukur sesuai dengan kebutuhan. Merupakan sikap yang tidak adil apabila keduanya diperlakukan secara sama, sementara tuntutan kebutuhan masing-masing berbeda. Keempat, dasar ketentuan syariat Islam dalam pembagian harta waris adalah distribusi, bukan monopoli. Maka, harta warisan tidak hanya dibagikan kepada anak sulung saja, atau laki-laki saja, atau anak-anak mayit saja. Kerabat yang lain seperti orang tua, saudara, paman, juga berhak. Bahkan hak waris juga bisa merata dalam satu kabilah, meskipun dalam prakteknya diutamakan dari yang terdekat. Jarang sekali terjadi warisan dimonopoli oleh satu orang saja. Kelima, wanita tidak dilarang menerima warisan seperti pada bangsa Arab dahulu. Wanita juga berhak menerima. Dengan begitu berarti Islam menghormati wanita dan memberikan hak-haknya secara penuh. Lebih dari itu Islam juga memberikan bagian warisan kepada kerabat pihak wanita seperti saudara laki-laki dan perempuan dari ibu. Ini juga berarti sebuah penghargaan terhadap kaum wanita yang belum pernah terjadi sebelum Islam.
(Itulah) maksudnya hukum-hukum tersebut semenjak urusan anak yatim hingga berikutnya (ketentuan-ketentuan Allah) syariat-syariat yang ditetapkan-Nya buat hamba-hamba-Nya agar mereka patuhi dan tidak dikhianati. (Barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya) mengenai hukum-hukum yang ditetapkan-Nya itu (maka akan dimasukkan-Nya) ada yang membaca nudkhiluhu; artinya Kami masukkan ia, dengan maksud merubah pembicaraan kepada orang pertama (ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan itulah kemenangan yang besar).
وَمَن يَعْصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُۥ يُدْخِلْهُ نَارًا خَٰلِدًۭا فِيهَا وَلَهُۥ عَذَابٌۭ مُّهِينٌۭ ﴿١٤﴾
Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.
Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya serta melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, maka neraka merupakan ganjaran baginya dan ia kekal di dalamnya. Tubuhnya akan disiksa dengan api. Bagitu pula jiwanya akan menderita karena siksa yang pedih.
(Dan siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya serta melanggar aturan-aturan-Nya, maka akan dimasukkan-Nya) ada dua versi dengan memakai ya dan ada pula dengan memakai nun (ke dalam api neraka, kekal ia di dalamnya dan baginya) di dalamnya (siksa yang menghinakan) di samping menciutkan hati. Pada kedua ayat terdapat lafal man sedangkan pada khaalidiina makna atau artinya.
وَٱلَّٰتِى يَأْتِينَ ٱلْفَٰحِشَةَ مِن نِّسَآئِكُمْ فَٱسْتَشْهِدُوا۟ عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةًۭ مِّنكُمْ ۖ فَإِن شَهِدُوا۟ فَأَمْسِكُوهُنَّ فِى ٱلْبُيُوتِ حَتَّىٰ يَتَوَفَّىٰهُنَّ ٱلْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ ٱللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلًۭا ﴿١٥﴾
Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya.
Bagi wanita yang melakukan zina, bila dipersaksikan oleh empat orang saksi yang adil, harus dikurung dalam rumah untuk menjaga dan menghindari kerusakan dan kejahatan, sampai datang ajalnya atau sampai Allah membuka jalan kehidupan yang lurus dengan cara perkawinan atau tobat.
(Dan wanita-wanita yang melakukan perbuatan keji) maksudnya berzina di antara wanita-wanitamu (maka persaksikanlah mereka itu kepada empat orang saksi di antaramu) maksudnya di antara laki-lakimu yang beragama Islam. (Maka jika mereka memberikan kesaksian) terhadap perbuatan mereka itu (maka tahanlah mereka itu) atau kurunglah (dalam rumah) dan laranglah mereka bergaul dengan manusia (sampai mereka diwafatkan oleh maut) maksudnya oleh malaikat maut (atau) hingga (Allah memberi bagi mereka jalan lain) yakni jalan untuk membebaskan mereka dari hukuman semacam itu. Demikianlah hukuman mereka pada awal Islam lalu mereka diberi jalan lain yaitu digantinya dengan hukum dera sebanyak seratus kali serta membuangnya dari kampung halamannya selama setahun yakni bagi yang belum kawin dan dengan merajam wanita-wanita yang sudah kawin. Dalam hadis tersebut bahwa tatkala hukuman itu diumumkan, bersabdalah Nabi saw., \"Terimalah daripadaku, contohlah kepadaku karena Allah telah memberikan bagi mereka jalan lepas!\" Riwayat Muslim.
وَٱلَّذَانِ يَأْتِيَٰنِهَا مِنكُمْ فَـَٔاذُوهُمَا ۖ فَإِن تَابَا وَأَصْلَحَا فَأَعْرِضُوا۟ عَنْهُمَآ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ تَوَّابًۭا رَّحِيمًا ﴿١٦﴾
Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Laki-laki dan wanita yang melakukan zina tanpa ada ikatan pernikahan, keduanya dikenai hukuman yang sudah ditentukan. Hal itu apabila disaksikan oleh empat orang saksi yang adil. Jika, setelah dikenai hukuman, mereka bertobat, maka janganlah kalian sebut-sebut perbuatan mereka dan jangan pula kalian hina. Sesungguhnya Allah, dengan kasih sayang-Nya, akan menerima pertobatan orang-orang yang bertobat.
(Dan mengenai dua orang) dengan nun yang memakai atau tanpa tasydid (yang melakukannya) maksudnya perbuatan keji, yaitu berzina atau homoseksual (di antara kamu) maksudnya kaum lelaki (maka berilah mereka hukuman) dengan mencela dan memukul mereka dengan terompah. (Kemudian jika mereka bertobat) daripadanya (dan memperbaiki perbuatan mereka) (maka tinggalkanlah mereka) dan jangan disakiti lagi. (Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat) terhadap orang yang sadar (lagi Maha Penyayang) kepadanya. Ayat ini telah dihapus/dimansukh hukumnya dengan ayat had, jika yang dimaksud karena berzina. Demikian pula menurut Syafii jika yang dimaksud karena homoseksual. Hanya menurutnya pula, orang yang \"dikerjai\" tidaklah dirajam walaupun telah beristri, hanya dipukul dan diasingkan. Bahwa yang dimaksud itu homoseksual lebih kuat dengan alasan adanya dhamir tatsniah huma dan lain-lain. Menurut golongan yang pertama yang dimaksud dengan kedua mereka itu ialah pezina yang laki-laki dan yang perempuan. Tetapi pendapat ini ditolak oleh golongan Syafii dengan penjelasan yang diberikan kemudian dengan hubungannya yang berkaitan dengan dhamir laki-laki dan berserikatnya kedua mereka dalam menerima hukuman, bertobat dan diisolir. Dan ini khusus bagi pihak laki-laki, karena sebagaimana kita ketahui bagi pihak wanita ialah tahanan rumah.
إِنَّمَا ٱلتَّوْبَةُ عَلَى ٱللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ ٱلسُّوٓءَ بِجَهَٰلَةٍۢ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِن قَرِيبٍۢ فَأُو۟لَٰٓئِكَ يَتُوبُ ٱللَّهُ عَلَيْهِمْ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًۭا ﴿١٧﴾
Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Sesungguhnya pertobatan akan dijamin oleh Allah bagi mereka yang melakukan kejahatan dalam keadaan tidak tahu lantaran bodoh atau tidak sadar, lalu segera bertobat sebelum datang ajalnya. Pertobatan mereka akan diterima oleh Allah Swt. Allah Maha Mengetahui kesungguhan tobat lagi Mahabijaksana, tidak pernah salah dalam menentukan.
(Sesungguhnya tobat di isi Allah) yakni yang pasti diterima di sisi-Nya berkat kemurahan-Nya (ialah bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan) atau maksiat (disebabkan kejahilan) menjadi hal artinya tidak tahu bahwa dengan itu berarti mendurhakai Allah (kemudian mereka bertobat dalam) waktu (dekat) yakni sebelum mengalami sekarat (maka mereka itulah yang diterima tobatnya oleh Allah) artinya diterima-Nya tobat mereka (dan Allah Maha Mengetahui) akan makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana) mengenai tindakan-Nya terhadap mereka.
وَلَيْسَتِ ٱلتَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ ٱلسَّيِّـَٔاتِ حَتَّىٰٓ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ ٱلْمَوْتُ قَالَ إِنِّى تُبْتُ ٱلْـَٰٔنَ وَلَا ٱلَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًۭا ﴿١٨﴾
Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: \"Sesungguhnya saya bertaubat sekarang\". Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.
Pertobatan tidak akan diterima dari orang-orang yang berbuat dosa kemudian tidak segera menyesali perbuatannya, hingga, ketika ajalnya tiba, mereka berkata, \"Sekarang aku menyatakan penyesalan dan pertobatan.\" Begitu juga pertobatan mereka yang mati dalam keadaan kafir. Allah telah menyediakan untuk kedua golongan ini siksaan yang pedih di hari pembalasan.
(Dan tidaklah dikatakan tobat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan) atau dosa (hingga ketika ajal datang kepada salah seorang mereka) dan nyawanya hendak lepas (lalu dikatakannya) ketika menyaksikan apa yang sedang dialaminya (\"Sesungguhnya saya bertobat sekarang.\") karena itu tidaklah bermanfaat dan tidak akan diterima oleh Allah tobatnya. (Dan tidak pula orang-orang yang mati sedangkan mereka berada dalam kekafiran) yakni jika mereka bertobat di akhirat sewaktu menyaksikan azab, maka tidak pula akan diterima. (Mereka itu Kami siapkan) sediakan (bagi mereka siksa yang pedih) yang menyakitkan.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَرِثُوا۟ ٱلنِّسَآءَ كَرْهًۭا ۖ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا۟ بِبَعْضِ مَآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّآ أَن يَأْتِينَ بِفَٰحِشَةٍۢ مُّبَيِّنَةٍۢ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًۭٔا وَيَجْعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيْرًۭا كَثِيرًۭا ﴿١٩﴾
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.
Wahai orang-orang yang beriman, kalian tidak diperkenankan memperlakukan wanita seperti barang pusaka yang kalian warisi sebagai istri tanpa mahar, sedang mereka dalam keadaan terpaksa. Jangan merugikan mereka dengan menekan agar tidak mengambil mahar. Jangan memaksa mereka mengembalikan harta yang telah kalian berikan kecuali bila mereka jelas-jelas berbuat dosa seperti berselingkuh atau berperilaku buruk. Kalian boleh menekan atau mengambil sebagian apa yang telah diberikan kepada mereka ketika bercerai. Hendaknya kalian, hai orang-orang yang beriman, mempergauli istri dengan ucapan dan tindakan yang baik. Apabila kalian tidak menyukai mereka karena cacat fisik, cacat moral atau lainnya, maka bersabarlah dan jangan tergesa-gesa menceraikan mereka. Sebab, bisa jadi dalam sesuatu yang tidak kalian senangi, Allah memberikan kebaikan yang banyak. Sesungguhnya Allah mengetahui segala sesuatu.
(Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi wanita) maksudnya diri mereka (dengan paksa) dibaca karhan atau kurhan; artinya tanpa kemauan dan kerelaan mereka. Di zaman jahiliah mereka biasa mewarisi wanita-wanita, istri karib kerabat mereka. Jika mereka kehendaki mereka dapat mengawininya tanpa maskawin, atau mereka kawinkan lalu diambil maskawinnya, atau mereka halangi kawin sampai wanita itu menebus dirinya dengan harta warisan yang diperolehnya atau mereka tunggu sampai meninggal lalu mereka warisi hartanya; maka mereka dilarang demikian itu. (Dan tidak pula) bahwa (kamu menyusahkan mereka) artinya kamu halangi istri-istrimu buat mengawini laki-laki lain dengan menahan mereka padahal tak ada keinginanmu lagi terhadap mereka selain dari menyusahkan belaka (karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepada mereka) berupa mahar (kecuali jika mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata) dengan ya baris di atas dan baris di bawah, yang nyata atau yang dinyatakan, artinya zina atau nusyuz; maka ketika itu bolehlah kamu menyusahkan mereka hingga mereka melakukan khuluk atau menebus diri mereka (dan pergaulilah mereka secara patut) artinya secara baik-baik, biar dalam perkataan maupun dalam memberi nafkah lahir atau batin. (Maka jika kamu tidak menyukai mereka) hendaklah bersabar (karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu tetapi Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak). Siapa tahu hal itu dilakukan-Nya misalnya dengan menganugerahimu anak yang saleh.
وَإِنْ أَرَدتُّمُ ٱسْتِبْدَالَ زَوْجٍۢ مَّكَانَ زَوْجٍۢ وَءَاتَيْتُمْ إِحْدَىٰهُنَّ قِنطَارًۭا فَلَا تَأْخُذُوا۟ مِنْهُ شَيْـًٔا ۚ أَتَأْخُذُونَهُۥ بُهْتَٰنًۭا وَإِثْمًۭا مُّبِينًۭا ﴿٢٠﴾
Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata?
Jika kalian ingin mengganti istri dengan wanita lain, sementara kalian telah memberikan banyak harta kepada salah satunya, maka kalian tidak diperkenankan mengambil sedikit pun dari harta itu. Apakah kalian akan mengambilnya secara tidak benar dan dalam bentuk dosa yang nyata?
(Dan jika kamu bermaksud hendak mengganti istrimu dengan istri yang lain) artinya kamu ambil dia sebagai penggantinya setelah kamu ceraikan istrimu yang pertama itu (dan) sungguh (kamu telah memberikan kepada salah seorang di antara mereka) maksudnya istri-istri itu (harta yang banyak) sebagai maskawinnya (maka janganlah kamu mengambil kembali daripadanya barang sedikit pun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali secara aniaya) dengan zalim (dan dengan -memikul- dosa yang nyata?) Dinashabkan keduanya karena kedudukan mereka sebagai hal sedangkan pertanyaan berikut maksudnya sebagai celaan dan penolakan:
وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُۥ وَقَدْ أَفْضَىٰ بَعْضُكُمْ إِلَىٰ بَعْضٍۢ وَأَخَذْنَ مِنكُم مِّيثَٰقًا غَلِيظًۭا ﴿٢١﴾
Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.
Bagaimana kalian sampai hati mengambil kembali mahar yang telah kalian berikan, padahal kalian telah saling bergaul sebagai suami istri, dan istri-istri kalian telah berjanji dengan teguh dan secara sah untuk menjadi pasangan suami yang baik.
(Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali) artinya dengan alasan apa (padahal sebagian kamu telah bergaul dengan yang lain) atau telah berhubungan sebagai suami istri dengan bercampur yang telah mensahkan maskawin (dan mereka telah mengambil daripadamu perjanjian) atau pengakuan (yang erat) atau berat, yakni berupa perintah Ilahi agar memegang mereka secara baik-baik atau melepas mereka secara baik-baik pula.
وَلَا تَنكِحُوا۟ مَا نَكَحَ ءَابَآؤُكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۚ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةًۭ وَمَقْتًۭا وَسَآءَ سَبِيلًا ﴿٢٢﴾
Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).
Janganlah mengawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayah kalian. Hal itu merupakan perbuatan keji dan buruk yang dimurkai Allah dan manusia. Itulah jalan dan tujuan yang paling jelek. Walaupun demikian, Allah tetap akan memaafkan apa yang telah lampau di zaman jahiliah(1). (1) Bangsa Arab jahiliah mempunyai tradisi yang menempatkan wanita pada posisi yang rendah. Apabila seorang bapak meninggal dunia dan meninggalkan anak laki-laki dan istri lain selain ibunya, maka anak laki-laki harus mengawini janda ayahnya itu tanpa akad nikah baru. Seorang istri yang sudah digauli suami kemudian dijatuhi talak, berkewajiban mengembalikan maskawin yang pernah diterimanya. Lebih dari itu, di antara orang-orang Arab jahiliah ada yang melarang dengan semena-mena istri yang ditinggalkan bapaknya untuk kawin kecuali dengan dirinya. Setelah Islam datang, semua perilaku tersebut dihilangkan. Al-Qur'ân menyebut perbuatan-perbuatan tersebut dengan kata \"maqt\" yang sering diartikan sebagai 'kemurkaan', karena semua itu merupakan hal yang sangat jelek yang dimurkai Allah dan orang-orang yang berakal sehat. Di situlah letak keadilan Allah.
(Dan janganlah kamu kawini apa) maksudnya siapa (Di antara wanita-wanita yang telah dikawini oleh bapakmu kecuali) artinya selain dari (yang telah berlalu) dari perbuatanmu itu, maka dimaafkan. (Sesungguhnya hal itu) maksudnya mengawini mereka itu (adalah perbuatan keji) atau busuk (suatu kutukan) maksudnya sesuatu yang menyebabkan timbulnya kutukan dari Allah, yang berarti kemurkaan-Nya yang amat sangat (dan sejahat-jahat) seburuk-buruk (jalan) yang ditempuh.
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَٰتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَٰتُكُمْ وَعَمَّٰتُكُمْ وَخَٰلَٰتُكُمْ وَبَنَاتُ ٱلْأَخِ وَبَنَاتُ ٱلْأُخْتِ وَأُمَّهَٰتُكُمُ ٱلَّٰتِىٓ أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَٰتُكُم مِّنَ ٱلرَّضَٰعَةِ وَأُمَّهَٰتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَٰٓئِبُكُمُ ٱلَّٰتِى فِى حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ ٱلَّٰتِى دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُوا۟ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَٰٓئِلُ أَبْنَآئِكُمُ ٱلَّذِينَ مِنْ أَصْلَٰبِكُمْ وَأَن تَجْمَعُوا۟ بَيْنَ ٱلْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ غَفُورًۭا رَّحِيمًۭا ﴿٢٣﴾
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Kalian diharamkan mengawini ibu, anak perempuan, saudara perempuan, saudara perempuan bapak, saudara perempuan ibu, anak perempuan dari saudara perempuan, ibu susu, saudara perempuan sepersusuan dan ibu istri (mertua). (1) Selain itu, kalian juga diharamkan mengawini anak tiri perempuan dari istri yang sudah kalian gauli, dan istri anak kandung (menantu) serta menghimpun dalam perkawinan dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terlanjur terjadi sejak zaman jahiliah. Untuk yang satu ini, Allah mengampuninya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun atas segala yang telah lampau sebelum aturan ini datang dan sangat menyayangi kalian setiap kali Dia menetapkan ketentuan hukum. (1) Syariat Islam memiliki kelebihan dibandingkan dengan syariat lainnya ketika melarang perkawinan karena hubungan persusuan. Seorang anak yang disusui mengambil makanan dari tubuh ibu yang menyusuinya, seperti memakan makanan dari tubuh ibu ketika masih berada di dalam kandungan. Keduanya sama, merupakan bagian dari darah daging. Wanita yang menyusui haram dikawini karena posisinya sama dengan ibu. Di sini terdapat motifasi untuk menyusui anak, karena susu ibu merupakan makanan alami bagi bayi. Sebelum ilmu genetika ditemukan, ayat ini sejak dini telah mengungkapkan larangan menikah antarkerabat karib. Belakangan ini ditemukan secara ilmiah bahwa pernikahan seperti itu menyebabkan keturunan mudah terjangkit penyakit, cacat fisik, serta tingkat kesuburan yang rendah bahkan mendekati kemungkinan mandul. Namun, sebaliknya, perkawinan dengan orang yang tidak mempunyai hubungan kerabat tidak akan menghasilkan seperti itu. Keturunannya akan memiliki keunggulan dalam hal kepribadian, kelebihan secara fisik, daya tahan tubuh yang kuat, pertumbuhan yang cepat dan rendahnya angka kematian.
(Diharamkan atas kamu ibu-ibumu) maksudnya mengawini mereka dan ini mencakup pula nenek, baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu (dan anak-anak perempuanmu) termasuk cucu-cucumu yang perempuan terus ke bawah (saudara-saudaramu yang perempuan) baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu (saudara-saudara bapakmu yang perempuan) termasuk pula saudara-saudara kakekmu (saudara-saudara ibumu yang perempuan) termasuk pula saudara-saudara nenekmu (anak-anak perempuan dari saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudaramu yang perempuan) maksudnya keponakan-keponakanmu dan tercakup pula di dalamnya anak-anak mereka (ibu-ibumu yang menyusui kamu) maksudnya ibu-ibu susuan, yakni sebelum usiamu mencapai dua tahun dan sekurang-kurangnya lima kali susuan sebagaimana dijelaskan oleh hadis (saudara-saudara perempuanmu sesusuan). Kemudian dalam sunah ditambahkan anak-anak perempuan daripadanya, yaitu wanita-wanita yang disusukan oleh wanita-wanita yang telah dicampurinya, berikut saudara-saudara perempuan dari bapak dan dari ibu, serta anak-anak perempuan dari saudara laki-laki dan anak-anak perempuan dari saudara perempuannya, berdasarkan sebuah hadis yang berbunyi, \"Haram disebabkan penyusuan apa yang haram oleh sebab pertalian darah.\" Riwayat Bukhari dan Muslim. (ibu-ibu istrimu, mertua, dan anak-anak tirimu) jamak rabiibah yaitu anak perempuan istri dari suaminya yang lain (yang berada dalam asuhanmu) mereka berada dalam pemeliharaan kalian; kalimat ini berkedudukan sebagai kata sifat dari lafal rabaaib (dan istri-istrimu yang telah kamu campuri) telah kalian setubuhi (tetapi jika kamu belum lagi mencampuri mereka, maka tidaklah berdosa kamu) mengawini anak-anak perempuan mereka, jika kamu telah menceraikan mereka (dan diharamkan istri-istri anak kandungmu) yakni yang berasal dari sulbimu, berbeda halnya dengan anak angkatmu, maka kamu boleh kawin dengan janda-janda mereka (dan bahwa kamu himpun dua orang perempuan yang bersaudara) baik saudara dari pertalian darah maupun sepersusuan, dan menghimpun seorang perempuan dengan saudara perempuan bapaknya atau saudara perempuan ibunya tetapi diperbolehkan secara \"tukar lapik\" atau \"turun ranjang\" atau memiliki kedua mereka sekaligus asal yang dicampuri itu hanya salah seorang di antara mereka (kecuali) atau selain (yang telah terjadi di masa lalu) yakni di masa jahiliah sebagian dari apa yang disebutkan itu, maka kamu tidaklah berdosa karenanya. (Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).
۞ وَٱلْمُحْصَنَٰتُ مِنَ ٱلنِّسَآءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۖ كِتَٰبَ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ ۚ وَأُحِلَّ لَكُم مَّا وَرَآءَ ذَٰلِكُمْ أَن تَبْتَغُوا۟ بِأَمْوَٰلِكُم مُّحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَٰفِحِينَ ۚ فَمَا ٱسْتَمْتَعْتُم بِهِۦ مِنْهُنَّ فَـَٔاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةًۭ ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَٰضَيْتُم بِهِۦ مِنۢ بَعْدِ ٱلْفَرِيضَةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًۭا ﴿٢٤﴾
dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Kalian juga diharamkan menikah dengan wanita yang bersuami, baik wanita merdeka maupun budak, kecuali wanita-wanita tawanan dari hasil perang antara kalian dan orang-orang kafir. Ikatan tali pernikahan mereka sebelumnya dengan sendirinya telah batal dan halal hukumnya untuk kalian kawini bila terbukti mereka tidak sedang hamil. Tepatilah apa yang telah ditentukan oleh Allah untuk kalian yang berupa pelarangan hal-hal itu. Selain wanita-wanita yang diharamkan tadi, carilah wanita dengan harta kalian untuk dijadikan istri, bukan untuk maksud zina atau menjadikannya wanita simpanan. Semua wanita yang telah kalian gauli setelah pernikahan secara sah dengan yang halal dikawini, berilah mereka mahar yang telah kalian tentukan, sebagai kewajiban yang harus dibayar pada waktunya. Kalian semua tidak berdosa, selama telah ada kesepakatan secara suka rela antara suami dan istri, jika istri hendak melepas hak maharnya, atau jika suami hendak menambah jumlah maharnya. Sesungguhnya Allah selalu memantau urusan hamba-Nya, mengatur segala sesuatu yang membawa maslahat bagi mereka dengan bijaksana.
(Dan) diharamkan bagimu (wanita-wanita yang bersuami) untuk dikawini sebelum bercerai dengan suami-suami mereka itu, baik mereka merdeka atau budak dan beragama Islam (kecuali wanita-wanita yang kamu miliki) yakni hamba-hamba sahaya yang tertawan, maka mereka boleh kamu campuri walaupun mereka punya suami di negeri perang, yakni setelah istibra' atau membersihkan rahimnya (sebagai ketetapan dari Allah) kitaaba manshub sebagai mashdar dari kata dzaalika; artinya telah ditetapkan sebagai suatu ketetapan dari Allah (atas kamu, dan dihalalkan) ada yang membaca uhilla bentuk pasif ada pula ahalla bentuk aktif (bagi kamu selain yang demikian itu) artinya selain dari wanita-wanita yang telah diharamkan tadi (bahwa kamu mencari) istri (dengan hartamu) baik dengan maskawin atau lainnya (untuk dikawini bukan untuk dizinahi) (maka istri-istri) dengan arti faman (yang telah kamu nikmati) artinya campuri (di antara mereka) dengan jalan menyetubuhi mereka (maka berikanlah kepada mereka upah mereka) maksudnya maskawin mereka yang telah kamu tetapkan itu (sebagai suatu kewajiban. Dan kamu tidaklah berdosa mengenai sesuatu yang telah saling kamu relakan) dengan mereka (setelah ditetapkan itu) baik dengan menurunkan, menambah atau merelakannya. (Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui akan ciptaan-Nya (lagi Maha Bijaksana) dalam mengatur kepentingan mereka.
وَمَن لَّمْ يَسْتَطِعْ مِنكُمْ طَوْلًا أَن يَنكِحَ ٱلْمُحْصَنَٰتِ ٱلْمُؤْمِنَٰتِ فَمِن مَّا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُم مِّن فَتَيَٰتِكُمُ ٱلْمُؤْمِنَٰتِ ۚ وَٱللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَٰنِكُم ۚ بَعْضُكُم مِّنۢ بَعْضٍۢ ۚ فَٱنكِحُوهُنَّ بِإِذْنِ أَهْلِهِنَّ وَءَاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ مُحْصَنَٰتٍ غَيْرَ مُسَٰفِحَٰتٍۢ وَلَا مُتَّخِذَٰتِ أَخْدَانٍۢ ۚ فَإِذَآ أُحْصِنَّ فَإِنْ أَتَيْنَ بِفَٰحِشَةٍۢ فَعَلَيْهِنَّ نِصْفُ مَا عَلَى ٱلْمُحْصَنَٰتِ مِنَ ٱلْعَذَابِ ۚ ذَٰلِكَ لِمَنْ خَشِىَ ٱلْعَنَتَ مِنكُمْ ۚ وَأَن تَصْبِرُوا۟ خَيْرٌۭ لَّكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌۭ رَّحِيمٌۭ ﴿٢٥﴾
Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain, karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kemasyakatan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Barangsiapa di antara kalian tidak mampu menikahi wanita merdeka yang beriman, maka ia boleh mengawini budak wanita beriman. Allah paling mengetahui hakikat keimanan dan keikhlasan kalian. Dan janganlah kalian segan untuk mengawini mereka karena, dalam pandangan agama, kalian dan mereka tidak berbeda. Kawinilah mereka dengan izin tuannya. Berilah mahar yang telah kalian tentukan sesuai dengan perjanjian yang kalian sepakati untuk bergaul dengan baik. Pilihlah wanita-wanita yang menjaga kehormatannya, bukan pezina dan bukan pula gundik. Jika setelah dinikahi mereka melakukan zina, maka hukuman mereka separuh hukuman wanita merdeka. Menikahi budak wanita dalam kondisi tidak mampu, diperbolehkan bagi orang yang khawatir akan mengalami kesulitan yang mengarah kepada perbuatan zina. Kesabaran kalian dalam menikahi budak wanita yang selalu menjaga kehormatan adalah lebih baik. Ampunan Allah amat luas dan kasih sayang-Nya amat besar.
(Dan siapa yang tidak cukup biayanya untuk mengawini wanita-wanita merdeka) bukan budak (lagi beriman) ini yang berlaku menurut kebiasaan sehingga mafhumnya tidak berlaku (maka hamba sahaya yang kamu miliki) yang akan dikawininya (yakni dari golongan wanita-wanita kamu yang beriman. Dan Allah lebih mengetahui keimananmu) maka cukuplah kamu lihat lahirnya saja sedangkan batinnya serahkanlah kepada-Nya karena Dia mengetahui seluk-beluknya. Dan berapa banyaknya hamba sahaya yang lebih tinggi mutu keimanannya daripada wanita merdeka; ini merupakan bujukan agar bersedia kawin dengan hamba sahaya (sebagian kamu berasal dari sebagian yang lain) maksudnya kamu dan mereka itu sama-sama beragama Islam maka janganlah merasa keberatan untuk mengawini mereka (karena itu kawinilah mereka dengan seizin majikannya) artinya tuan dan pemiliknya (dan berikanlah kepada mereka upah) maksudnya mahar atau maskawin mereka (secara baik-baik) tanpa melalaikan atau menguranginya (sedangkan mereka pun hendaknya memelihara diri) menjadi hal (bukan melacurkan diri) atau berzina secara terang-terangan (serta tidak pula mengambil gundik) selir untuk berbuat zina secara sembunyi-sembunyi. (Maka jika mereka telah menjaga diri) artinya dikawinkan; dalam suatu qiraat dibaca ahshanna artinya telah kawin (lalu mereka melakukan perbuatan keji) maksudnya berzina (maka atas mereka separuh dari yang berlaku atas wanita-wanita merdeka) yakni yang masih perawan jika mereka berzina (berupa hukuman) atau hudud yaitu dengan didera 50 kali dan diasingkan setengah tahun. Dan kepada mereka ini dikiaskan hukuman bagi budak lelaki. Dan kawinnya hamba sahaya itu tidaklah dijadikan syarat untuk wajibnya hukuman, tetapi hanyalah untuk menunjukkan pada dasarnya mereka itu tidak menerima hukum rajam. (Demikian itu) maksudnya diperbolehkannya mengawini hamba sahaya sewaktu tak ada biaya itu (ialah bagi orang yang takut akan berzina) `anat artinya yang asli ialah masyaqqat atau kesulitan. Dinamakan zina demikian ialah karena dialah yang menyebabkan seseorang menerima hukuman berat di dunia dan siksa pedih di akhirat (di antara kamu). Ini berarti berbeda bagi orang yang tidak merasa khawatir dirinya akan jatuh dalam perzinaan, maka tidak halal baginya mengawini hamba sahaya itu. Demikian pula orang yang punya biaya untuk mengawini wanita-wanita merdeka. Pendapat ini juga dianut oleh Syafii. Hanya dalam firman Allah, \"... di antara wanita-wanitamu yang beriman,\" menurut Syafii tidak termasuk wanita-wanita kafir sehingga tidak boleh kawin walau ia dalam keadaan tidak mampu dan takut dirinya akan jatuh dalam perbuatan maksiat. (Dan jika kamu bersabar) artinya tidak mengawini hamba sahaya (itu lebih baik bagi kamu) agar kamu tidak mempunyai anak yang berstatus budak atau hamba sahaya. (Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) dengan memberikan kelapangan dalam masalah itu.
يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيُبَيِّنَ لَكُمْ وَيَهْدِيَكُمْ سُنَنَ ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ وَيَتُوبَ عَلَيْكُمْ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌۭ ﴿٢٦﴾
Allah hendak menerangkan (hukum syari'at-Nya) kepadamu, dan menunjukimu kepada jalan-jalan orang yang sebelum kamu (para nabi dan shalihin) dan (hendak) menerima taubatmu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Allah ingin menjelaskan kepada kalian jalan yang paling benar. Sedang orang-orang kafir, yang selalu berbuat maksiat dan mengikuti hawa nafsu, sebelum kalian, dan mengembalikan kalian untuk taat kepada- Nya. Allah Maha mengetahui segala urusan kalian dan Mahabijaksana dalam menetapkan hukum-hukum yang sesuai dengan keadaan kalian. (1) (1) Dalam tafsir edisi bahasa Arab pada ayat ini terdapat kesalahan cetak yang dapat mengaburkan pemahaman. Menurut hemat kami, kalimat \"Sedang orang-orang kafir, yang selalu berbuat maksiat dan mengikuti hawa nafsu, sebelum kalian\" semestinya tidak ada. Kalimat itu merupakan terjemahan ayat selanjutnya. Penafsiran yang mungkin lebih bisa dipahami adalah sebagai berikut: Allah ingin menjelaskan kepada kalian jalan yang paling benar, menunjukkan kalian ketentuan-ketentuan yang telah diberlakukan kepada orang-orang sebelum kalian, dan mengembalikan kalian untuk taat kepada-Nya. Allah Maha Mengetahui segala urusan kalian dan Mahabijaksana dalam menetapkan hukum-hukum yang sesuai dengan keadaan kalian. Wa Allâh a'lam bi al-shawâb.
(Allah hendak menerangkan padamu) syariat-syariat agamamu dan kepentingan-kepentingan dirimu (dan memimpin kepada sunah-sunah) atau jalan-jalan (orang-orang yang sebelum kamu) dari para nabi dalam soal menghalalkan dan mengharamkan, sehingga kamu dapat mengikuti mereka (serta menerima tobatmu) dan membawa kamu kembali dari perbuatan maksiatmu selama ini kepada menaati-Nya. (Dan Allah Maha Mengetahui) keadaanmu (lagi Maha Bijaksana) mengenai rencana dan peraturan-peraturan-Nya terhadapmu.
وَٱللَّهُ يُرِيدُ أَن يَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَيُرِيدُ ٱلَّذِينَ يَتَّبِعُونَ ٱلشَّهَوَٰتِ أَن تَمِيلُوا۟ مَيْلًا عَظِيمًۭا ﴿٢٧﴾
Dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran).
Allah menghendaki kalian untuk bertobat dan kembali menaati-Nya. Orang-orang kafir, yang selalu berbuat maksiat dan mengikuti hawa nafsu, menghendaki kalian agar menjauh dari jalan yang benar sejauh-jauhnya.
(Dan Allah hendak menerima tobatmu) diulang-Nya di sini untuk menjadi dasar pembinaan (sementara orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya ingin) yakni orang-orang Yahudi, Nasrani atau Majusi atau yang gemar berzina (agar kamu berpaling sejauh-jauhnya) artinya menyimpang dari kebenaran dengan berbuat apa yang diharamkan sehingga kamu akan menjadi seperti mereka pula.
يُرِيدُ ٱللَّهُ أَن يُخَفِّفَ عَنكُمْ ۚ وَخُلِقَ ٱلْإِنسَٰنُ ضَعِيفًۭا ﴿٢٨﴾
Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.
Allah hendak memberikan keringanan melalui syariat dan ketentuan-ketentuan yang mudah dan ringan. Allah telah menciptakan manusia dalam keadaan lemah dalam menghadapi segala macam kecenderungan batin. Maka, sangatlah sesuai jika beban-beban yang diberikan kepadanya mengandung unsur kemudahan dan keluasan. Itulah yang diberikan Allah kepada hamba-Nya sebagai karunia dan kemudahan.
(Allah hendak memberi keringanan kepadamu) artinya memudahkan hukum-hukum syariat (karena manusia dijadikan bersifat lemah) tidak tahan menghadapi wanita dan godaan seksual.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٍۢ مِّنكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًۭا ﴿٢٩﴾
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil harta orang lain dengan cara tidak benar. Kalian diperbolehkan melakukan perniagaan yang berlaku secara suka sama suka. Jangan menjerumuskan diri kalian dengan melanggar perintah-perintah Tuhan. Jangan pula kalian membunuh orang lain, sebab kalian semua berasal dari satu nafs. Allah selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kalian.
(Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan yang batil) artinya jalan yang haram menurut agama seperti riba dan gasab/merampas (kecuali dengan jalan) atau terjadi (secara perniagaan) menurut suatu qiraat dengan baris di atas sedangkan maksudnya ialah hendaklah harta tersebut harta perniagaan yang berlaku (dengan suka sama suka di antara kamu) berdasar kerelaan hati masing-masing, maka bolehlah kamu memakannya. (Dan janganlah kamu membunuh dirimu) artinya dengan melakukan hal-hal yang menyebabkan kecelakaannya bagaimana pun juga cara dan gejalanya baik di dunia dan di akhirat. (Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu) sehingga dilarang-Nya kamu berbuat demikian.
وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ عُدْوَٰنًۭا وَظُلْمًۭا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًۭا ۚ وَكَانَ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرًا ﴿٣٠﴾
Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Barangsiapa melakukan perbuatan yang diharamkan oleh Allah dengan memusuhi dan melanggar hak- Nya, maka ia akan Kami masukkan ke dalam api neraka yang membakar. Hal itu adalah mudah bagi Allah.
(Dan siapa berbuat demikian) apa yang dilarang itu (dengan melanggar yang hak) menjadi hal (dan aniaya) menjadi taukid (maka akan Kami masukkan ia ke dalam neraka) ia akan dibakar hangus di dalamnya (dan demikian itu bagi Allah amat mudah) atau pekerjaan gampang.
إِن تَجْتَنِبُوا۟ كَبَآئِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّـَٔاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُم مُّدْخَلًۭا كَرِيمًۭا ﴿٣١﴾
Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).
Jika kalian menjauhi dosa-dosa besar yang dilarang oleh Allah, maka Kami akan menghapus dosa-dosa kecil, selama kalian selalu berusaha untuk tetap istikamah. Akan Kami tempatkan kalian di dunia dan di akhirat, di tempat yang penuh kebaikan dan kemuliaan.
(Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya) yakni dosa-dosa yang pernah pelakunya mendapat ancaman seperti membunuh, berzina, mencuri dan lain-lain yang menurut Ibnu Abbas banyaknya hampir tujuh ratus macam (niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu) yang kecil-kecil dengan jalan mengerjakan ketaatan (dan Kami masukkan kamu dengan pemasukan) dibaca mudkhalan atau madkhalan yang berarti pemasukan atau ke tempat (yang mulia) yaitu surga.
وَلَا تَتَمَنَّوْا۟ مَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بِهِۦ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍۢ ۚ لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌۭ مِّمَّا ٱكْتَسَبُوا۟ ۖ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٌۭ مِّمَّا ٱكْتَسَبْنَ ۚ وَسْـَٔلُوا۟ ٱللَّهَ مِن فَضْلِهِۦٓ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًۭا ﴿٣٢﴾
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Laki-laki hendaknya tidak iri hati terhadap karunia yang diberikan Allah kepada wanita. Begitu juga, sebaliknya, wanita tidak boleh iri hati terhadap apa-apa yang dikaruniakan Allah kepada laki-laki. Masing- masing mendapatkan bagian, sesuai dengan tabiat perbuatan dan haknya. Maka hendaknya masing-masing berharap agar karunianya ditambah oleh Allah dengan mengembangkan bakat dan memanfaatkan kelebihan yang dititipkan Allah kepadanya. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, dan memberikan kepada setiap jenis makhluk sesuatu yang sesuai dengan kejadiannya.
(Dan janganlah kamu mengangan-angankan karunia yang dilebihkan Allah kepada sebagian kamu dari sebagian lainnya) baik dari segi keduniaan maupun pada soal keagamaan agar hal itu tidak menimbulkan saling membenci dan mendengki. (Bagi laki-laki ada bagian) atau pahala (dari apa yang mereka usahakan) disebabkan perjuangan yang mereka lakukan dan lain-lain (dan bagi wanita ada bagian pula dari apa yang mereka usahakan) misalnya mematuhi suami dan memelihara kehormatan mereka. Ayat ini turun ketika Umu Salamah mengatakan, \"Wahai! Kenapa kita tidak menjadi laki-laki saja, hingga kita dapat berjihad dan beroleh pahala seperti pahala laki-laki,\" (dan mohonlah olehmu) ada yang memakai hamzah dan ada pula yang tidak (kepada Allah karunia-Nya) yang kamu butuhkan niscaya akan dikabulkan-Nya. (Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu) di antaranya siapa seharusnya yang beroleh karunia, begitu pula permohonan kamu kepada-Nya.
وَلِكُلٍّۢ جَعَلْنَا مَوَٰلِىَ مِمَّا تَرَكَ ٱلْوَٰلِدَانِ وَٱلْأَقْرَبُونَ ۚ وَٱلَّذِينَ عَقَدَتْ أَيْمَٰنُكُمْ فَـَٔاتُوهُمْ نَصِيبَهُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍۢ شَهِيدًا ﴿٣٣﴾
Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya. Dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.
Bagi setiap laki-laki dan perempuan, Kami jadikan pewaris yang berhak menerima harta peninggalan dan menjadi penerus mereka. Mereka adalah kedua orangtua, kerabat, dan orang-orang yang telah dijanjikan oleh si mayit akan diberi warisan dari selain jalur kerabat, sebagai imbalan atas pertolongan yang harus mereka berikan bila diminta. Berilah hak mereka dan jangan menguranginya. Sesungguhnya Allah mengawasi segala sesuatu dan selalu hadir menyaksikan segala yang kalian perbuat.
(Dan bagi masing-masing) laki-laki dan wanita (Kami jadikan ahli waris) atau ashabah yang memperoleh (apa yang ditinggalkan oleh ibu bapak dan karib kerabat) bagi mereka berupa harta (dan mengenai orang-orang yang kamu telah berjanji dan bersumpah setia dengan mereka) `aqadat ada yang pakai alif sehingga menjadi `aaqadat; sedangkan aimaan jamak daripada yamiin berarti sumpah atau tangan sehingga kalimat itu berarti sumpah sekutu-sekutu kamu yang telah terikat dalam perjanjian denganmu di masa jahiliah buat tolong-menolong dan waris-mewarisi (maka berilah mereka) sekarang (bagian mereka) dari harta warisan yaitu seperenam (sesungguhnya Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu) artinya mengetahui apa pun juga, termasuk hal-ihwalmu. Dan hukum ini telah dihapus dengan firman-Nya, \"Dan orang-orang yang mempunyai pertalian darah, sebagian mereka lebih utama dari sebagian lainnya.\"
ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍۢ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ ۚ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٌۭ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ ۚ وَٱلَّٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهْجُرُوهُنَّ فِى ٱلْمَضَاجِعِ وَٱضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا۟ عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّۭا كَبِيرًۭا ﴿٣٤﴾
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Suami memiliki hak memelihara, melindungi dan menangani urusan istri, karena sifat-sifat pemberian Allah yang memungkinkan mereka melakukan hal-hal yang ia lakukan itu, dan kerja keras yang ia lakukan untuk membiayai keluarga. Oleh karena itu, yang disebut sebagai istri yang salehah adalah istri yang taat kepada Allah dan suami, dan menjaga segala sesuatu yang tidak diketahui langsung oleh suami. Karena, memang, Allah telah memerintahkan dan menunjukkan istri untuk melakukan hal itu. Kepada istri yang menampakkan tanda-tanda ketidakpatuhan, berilah nasihat dengan perkataan yang menyentuh, jauhi ia di tempat tidur, kemudian beri hukuman berupa pukulan ringan yang tidak melukai, ketika ia tidak menampakkan perbaikan. Jika dengan salah satu cara itu ia sadar dan kembali mematuhi suami, maka suami tidak boleh menempuh cara lain yang lebih kejam dengan maksud menyakiti dan menganiaya istri. Allah sungguh lebih mampu--untuk melakukan itu--dan membalas suami, jika suami terus menyakiti dan menganiaya istri.
(Kaum lelaki menjadi pemimpin) artinya mempunyai kekuasaan (terhadap kaum wanita) dan berkewajiban mendidik dan membimbing mereka (oleh karena Allah telah melebihkan sebagian kamu atas lainnya) yaitu kekuasaan dan sebagainya (dan juga karena mereka telah menafkahkan) atas mereka (harta mereka. Maka wanita-wanita yang saleh ialah yang taat) kepada suami mereka (lagi memelihara diri di balik belakang)) artinya menjaga kehormatan mereka dan lain-lain sepeninggal suami (karena Allah telah memelihara mereka) sebagaimana dipesankan-Nya kepada pihak suami itu. (Dan wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyus) artinya pembangkangan mereka terhadap kamu misalnya dengan adanya ciri-ciri atau gejala-gejalanya (maka nasihatilah mereka itu) dan ingatkan supaya mereka takut kepada Allah (dan berpisahlah dengan mereka di atas tempat tidur) maksudnya memisahkan kamu tidur ke ranjang lain jika mereka memperlihatkan pembangkangan (dan pukullah mereka) yakni pukullah yang tidak melukai jika mereka masih belum sadar (kemudian jika mereka telah menaatimu) mengenai apa yang kamu kehendaki (maka janganlah kamu mencari gara-gara atas mereka) maksudnya mencari-cari jalan untuk memukul mereka secara aniaya. (Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar) karena itu takutlah kamu akan hukuman-Nya jika kamu menganiaya mereka.
وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَٱبْعَثُوا۟ حَكَمًۭا مِّنْ أَهْلِهِۦ وَحَكَمًۭا مِّنْ أَهْلِهَآ إِن يُرِيدَآ إِصْلَٰحًۭا يُوَفِّقِ ٱللَّهُ بَيْنَهُمَآ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًۭا ﴿٣٥﴾
Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Jika terjadi perselisihan di antara sepasang suami-istri, dan kalian khawatir perselisihan itu akan berakhir dengan perceraian, tentukanlah dua orang penengah: yang pertama dari pihak keluarga suami, dan yang kedua dari pihak keluarga istri. Kalau pasangan suami-istri itu benar-benar menginginkan kebaikan, Allah pasti akan memberikan jalan kepada keadaan yang lebih baik, baik berupa keharmonisan rumah tangga maupun perceraian secara baik-baik. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui perbuatan lahir dan batin hamba-hamba-Nya.
(Dan jika kamu khawatir timbulnya persengketaan di antara keduanya) maksudnya di antara suami dengan istri terjadi pertengkaran (maka utuslah) kepada mereka atas kerelaan kedua belah pihak (seorang penengah) yakni seorang laki-laki yang adil (dari keluarga laki-laki) atau kaum kerabatnya (dan seorang penengah dari keluarga wanita) yang masing-masingnya mewakili pihak suami tentang putusannya untuk menjatuhkan talak atau menerima khuluk/tebusan dari pihak istri dalam putusannya untuk menyetujui khuluk. Kedua mereka akan berusaha sungguh-sungguh dan menyuruh pihak yang aniaya supaya sadar dan kembali, atau kalau dianggap perlu buat memisahkan antara suami istri itu. Firman-Nya: (jika mereka berdua bermaksud) maksudnya kedua penengah itu (mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberikan taufik kepada mereka) artinya suami istri sehingga ditakdirkan-Nyalah mana-mana yang sesuai untuk keduanya, apakah perbaikan ataukah perceraian. (Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui) segala sesuatu (lagi Maha Mengenali) yang batin seperti halnya yang lahir.
۞ وَٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًۭٔا ۖ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًۭا وَبِذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْجَارِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْجَارِ ٱلْجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلْجَنۢبِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالًۭا فَخُورًا ﴿٣٦﴾
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,
Beribadahlah kalian hanya kepada Allah dan janganlah menjadikan sekutu bagi-Nya dalam hal-hal ketuhanan dan peribadatan. Berbuat baiklah kepada orangtuamu tanpa kelalaian. Juga kepada sanak keluarga, anak yatim, orang-orang yang memerlukan bantuan karena ketidakmampuan atau karena tertimpa bencana, tetangga dekat, baik ada hubungan keluarga maupun tidak, teman dekat seperjalanan, sepekerjaan atau sepergaulan, orang musafir yang membutuhkan bantuan karena tidak menetap di suatu negeri tertentu, dan budak laki-laki atau perempuan yang kalian miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang menyombongkan diri kepada sesama, yaitu orang yang tidak memiliki rasa belas kasih dan orang yang selalu memuji diri sendiri.
(Sembahlah olehmu Allah) dengan mengesakan-Nya (dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan suatu pun juga.) (Dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapak) dengan berbakti dan bersikap lemah lembut (kepada karib kerabat) atau kaum keluarga (anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang karib) artinya yang dekat kepadamu dalam bertetangga atau dalam pertalian darah (dan kepada tetangga yang jauh) artinya yang jauh daripadamu dalam kehidupan bertetangga atau dalam pertalian darah (dan teman sejawat) teman seperjalanan atau satu profesi bahkan ada pula yang mengatakan istri (ibnu sabil) yaitu yang kehabisan biaya dalam perjalanannya (dan apa-apa yang kamu miliki) di antara hamba sahaya. (Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong) atau takabur (membanggakan diri) terhadap manusia dengan kekayaannya.
ٱلَّذِينَ يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلْبُخْلِ وَيَكْتُمُونَ مَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ ۗ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَٰفِرِينَ عَذَابًۭا مُّهِينًۭا ﴿٣٧﴾
(yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka. Dan Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir siksa yang menghinakan.
Mereka adalah orang-orang yang, di samping sombong dan membanggakan diri, kikir dengan hartanya, menjauhi sesama manusia, dan mengajak orang lain untuk berbuat kikir seperti mereka. Mereka menganggap kecil karunia yang telah diberikan Allah kepadanya, suatu anggapan yang tidak ada manfaatnya sama sekali bagi mereka dan juga bagi orang lain. Bagi orang-orang yang mengingkari nikmat seperti mereka, Kami sediakan siksa yang menyakitkan dan merendahkan.
(Orang-orang yang) menjadi mubtada (kikir) mengeluarkan apa yang wajib mereka keluarkan (dan menyuruh manusia supaya kikir pula) dengannya (serta menyembunyikan karunia yang telah diberikan Allah kepada mereka) berupa ilmu maupun harta, dan mereka ini ialah orang-orang Yahudi sedangkan yang menjadi khabar mubtadanya ialah: bagi mereka ancaman dahsyat (dan Kami sediakan bagi orang-orang yang kafir) terhadap hal itu dan hal-hal lainnya (siksa yang menghinakan).
وَٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُمْ رِئَآءَ ٱلنَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَلَا بِٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۗ وَمَن يَكُنِ ٱلشَّيْطَٰنُ لَهُۥ قَرِينًۭا فَسَآءَ قَرِينًۭا ﴿٣٨﴾
Dan (juga) orang-orang yang menafkahkan harta-harta mereka karena riya kepada manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian. Barangsiapa yang mengambil syaitan itu menjadi temannya, maka syaitan itu adalah teman yang seburuk-buruknya.
Allah tidak menyukai orang yang mengeluarkan hartanya secara riyâ'(1) dengan tujuan agar dipuji dan dibanggakan orang lain. Padahal mereka tidak beriman kepada Allah dan hari pembalasan, karena mereka mengikuti setan lalu disesatkan. Alangkah buruknya setan bagi orang yang berteman dengannya! (1) yâ' berarti melakukan sesuatu dengan motif ingin dilihat dan dipuji orang lain, bukan ikhlas karena Allah.
(Dan orang-orang yang) diathafkan kepada orang-orang yang sebelumnya (menafkahkan harta mereka karena riya kepada manusia) artinya karena mereka ingin dipuji (dan mereka tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada hari akhir) misalnya orang-orang munafik dan kafir Mekah. (Barangsiapa yang menjadi sejawat setan) artinya temannya, maka ia akan mengikuti perintahnya dan akan melakukan seperti apa yang dilakukannya (maka setan itu adalah teman yang seburuk-buruknya).
وَمَاذَا عَلَيْهِمْ لَوْ ءَامَنُوا۟ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَأَنفَقُوا۟ مِمَّا رَزَقَهُمُ ٱللَّهُ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ بِهِمْ عَلِيمًا ﴿٣٩﴾
Apakah kemudharatannya bagi mereka, kalau mereka beriman kepada Allah dan hari kemudian dan menafkahkan sebahagian rezeki yang telah diberikan Allah kepada mereka? Dan adalah Allah Maha Mengetahui keadaan mereka.
Alangkah buruknya mereka itu! Apakah yang akan merugikan mereka kalau mereka mau beriman kepada Allah dan hari akhir, lalu menginfakkan harta yang dikaruniakan Allah kepadanya sebagai konsekwensi keimanan itu dengan niat ikhlas dan penuh pengharapan pahala? Allah Mahatahu atas segala persoalan batin dan lahir.
(Apa salahnya bagi mereka jika mereka beriman kepada Allah dan hari yang akhir serta menafkahkan sebagian rezeki yang diberikan Allah kepada mereka) artinya apa bencana dan kerugiannya bagi mereka? Pertanyaan ini berarti sanggahan, sedangkan 'lau' mashdariah, artinya tak ada mudaratnya di sana itu, hanya kondisi di mana mereka berada itulah yang membawa mudarat atau bencana. (Dan Allah Maha Mengetahui keadaan mereka) sehingga akan dibalas-Nya apa yang mereka lakukan.
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍۢ ۖ وَإِن تَكُ حَسَنَةًۭ يُضَٰعِفْهَا وَيُؤْتِ مِن لَّدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًۭا ﴿٤٠﴾
Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.
Sesungguhnya Allah tidak akan berbuat curang kepada seseorang pun. Dia tidak akan mengurangi pahala atau menambahkan siksa seseorang. Bahkan akan melipatgandakan pahala orang-orang yang berbuat baik meskipun sedikit. Allah, dengan karunia-Nya, akan melimpahkan pemberian yang banyak.
(Sesungguhnya Allah tidak menganiaya) seorang pun (walau sebesar zarrah) artinya sebesar semut yang paling kecil, misalnya dengan mengurangi kebaikan-kebaikannya atau menambah kejahatan-kejahatannya (dan sekiranya ada kebaikan sebesar zarrah) dari seorang mukmin; menurut satu qiraat dengan baris di depan sehingga merupakan tammah (niscaya Allah akan melipatgandakannya) dari 10 sampai lebih dari 700 kali lipat. Menurut satu qiraat tanpa tasydid sehingga menjadi yudhaa`ifuha (dan mendatangkan dari sisi-Nya) di samping ganjaran yang berlipat ganda itu (pahala yang besar) tak dapat diperkirakan oleh seorang pun juga.
فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِن كُلِّ أُمَّةٍۭ بِشَهِيدٍۢ وَجِئْنَا بِكَ عَلَىٰ هَٰٓؤُلَآءِ شَهِيدًۭا ﴿٤١﴾
Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).
Bagaimanakah keadaan mereka yang kafir dan menentang apa yang diperintahkan Allah kepadanya, ketika Kami mendatangkan semua nabi sebagai saksi atas kaumnya pada hari kiamat, dan Kami mendatangkan kamu, wahai Muhammad, sebagai saksi atas kaummu yang di antaranya terdapat orang-orang yang menentang itu?
(Maka bagaimanakah) keadaan orang-orang kafir nanti (jika Kami datangkan dari setiap umat seorang saksi) yakni nabi mereka masing-masing yang menyaksikan amal perbuatan mereka (dan Kami datangkan kamu) hai Muhammad (sebagai saksi atas mereka itu) yakni umatmu.
يَوْمَئِذٍۢ يَوَدُّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ وَعَصَوُا۟ ٱلرَّسُولَ لَوْ تُسَوَّىٰ بِهِمُ ٱلْأَرْضُ وَلَا يَكْتُمُونَ ٱللَّهَ حَدِيثًۭا ﴿٤٢﴾
Di hari itu orang-orang kafir dan orang-orang yang mendurhakai rasul, ingin supaya mereka disamaratakan dengan tanah, dan mereka tidak dapat menyembunyikan (dari Allah) sesuatu kejadianpun.
Di hari itu orang-orang yang ingkar dan durhaka berharap ditelan bumi seperti orang-orang mati di dalam kubur. Mereka tidak akan bisa menyembunyikan hal ihwal mereka kepada Allah, karena Dia akan menampakkan segala keadaan dan perbuatan mereka.
(Di hari itu) yakni hari kedatangannya (orang-orang kafir dan yang mendurhakai Rasul menginginkan agar) seandainya (mereka disamaratakan dengan tanah) tusawwaa dalam bentuk pasif dan ada pula yang membacanya dalam bentuk aktif dengan menghilangkan salah satu dari ta-nya pada asal lalu mengidgamkannya pada sin artinya dari tustawa sedangkan maksudnya ialah mereka ingin agar menjadi tanah karena mereka tercekam rasa takut yang hebat sebagaimana tersebut pada ayat lain, \"Dan orang kafir berkata, 'Wahai kiranya nasib, kenapa daku tidak menjadi tanah saja!' (dan mereka tidak dapat menyembunyikan kepada Allah suatu peristiwa pun) mengenai apa yang mereka kerjakan.\" Tetapi pada kali yang lain mereka masih mencoba-coba juga untuk menyembunyikan sebagaimana tersebut dalam Alquran, \"Dan mereka berkata, 'Demi Allah Tuhan kami, tidaklah kami mempersekutukan-Mu.'\"
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَقْرَبُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنتُمْ سُكَٰرَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا۟ مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِى سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا۟ ۚ وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰٓ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌۭ مِّنكُم مِّنَ ٱلْغَآئِطِ أَوْ لَٰمَسْتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا۟ مَآءًۭ فَتَيَمَّمُوا۟ صَعِيدًۭا طَيِّبًۭا فَٱمْسَحُوا۟ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا ﴿٤٣﴾
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian melakukan salat di masjid dalam keadaan mabuk, sebelum kalian sadar dan mengerti apa yang kalian ucapkan. Jangan pula kalian memasuki masjid dalam keadaan junub, kecuali bila sekadar melintas tanpa maksud berdiam di dalamnya, sampai kalian menyucikan diri. Jika kalian sakit dan tidak mampu menggunakan air karena khawatir akan menambah parah penyakit, atau sedang bepergian dan sulit mendapatkan air, maka ambillah debu yang bersih untuk bertayamum. Begitu juga bila kalian kembali dari tempat buang hajat atau bersentuhan dengan perempuan, sedangkan kalian tidak mendapatkan air untuk bersuci, bertayamumlah dengan debu yang suci. Tepuklah debu itu dengan tangan kalian, lalu usapkan ke muka dan kedua tangan. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
(Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu dekati salat) artinya janganlah salat (sedangkan kamu dalam keadaan mabuk) disebabkan minum-minuman keras. Asbabun nuzulnya ialah orang-orang salat berjemaah dalam keadaan mabuk (sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan) artinya sadar dan sehat kembali (dan tidak pula dalam keadaan junub) disebabkan bersetubuh atau keluar mani. Ia manshub disebabkan menjadi hal dan dipakai baik buat tunggal maupun buat jamak (kecuali sekadar melewati jalan) artinya selagi musafir atau dalam perjalanan (hingga kamu mandi lebih dulu) barulah kamu boleh melakukan salat itu. Dikecualikannya musafir boleh melakukan salat itu ialah karena baginya ada hukum lain yang akan dibicarakan nanti. Dan ada pula yang mengatakan bahwa yang dimaksud ialah larangan terhadap mendekati tempat-tempat salat atau mesjid, kecuali sekadar melewatinya saja tanpa mendiaminya. (Dan jika kamu sakit) yakni mengidap penyakit yang bertambah parah jika kena air (atau dalam perjalanan) artinya dalam bepergian sedangkan kamu dalam keadaan junub atau berhadas besar (atau seseorang di antaramu datang dari tempat buang air) yakni tempat yang disediakan untuk buang hajat artinya ia berhadas (atau kamu telah menyentuh perempuan) menurut satu qiraat lamastum itu tanpa alif, dan keduanya yaitu baik pakai alif atau tidak, artinya ialah menyentuh yakni meraba dengan tangan. Hal ini dinyatakan oleh Ibnu Umar, juga merupakan pendapat Syafii. Dan dikaitkan dengannya meraba dengan kulit lainnya, sedangkan dari Ibnu Abbas diberitakan bahwa maksudnya ialah jimak atau bersetubuh (kemudian kamu tidak mendapat air) untuk bersuci buat salat yakni setelah berusaha menyelidiki dan mencari. Dan ini tentu mengenai selain orang yang dalam keadaan sakit (maka bertayamumlah kamu) artinya ambillah setelah masuknya waktu salat (tanah yang baik) maksudnya yang suci, lalu pukullah dengan telapak tanganmu dua kali pukulan (maka sapulah muka dan tanganmu) berikut dua sikumu. Mengenai masaha atau menyapu, maka kata-kata itu transitif dengan sendirinya atau dengan memakai huruf. (Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun).
أَلَمْ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ نَصِيبًۭا مِّنَ ٱلْكِتَٰبِ يَشْتَرُونَ ٱلضَّلَٰلَةَ وَيُرِيدُونَ أَن تَضِلُّوا۟ ٱلسَّبِيلَ ﴿٤٤﴾
Apakah kamu tidak melihat orang-orang yang telah diberi bahagian dari Al Kitab (Taurat)? Mereka membeli (memilih) kesesatan (dengan petunjuk) dan mereka bermaksud supaya kamu tersesat (menyimpang) dari jalan (yang benar).
Apakah kalian tidak merasa heran melihat orang-orang yang diturunkan kepada mereka bagian berupa kitab-kitab suci terdahulu? Mereka meninggalkan petunjuk Allah, mengikuti kesesatan dan menginginkan kalian menjauhi jalan kebenaran, yaitu jalan Allah yang lurus.
(Tidakkah kamu lihat orang-orang yang diberi bagian dari Alkitab) yakni orang-orang Yahudi (mereka membeli kesesatan) dengan petunjuk (dan menginginkan agar kamu sesat jalan) atau menempuh jalan yang tidak benar agar bernasib seperti mereka pula.
وَٱللَّهُ أَعْلَمُ بِأَعْدَآئِكُمْ ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ وَلِيًّۭا وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ نَصِيرًۭا ﴿٤٥﴾
Dan Allah lebih mengetahui (dari pada kamu) tentang musuh-musuhmu. Dan cukuplah Allah menjadi Pelindung (bagimu). Dan cukuplah Allah menjadi Penolong (bagimu).
Allah lebih mengetahui musuh-musuh kalian yang sebenarnya daripada kalian sendiri. Dia pun lebih mengetahui apa yang ada dalam diri mereka. Allahlah yang akan melindungi kalian, dan cukuplah Dia sebagai penjaga kalian. Maka hendaknya kalian jangan mencari pertolongan selain pertolongan-Nya. Cukuplah Allah sebagai penolong kalian.
(Dan Allah lebih mengetahui tentang musuh-musuhmu) daripada kamu maka diberitakan-Nya kepada kamu keadaan mereka agar kamu tetap waspada (dan cukuplah Allah sebagai pelindung) atau pemeliharamu terhadap mereka (dan cukuplah Allah sebagai penolongmu) terhadap tipu daya mereka.
مِّنَ ٱلَّذِينَ هَادُوا۟ يُحَرِّفُونَ ٱلْكَلِمَ عَن مَّوَاضِعِهِۦ وَيَقُولُونَ سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَٱسْمَعْ غَيْرَ مُسْمَعٍۢ وَرَٰعِنَا لَيًّۢا بِأَلْسِنَتِهِمْ وَطَعْنًۭا فِى ٱلدِّينِ ۚ وَلَوْ أَنَّهُمْ قَالُوا۟ سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَٱسْمَعْ وَٱنظُرْنَا لَكَانَ خَيْرًۭا لَّهُمْ وَأَقْوَمَ وَلَٰكِن لَّعَنَهُمُ ٱللَّهُ بِكُفْرِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُونَ إِلَّا قَلِيلًۭا ﴿٤٦﴾
Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata: \"Kami mendengar\", tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula): \"Dengarlah\" sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan): \"Raa'ina\", dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan: \"Kami mendengar dan menurut, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami\", tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis.
Di antara orang-orang Yahudi ada sekelompok orang yang cenderung mengubah-ubah perkataan dari makna sebenarnya. Mereka berkata kepada Nabi mengenai diri mereka, \"Kami mendengar ucapan dan kami melanggar perintah.\" Mereka juga berkata, \"Dengarlah ucapan kami,\" dengan mengarahkan pembicaraan kepadamu. Mereka mengatakan pula, \"Isma' ghayra musma'\" (dengarlah, semoga kamu tidak mendengar apa-apa). Ungkapan ini dibuat begitu rupa sehingga seolah-olah mereka mengharapkan kebaikan kepada Nabi Muhammad saw. Padahal, sebenarnya, keburukanlah yang mereka harapkan menimpa Nabi. Mereka pun mengucapkan \"Râ'inâ\" (sudilah kiranya kamu memperhatikan kami) dengan cara memutar-mutar lidah. Mereka, dengan cara seperti itu, menginginkan orang lain menganggap maksudnya \"undzurnâ\" (\"sudilah kiranya kamu memperhatikan kami\") karena dengan memutar-mutar lidah ketika menyebut \"râ'inâ\", seolah- olah mereka memang meminta agar diperhatikan. Padahal, sebenarnya, mereka tengah mencela agama dengan mencela Nabi saw., pembawa risalah, sebagai orang yang bodoh (\"ru'ûnah\": bentuk nomina abstrak [mashdar] dari verba [fi'l] ra'ana yang berarti 'kebodohan'). Jika saja mereka mau bersikap jujur dengan mengatakan \"Sami'nâ wa atha'nâ\" (kami dengar dan kami taati) sebagai pengganti tambahan \"Sami'nâ wa 'ashaynâ\" (kami dengar dan kami langgar), dan mengatakan \"Isma'\" tanpa tambahan \"ghayr musma'\", serta mengganti ucapan \"Râ'inâ\" dengan \"unzhurnâ\", tentulah itu lebih baik dan lebih bijaksana bagi mereka. Akan tetapi begitulah kenyataannya, Allah menjauhkan mereka dari rahmat-Nya disebabkan oleh kemungkaran yang mereka lakukan. Dan kamu tidak mendapatkan mereka itu sebagai orang-orang yang memenuhi ajakanmu untuk beriman, kecuali sedikit saja.
(Di antara orang-orang Yahudi) ada suatu kaum (mereka mengubah perkataan-perkataan) yakni yang diturunkan Allah dalam Taurat berupa tanda-tanda dan sifat-sifat Nabi Muhammad saw. (dari tempat-tempatnya) semula (dan kata mereka) kepada Nabi saw. bila beliau menitahkan mereka mengerjakan sesuatu: (\"Kami dengar) ucapanmu (dan kami langgar.\") perintahmu (dan dengarlah padahal tidak ada yang akan didengar) menjadi hal yang berarti doa; artinya semoga saya tidak mendengarnya. (Dan) kata mereka pula kepadanya (\"Ra`ina.\") padahal mereka telah dilarang mengucapkannya karena dalam bahasa mereka kata-kata itu berarti makian (dengan memutar-mutar lidah mereka dan mencela) menjelekkan (agama) Islam. (Sekiranya mereka mengatakan, \"Kami dengar dan kami turut) sebagai ganti dari 'kami langgar' (dan dengarlah) saja (dan perhatikanlah kami\") yaitu unzhurnaa sebagai ganti dari raa`inaa (tentulah itu lebih baik bagi mereka) daripada apa yang mereka ucapkan tadi (dan lebih tepat) lebih adil daripadanya. (Akan tetapi Allah mengutuk mereka) artinya menjauhkan mereka dari rahmat-Nya (disebabkan kekafiran mereka sehingga mereka tidaklah beriman selain hanya segelintir saja) misalnya Abdullah bin Salam dan para sahabatnya.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ ءَامِنُوا۟ بِمَا نَزَّلْنَا مُصَدِّقًۭا لِّمَا مَعَكُم مِّن قَبْلِ أَن نَّطْمِسَ وُجُوهًۭا فَنَرُدَّهَا عَلَىٰٓ أَدْبَارِهَآ أَوْ نَلْعَنَهُمْ كَمَا لَعَنَّآ أَصْحَٰبَ ٱلسَّبْتِ ۚ وَكَانَ أَمْرُ ٱللَّهِ مَفْعُولًا ﴿٤٧﴾
Hai orang-orang yang telah diberi Al Kitab, berimanlah kamu kepada apa yang telah Kami turunkan (Al Quran) yang membenarkan Kitab yang ada pada kamu sebelum Kami mengubah muka(mu), lalu Kami putarkan ke belakang atau Kami kutuki mereka sebagaimana Kami telah mengutuki orang-orang (yang berbuat maksiat) pada hari Sabtu. Dan ketetapan Allah pasti berlaku.
Hai orang-orang yang diberi kitab suci, berimanlah kalian kepada al-Qur'ân yang telah Kami turunkan kepada Muhammad, yang membenarkan apa yang ada pada kalian, sebelum Kami turunkan siksa untuk kalian yang membuat bentuk muka kalian terbalik menyerupai bagian belakang kepala, tanpa hidung, mata, dan alis, atau sebelum Kami kutuk kalian sebagaimana kutukan Kami atas mereka yang telah melanggar perintah untuk tidak menangkap ikan pada hari Sabtu. Ketetapan Allah pasti berlaku.
(Hai orang-orang yang diberi Alkitab! Berimanlah kamu kepada apa-apa yang telah Kami turunkan) berupa Alquran (yang membenarkan apa yang berada padamu) yakni Taurat (sebelum Kami mengubah mukamu) dengan membuang mata, hidung dan alis yang terdapat padanya (lalu Kami putarkan ke belakang) sehingga menjadi rata dengan tengkuknya (atau Kami kutuk mereka) dengan menjadikan mereka sebagai kera (sebagaimana Kami telah mengutuk) menyerapah (pendurhaka-pendurhaka di hari Sabtu) di antara mereka (dan urusan Allah) maksudnya ketetapan-Nya (pasti berlaku). Tatkala ayat ini turun, maka masuk Islamlah Abdullah bin Salam. Maka ada yang mengatakan bahwa ini merupakan ancaman dengan suatu syarat karena setelah sebagian mereka masuk Islam, maka hukuman itu dibatalkan. Dan ada pula yang mengatakan bahwa baik perubahan wajah dan penjelmaan menjadi kera itu akan dilakukan sebelum terjadinya kiamat.
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱفْتَرَىٰٓ إِثْمًا عَظِيمًا ﴿٤٨﴾
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.
Sesungguhnya Allah tidak memberi ampunan dosa syirik dan memberi ampunan segala dosa selain syirik bagi hamba-hamba yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sesungguhnya ia telah berbuat dosa besar yang tidak ada ampunannya.
(Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni bila Dia dipersekutukan) artinya tidak akan mengampuni dosa mempersekutukan-Nya (dan Dia akan mengampuni selain dari demikian) di antara dosa-dosa (bagi siapa yang dikehendaki-Nya) beroleh ampunan, sehingga dimasukkan-Nya ke dalam surga tanpa disentuh oleh siksa. Sebaliknya akan disiksa-Nya lebih dulu orang-orang mukmin yang dikehendaki-Nya karena dosa-dosa mereka, dan setelah itu barulah dimasukkan-Nya ke dalam surga. (Siapa mempersekutukan Allah, maka sesungguhnya ia telah berbuat dosa yang besar).
أَلَمْ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ يُزَكُّونَ أَنفُسَهُم ۚ بَلِ ٱللَّهُ يُزَكِّى مَن يَشَآءُ وَلَا يُظْلَمُونَ فَتِيلًا ﴿٤٩﴾
Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih?. Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak aniaya sedikitpun.
Janganlah kalian merasa heran melihat orang-orang kafir yang selalu mengada-ada dalam perbuatan mereka. Kami jelaskan buruknya perbuatan mereka, tetapi mereka malah menganggapnya baik. Mereka memuji diri sendiri dengan mengaku sebagai orang-orang suci. Hanya Allahlah yang mengetahui yang keji dan yang suci. Dia membersihkan jiwa siapa saja yang dikehendaki-Nya serta tidak menzalimi hak siapa pun, yang sangat sedikit sekalipun.
(Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang membersih-bersihkan diri mereka itu) yakni orang-orang Yahudi yang mengatakan bahwa mereka itu anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya. Jadi persoalannya kebaikan itu bukanlah dengan membersih-bersihkan diri (tetapi Allah membersihkan) artinya menyucikan (siapa yang dikehendaki-Nya) dengan keimanan (sedangkan mereka tidak dianiaya) atau dikurangi amalan mereka (sedikit pun) walau sebesar kulit buah kurma sekalipun.
ٱنظُرْ كَيْفَ يَفْتَرُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلْكَذِبَ ۖ وَكَفَىٰ بِهِۦٓ إِثْمًۭا مُّبِينًا ﴿٥٠﴾
Perhatikanlah, betapakah mereka mengada-adakan dusta terhadap Allah? Dan cukuplah perbuatan itu menjadi dosa yang nyata (bagi mereka).
Bagaimana mereka dapat mengada-ada kebohongan terhadap Allah dengan cara seperti itu? Cukuplah kebohongan itu menjadi dosa yang nyata, yang mengungkap segala keburukan yang mereka sembunyikan.
(Perhatikanlah) menunjukkan keheranan (betapa mereka mengada-adakan kedustaan terhadap Allah) mengenai hal itu (dan cukuplah itu menjadi dosa yang nyata) bagi mereka. Ayat ini diturunkan berkenaan dengan Kaab bin Asyraf dan lain-lainnya dari kalangan ulama Yahudi, yaitu ketika mereka tiba di Mekah dan menyaksikan orang-orang musyrikin yang terbunuh dalam perang Badar, maka mereka membakar kaum musyrikin untuk membalas dendam atas kekalahan ini dan memerangi Nabi saw.:
أَلَمْ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ نَصِيبًۭا مِّنَ ٱلْكِتَٰبِ يُؤْمِنُونَ بِٱلْجِبْتِ وَٱلطَّٰغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا۟ هَٰٓؤُلَآءِ أَهْدَىٰ مِنَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ سَبِيلًا ﴿٥١﴾
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang Kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman.
Tidakkah kamu heran dengan perlakuan orang-orang yang diberi bagian dari ilmu kitab suci. Mereka dengan rela menyembah berhala dan setan, dan mengatakan kepada orang-orang yang menyembah berhala, \"Sesungguhnya mereka itu lebih benar jalannya daripada orang-orang yang beriman.\"
(Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Alkitab, mereka percaya kepada jibt dan tagut) nama dua berhala Quraisy (dan mengatakan kepada orang-orang kafir) yaitu Abu Sofyan dan sahabat-sahabatnya ketika mereka menanyakan kepada orang-orang Yahudi itu siapakah yang lebih benar jalannya, apakah mereka sebagai penguasa Kakbah, pelayan makan-minum jemaah haji dan pembantunya orang yang berada dalam kesukaran ataukah Muhammad, yakni orang yang telah menyalahi agama nenek moyangnya, memutuskan tali silaturahmi dan meninggalkan tanah suci? (bahwa mereka itu) maksudnya kamu hai orang-orang Quraisy (lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman) artinya lebih lurus jalan yang kamu tempuh daripada mereka.
أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ لَعَنَهُمُ ٱللَّهُ ۖ وَمَن يَلْعَنِ ٱللَّهُ فَلَن تَجِدَ لَهُۥ نَصِيرًا ﴿٥٢﴾
Mereka itulah orang yang dikutuki Allah. Barangsiapa yang dikutuki Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya.
Mereka itulah orang-orang yang ditelantarkan Allah dan dijauhkan dari kasih sayang-Nya. Maka, barangsiapa yang ditelantarakan oleh Allah dan dijauhkan dari kasih sayang-Nya, niscaya ia tidak akan mendapatkan penolong dan pelindung dari murka Allah.
(Mereka itulah orang-orang yang dikutuk oleh Allah dan siapa yang dikutuk) oleh (Allah, maka kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolongnya) yang akan melindunginya dari azab siksa-Nya.
أَمْ لَهُمْ نَصِيبٌۭ مِّنَ ٱلْمُلْكِ فَإِذًۭا لَّا يُؤْتُونَ ٱلنَّاسَ نَقِيرًا ﴿٥٣﴾
Ataukah ada bagi mereka bahagian dari kerajaan (kekuasaan)? Kendatipun ada, mereka tidak akan memberikan sedikitpun (kebajikan) kepada manusia.
Selain tidak mendapatkan nikmat tunduk kepada kebenaran, mereka juga tidak layak memegang kekuasaan. Kalaupun diberi kekuasaan, hal itu tidak akan mendatangkan manfaat sedikit pun bagi orang lain.
(Ataukah mereka ada mempunyai bagian kerajaan) maksudnya mereka tidak mempunyai sedikit pun daripadanya, dan walaupun ada (hingga bila demikian, maka tidak secuil pun yang akan mereka berikan kepada manusia) naqiira: sesuatu yang tak ada harganya, sebesar patukan burung kecil di atas biji, dan sikap mereka itu ialah karena amat bakhil atau kikirnya.
أَمْ يَحْسُدُونَ ٱلنَّاسَ عَلَىٰ مَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ ۖ فَقَدْ ءَاتَيْنَآ ءَالَ إِبْرَٰهِيمَ ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَءَاتَيْنَٰهُم مُّلْكًا عَظِيمًۭا ﴿٥٤﴾
ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar.
Mengapa mereka selalu ingin melebihi bangsa Arab, agar Allah mengutus nabi dari kalangan mereka, padahal Allah telah memberikan kepada Ibrâhîm dan keluarganya, kitab, kenabian dan kerajaan yang besar. Dan Ibrâhîm adalah bapak kalian dan bapak mereka.
(Atau) apakah (mereka dengki kepada manusia) maksudnya kepada Nabi saw. (atas karunia yang telah diberikan Allah kepada mereka itu) berupa kenabian dan banyaknya istri? Artinya mereka mengangankan lenyapnya nikmat itu daripadanya dan mengatakan, \"Sekiranya ia nabi, tentulah ia tidak akan menghiraukan banyak istri itu!\" (Sungguh, Kami telah memberikan kepada keluarga Ibrahim) nenek moyang mereka seperti Musa, Daud dan Sulaiman (Kitab dan hikmah) serta nubuwah (dan telah Kami berikan kepada mereka kerajaan yang besar) Daud mempunyai 99 orang istri, sedangkan Sulaiman seribu orang wanita, campuran dari orang merdeka dan hamba sahaya.
فَمِنْهُم مَّنْ ءَامَنَ بِهِۦ وَمِنْهُم مَّن صَدَّ عَنْهُ ۚ وَكَفَىٰ بِجَهَنَّمَ سَعِيرًا ﴿٥٥﴾
Maka di antara mereka (orang-orang yang dengki itu), ada orang-orang yang beriman kepadanya, dan di antara mereka ada orang-orang yang menghalangi (manusia) dari beriman kepadanya. Dan cukuplah (bagi mereka) Jahannam yang menyala-nyala apinya.
Di antara mereka, pengikut Nabi Ibrâhîm, ada yang beriman kepada kitab suci yang diturunkan kepada mereka, dan ada juga yang tidak beriman kepadanya. Cukuplah neraka Jahanam yang sangat panas sebagai tempat bagi mereka yang menolak mengimani kebenaran.
(Maka di antara mereka ada yang beriman kepadanya) yakni kepada Nabi Muhammad saw. (dan di antara mereka ada yang berpaling daripadanya) hingga ia tak mau beriman (dan cukuplah kiranya Jahanam itu sebagai api yang menyala-nyala) untuk membakar orang yang tidak beriman itu.
إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ بِـَٔايَٰتِنَا سَوْفَ نُصْلِيهِمْ نَارًۭا كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُودُهُم بَدَّلْنَٰهُمْ جُلُودًا غَيْرَهَا لِيَذُوقُوا۟ ٱلْعَذَابَ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَزِيزًا حَكِيمًۭا ﴿٥٦﴾
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari bukti-bukti yang jelas dan mendustakan para nabi, kelak akan Kami masukkan ke dalam api neraka yang akan menghanguskan kulit mereka. Dan setiap kali rasa pedih akibat siksaan itu hilang, Allah menggantinya dengan kulit yang baru, agar rasa sakitnya berlanjut. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa dan Mahabijaksana. Dia akan memberikan siksaan bagi orang yang sampai saat kematiaannya tetap mengingkari-Nya(1). (1) Ayat ini merupakan bukti betapa dahsyatnya siksaan yang diderita oleh penghuni neraka. Sebuah temuan ilmiah membuktikan bahwa urat saraf yang tersebar dalam lapisan kulit merupakan yang paling sensitif terhadap pengaruh panas dan dingin.
(Sesungguhnya orang-orang yang kafir akan ayat-ayat Kami akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka) mereka akan terbakar hangus (setiap matang) atau menjadi hangus (kulit mereka itu Kami ganti dengan kulit lainnya) yakni dengan mengembalikannya kepada keadaannya sebelum matang atau hangus itu (supaya mereka merasakan azab) dan menderita kepedihannya. (Sesungguhnya Allah Maha Perkasa) dalam segala penciptaan-Nya.
وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ سَنُدْخِلُهُمْ جَنَّٰتٍۢ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًۭا ۖ لَّهُمْ فِيهَآ أَزْوَٰجٌۭ مُّطَهَّرَةٌۭ ۖ وَنُدْخِلُهُمْ ظِلًّۭا ظَلِيلًا ﴿٥٧﴾
Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang shaleh, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai; kekal mereka di dalamnya; mereka di dalamnya mempunyai isteri-isteri yang suci, dan Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman.
Orang-orang yang percaya kepada apa yang datang dari Tuhannya dan melakukan amal saleh, akan Kami karuniakan pahala atas keimanan dan perbuatan itu. Kami akan memasukkan mereka ke dalam surga yang dialiri berbagai sungai di bawah pepohonannya, dengan ditemani oleh istri-istri yang suci, tiada cela, serta Kami akan memberikan kepada mereka kehidupan yang teduh dan kenyamanan yang abadi.
(Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam surga yang di bawahnya mengalir anak-anak sungai; kekal mereka di sana untuk selama-lamanya. Mereka di dalamnya mempunyai istri-istri yang suci) dari haid dan dari segala kotoran (dan Kami masukkan mereka ke tempat yang senantiasa teduh berkepanjangan) artinya tidak diganggu oleh sinar matahari yang tiada lain dari naungan surga.
۞ إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا۟ ٱلْأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحْكُمُوا۟ بِٱلْعَدْلِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعًۢا بَصِيرًۭا ﴿٥٨﴾
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian, wahai orang-orang yang beriman, untuk menyampaikan segala amanat Allah atau amanat orang lain kepada yang berhak secara adil. Jangan berlaku curang dalam menentukan suatu keputusan hukum. Ini adalah pesan Tuhanmu, maka jagalah dengan baik, karena merupakan pesan terbaik yang diberikan-Nya kepada kalian. Allah selalu Maha Mendengar apa yang diucapkan dan Maha Melihat apa yang dilakukan. Dia mengetahui orang yang melaksanakan amanat dan yang tidak melaksanakannya, dan orang yang menentukan hukum secara adil atau zalim. Masing-masing akan mendapatkan ganjarannya.
(Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat) artinya kewajiban-kewajiban yang dipercayakan dari seseorang (kepada yang berhak menerimanya) ayat ini turun ketika Ali r.a. hendak mengambil kunci Kakbah dari Usman bin Thalhah Al-Hajabi penjaganya secara paksa yakni ketika Nabi saw. datang ke Mekah pada tahun pembebasan. Usman ketika itu tidak mau memberikannya lalu katanya, \"Seandainya saya tahu bahwa ia Rasulullah tentulah saya tidak akan menghalanginya.\" Maka Rasulullah saw. pun menyuruh mengembalikan kunci itu padanya seraya bersabda, \"Terimalah ini untuk selama-lamanya tiada putus-putusnya!\" Usman merasa heran atas hal itu lalu dibacakannya ayat tersebut sehingga Usman pun masuk Islamlah. Ketika akan meninggal kunci itu diserahkan kepada saudaranya Syaibah lalu tinggal pada anaknya. Ayat ini walaupun datang dengan sebab khusus tetapi umumnya berlaku disebabkan persamaan di antaranya (dan apabila kamu mengadili di antara manusia) maka Allah menitahkanmu (agar menetapkan hukum dengan adil. Sesungguhnya Allah amat baik sekali) pada ni`immaa diidgamkan mim kepada ma, yakni nakirah maushufah artinya ni`ma syaian atau sesuatu yang amat baik (nasihat yang diberikan-Nya kepadamu) yakni menyampaikan amanat dan menjatuhkan putusan secara adil. (Sesungguhnya Allah Maha Mendengar) akan semua perkataan (lagi Maha Melihat) segala perbuatan.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍۢ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌۭ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا ﴿٥٩﴾
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Wahai orang-orang yang beriman kepada ajaran yang dibawa Muhammad, taatilah Allah, rasul-rasul- Nya dan penguasa umat Islam yang mengurus urusan kalian dengan menegakkan kebenaran, keadilan dan melaksanakan syariat. Jika terjadi perselisihan di antara kalian, kembalikanlah kepada al-Qur'ân dan sunnah Rasul-Nya agar kalian mengetahui hukumnya. Karena, Allah telah menurunkan al-Qur'ân kepada kalian yang telah dijelaskan oleh Rasul-Nya. Di dalamnya terdapat hukum tentang apa yang kalian perselisihkan. Ini adalah konsekwensi keimanan kalian kepada Allah dan hari kiamat. Al-Qur'ân itu merupakan kebaikan bagi kalian, karena, dengan al-Qur'ân itu, kalian dapat berlaku adil dalam memutuskan perkara-perkara yang kalian perselisihkan. Selain itu, akibat yang akan kalian terima setelah memutuskan perkara dengan al-Qur'ân, adalah yang terbaik, karena mencegah perselisihan yang menjurus kepada pertengkaran dan kesesatan.
(Hai orang-orang beriman! Taatlah kamu kepada Allah dan kepada rasul-Nya serta pemegang-pemegang urusan) artinya para penguasa (di antaramu) yakni jika mereka menyuruhmu agar menaati Allah dan Rasul-Nya. (Dan jika kamu berbeda pendapat) atau bertikai paham (tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah) maksudnya kepada kitab-Nya (dan kepada Rasul) sunah-sunahnya; artinya selidikilah hal itu pada keduanya (yakni jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Demikian itu) artinya mengembalikan pada keduanya (lebih baik) bagi kamu daripada bertikai paham dan mengandalkan pendapat manusia (dan merupakan rujukan yang sebaik-baiknya). Ayat berikut ini turun tatkala terjadi sengketa di antara seorang Yahudi dengan seorang munafik. Orang munafik ini meminta kepada Kaab bin Asyraf agar menjadi hakim di antara mereka sedangkan Yahudi meminta kepada Nabi saw. lalu kedua orang yang bersengketa itu pun datang kepada Nabi saw. yang memberikan kemenangan kepada orang Yahudi. Orang munafik itu tidak rela menerimanya lalu mereka mendatangi Umar dan si Yahudi pun menceritakan persoalannya. Kata Umar kepada si munafik, \"Benarkah demikian?\" \"Benar,\" jawabnya. Maka orang itu pun dibunuh oleh Umar.
أَلَمْ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ ءَامَنُوا۟ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحَاكَمُوٓا۟ إِلَى ٱلطَّٰغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوٓا۟ أَن يَكْفُرُوا۟ بِهِۦ وَيُرِيدُ ٱلشَّيْطَٰنُ أَن يُضِلَّهُمْ ضَلَٰلًۢا بَعِيدًۭا ﴿٦٠﴾
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.
Tidakkah kamu heran, wahai Nabi, melihat orang-orang yang mengaku beriman kepada kitab yang diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang diturunkan sebelummu? Dalam pertengkaran, mereka mendasarkan hukum-hukum dengan selain hukum Allah yang mengandung kesesatan dan kerusakan. Padahal, mereka diperintah Allah untuk tidak berpegang kepada hukum selain hukum Allah itu. Setan hendak menyesatkan mereka dari jalan yang benar dan lurus sehingga mereka menjadi sangat tersesat.
(Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang mengakui diri mereka telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan apa yang diturunkan sebelum kamu; mereka hendak bertahkim kepada tagut) artinya orang yang banyak berbuat kedurhakaan, yaitu Kaab bin Asyraf (padahal mereka sudah dititahkan untuk mengingkarinya) dan tak akan memuliakan serta tidak mengangkatnya sebagai pemimpin. (Dan setan bermaksud menyesatkan mereka dengan kesesatan yang sejauh-jauhnya) yakni dari kebenaran.
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا۟ إِلَىٰ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ وَإِلَى ٱلرَّسُولِ رَأَيْتَ ٱلْمُنَٰفِقِينَ يَصُدُّونَ عَنكَ صُدُودًۭا ﴿٦١﴾
Apabila dikatakan kepada mereka: \"Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul\", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.
Apabila kamu katakan kepada mereka, \"Terimalah al-Qur'ân dan syariat yang diturunkan Allah dan kemudian dijelaskan oleh rasul-Nya,\" niscaya kamu akan mendapatkan orang-orang munafik menolak ajakan itu dengan keras.
(Dan apabila dikatakan kepada mereka, marilah kamu kembali kepada apa yang diturunkan Allah) dalam Alquran berupa hukum-hukum (dan kepada rasul) agar dapat mengadili kamu (maka kamu lihat orang-orang munafik berpaling daripadamu) kepada yang lain (sejadi-jadinya.)
فَكَيْفَ إِذَآ أَصَٰبَتْهُم مُّصِيبَةٌۢ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ثُمَّ جَآءُوكَ يَحْلِفُونَ بِٱللَّهِ إِنْ أَرَدْنَآ إِلَّآ إِحْسَٰنًۭا وَتَوْفِيقًا ﴿٦٢﴾
Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: \"Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna\".
Betapa buruk keadaan mereka, saat mereka tertimpa musibah dan tidak mendapatkan tempat mengadu kecuali kepadamu, lalu mereka mendatangimu dan bersumpah bahwa perkataan dan tindakan yang mereka lakukan itu tidak lain untuk mendapatkan kebaikan dan mencari petunjuk.
(Maka betapa jadinya) dan apa yang akan mereka perbuat (jika mereka ditimpa oleh musibah) atau hukuman (disebabkan perbuatan tangan mereka) berupa perbuatan-perbuatan maksiat dan kekafiran, apakah mereka mampu berpaling dan melarikan diri daripadanya? Tentu saja tidak! (Kemudian mereka datang kepadamu) diathafkan kepada yashudduuna (sambil bersumpah atas nama Allah, \"Tidaklah kami kehendaki) dengan bertahkim kepada orang lain (kecuali penyelesaian) atau perdamaian (dan kerukunan) di antara dua pihak yang bermusuhan dengan mengadakan pendekatan-pendekatan terhadap hukum dan bukan menyamarkan perkara yang benar.\"
أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ يَعْلَمُ ٱللَّهُ مَا فِى قُلُوبِهِمْ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ وَقُل لَّهُمْ فِىٓ أَنفُسِهِمْ قَوْلًۢا بَلِيغًۭا ﴿٦٣﴾
Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.
Orang-orang yang bersumpah bahwa mereka hanya menginginkan kebaikan dan petunjuk itu, Allah mengetahui kebohongan serta hakikat yang ada di dalam hati mereka. Oleh karena itu, jangan hiraukan ucapan mereka dan ajaklah mereka kepada kebenaran dengan nasihat yang baik. Katakan kepada mereka kata-kata yang bijak dan penuh arti, hingga merasuk ke dalam kalbu mereka.
(Mereka itu adalah orang-orang yang diketahui Allah isi hati mereka) berupa kemunafikan dan kedustaan mereka dalam mengajukan alasan (maka berpalinglah kamu dari mereka) dengan memberi mereka maaf (dan berilah mereka nasihat) agar takut kepada Allah (serta katakanlah kepada mereka tentang) keadaan (diri mereka perkataan yang dalam) artinya yang berbekas dan mempengaruhi jiwa, termasuk bantahan dan hardikan agar mereka kembali dari kekafiran.
وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۚ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذ ظَّلَمُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ جَآءُوكَ فَٱسْتَغْفَرُوا۟ ٱللَّهَ وَٱسْتَغْفَرَ لَهُمُ ٱلرَّسُولُ لَوَجَدُوا۟ ٱللَّهَ تَوَّابًۭا رَّحِيمًۭا ﴿٦٤﴾
Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Kami tidak pernah mengutus seorang rasul pun kecuali agar risalahnya ditaati dengan seizin Allah. Dan barangsiapa yang bersikap munafik, mendustakan atau menentangnya, berarti telah menganiaya diri sendiri. Andai saja orang-orang yang menganiaya diri sendiri itu kembali kepada petunjuk, lalu datang kepadamu dan meminta ampunan Allah atas apa yang mereka lakukan, dan kamu pun mengharap ampunan untuk mereka sesuai dengan risalah dan perubahan pada diri mereka, mereka pasti akan mendapatkan Allah Maha Penerima tobat dan Mahakasih kepada hamba-Nya.
(Dan Kami tidak mengutus seorang rasul kecuali untuk ditaati) segala yang diperintahkan dan diputuskannya (dengan izin Allah) dengan perintah-Nya; jadi bukan untuk ditentang atau didurhakai. (Dan sekiranya mereka ketika menganiaya kepada diri mereka itu) dengan bertahkim kepada tagut (segera datang kepadamu) dengan bertobat (lalu memohon ampun kepada Allah dan rasul pun memohonkan ampun untuk mereka) di sini terdapat peralihan arah pembicaraan demi meninggikan kedudukannya (tentulah akan mereka temui Allah Maha Penerima tobat) terhadap mereka (lagi Maha Penyayang) kepada mereka.
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا۟ فِىٓ أَنفُسِهِمْ حَرَجًۭا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا۟ تَسْلِيمًۭا ﴿٦٥﴾
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
Demi Tuhanmu, mereka tidak dianggap beriman dan tunduk kepada kebenaran, sebelum mereka menjadikan kamu sebagai hakim yang memutuskan persengketaan yang timbul di antara mereka, lalu tidak merasa berat hati dengan keputusan yang kamu ambil, dan tunduk kepadamu setunduk orang-orang Mukmin yang benar.
(Maka demi Tuhanmu) la menjadi tambahan (mereka tidaklah beriman sebelum menjadikanmu sebagai hakim tentang urusan yang menjadi pertikaian) atau sengketa (di antara mereka kemudian mereka tidak merasakan dalam hati mereka suatu keberatan) atau keragu-raguan (tentang apa yang kamu putuskan dan mereka menerima) atau tunduk kepada putusanmu itu (dengan sepenuhnya) tanpa bimbang atau ragu.
وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ ٱقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ أَوِ ٱخْرُجُوا۟ مِن دِيَٰرِكُم مَّا فَعَلُوهُ إِلَّا قَلِيلٌۭ مِّنْهُمْ ۖ وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا۟ مَا يُوعَظُونَ بِهِۦ لَكَانَ خَيْرًۭا لَّهُمْ وَأَشَدَّ تَثْبِيتًۭا ﴿٦٦﴾
Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka: \"Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu\", niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka),
Kalau saja Kami menentukan tugas yang sangat berat dengan memerintahkan jihad terus menerus, membiarkan mereka mati atau meninggalkan rumah terus menerus untuk berjihad, tentu hanya sedikit yang menaatinya. Tetapi Allah Swt. memang tidak mewajibkan sesuatu kecuali sesuai kemampuan manusia. Kalau saja mereka melakukan perintah itu, tentu akan membawa kebaikan di dunia dan di akhirat. Dan, tentu akan mengarah kepada kemantapan iman, kestabilan dan ketenteraman.
(Dan seandainya Kami wajibkan kepada mereka) an sebagai penafsiran (\"Bunuhlah dirimu,\" atau, \"Keluarlah kamu dari kampungmu,\") sebagaimana telah Kami lakukan terhadap Bani Israel (tidaklah mereka akan melakukannya) apa yang diharuskan itu (kecuali sebagian kecil) dibaca marfu` sebagai badal dan manshub sebagai mustatsna (di antara mereka. Dan sekiranya mereka melakukan apa yang dinasihatkan kepada mereka itu) yakni menaati Rasul (tentulah hal itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan) lebih memantapkan keimanan mereka.
وَإِذًۭا لَّءَاتَيْنَٰهُم مِّن لَّدُنَّآ أَجْرًا عَظِيمًۭا ﴿٦٧﴾
dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami,
Kalau mereka benar-benar melaksanakan kewajiban Tuhan sesuai kemampuan, mereka pasti akan diberikan pahala yang besar dari karunia-Nya.
(Dan jika demikian halnya) artinya jika mereka teguh dalam pendirian (tentulah akan Kami berikan kepada mereka dari sisi Kami pahala yang besar) yakni surga.
وَلَهَدَيْنَٰهُمْ صِرَٰطًۭا مُّسْتَقِيمًۭا ﴿٦٨﴾
dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus.
Selain itu, mereka tentu akan ditunjukkan Allah jalan yang lurus dan jelas, oleh sebab ketaatan mereka terhadap tugas yang mampu dilaksanakan.
(Dan tentulah akan Kami bimbing mereka ke jalan yang lurus). Kata sebagian sahabat kepada Nabi saw., \"Betapa caranya kami dapat melihat baginda dalam surga padahal baginda berada pada tingkat yang tinggi sedangkan kami di tingkat bawah?\" Maka turunlah ayat:
وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ مَعَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ ٱلنَّبِيِّۦنَ وَٱلصِّدِّيقِينَ وَٱلشُّهَدَآءِ وَٱلصَّٰلِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُو۟لَٰٓئِكَ رَفِيقًۭا ﴿٦٩﴾
Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.
Barangsiapa mematuhi Allah dan rasul-Nya dengan menyerah dan menerima perintah dan keputusan- Nya, akan bersama orang-orang yang dikaruniai petunjuk di dunia dan di akhirat. Yaitu para nabi dan pengikutnya yang mempercayai dan meneladani ajarannya, para syuhadâ' yang mati di jalan Allah dan orang-orang saleh yang memiliki kesesuaian antara apa yang mereka tampakkan dan yang mereka tidak tampakkan. Alangkah baiknya mereka sebagai teman. Orang yang berteman dengan mereka tidak akan sengsara, karena perkataannya tidak membosankan.
(Dan siapa yang menaati Allah dan Rasul) tentang apa yang dititahkan keduanya (maka mereka itu bersama orang-orang yang diberi karunia oleh Allah, yaitu golongan nabi-nabi dan shiddiqin) sahabat-sahabat utama dari para nabi-nabi dan rasul-rasul yang membenarkan dan amat teguh kepercayaan kepada mereka (para syuhada) orang-orang yang gugur syahid di jalan Allah (dan orang-orang saleh) yakni selain dari yang telah disebutkan itu. (Dan mereka itulah teman-teman yang sebaik-baiknya) maksudnya teman-teman dalam surga karena dapat melihat wajah mereka, berkunjung dan menghadiri majelis mereka walaupun tempat mereka jika dibandingkan dengan golongan-golongan lainnya lebih tinggi dan lebih mulia.
ذَٰلِكَ ٱلْفَضْلُ مِنَ ٱللَّهِ ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ عَلِيمًۭا ﴿٧٠﴾
Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui.
Derajat yang mulia itu akan diberikan pada orang-orang yang menaati Allah dan rasul-Nya, sebagai karunia yang agung dari Allah, Yang Maha Mengetahui dan memberi balasan terhadap semua perbuatan. Cukuplah pengetahuan Allah atas perbuatan orang yang beriman ketika ia menaati-Nya dan memohon perkenan-Nya.
(Demikian itu) artinya keadaannya bersama orang-orang yang disebutkan itu, menjadi mubtada sedangkan khabarnya ialah (karunia dari Allah) yang dianugerahkan-Nya kepada mereka, jadi bukan hasil dari ketaatan mereka sendiri. (Dan Allah cukup mengetahui) tentang pahala-pahala di akhirat, maka percayalah kamu kepada-Nya karena tak ada lagi yang lebih berwenang dalam penyampaian berita itu daripada-Nya.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ خُذُوا۟ حِذْرَكُمْ فَٱنفِرُوا۟ ثُبَاتٍ أَوِ ٱنفِرُوا۟ جَمِيعًۭا ﴿٧١﴾
Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama!
Wahai orang-orang yang beriman, waspadalah selalu terhadap musuh-musuh kalian dan persiapkanlah diri kalian untuk menghadapi tipu daya mereka. Keluarlah dengan terpisah, berkelompok-kelompok atau bersatu untuk memerangi mereka.
(Hai orang-orang yang beriman, waspadalah kamu) terhadap musuh-musuhmu; artinya bersiap-siaplah dan berhati-hatilah menghadapi mereka (dan majulah kamu secara berkelompok-kelompok) atau terpisah-pisah pasukan demi pasukan (atau majulah secara bersama-sama) dalam satu pasukan besar.
وَإِنَّ مِنكُمْ لَمَن لَّيُبَطِّئَنَّ فَإِنْ أَصَٰبَتْكُم مُّصِيبَةٌۭ قَالَ قَدْ أَنْعَمَ ٱللَّهُ عَلَىَّ إِذْ لَمْ أَكُن مَّعَهُمْ شَهِيدًۭا ﴿٧٢﴾
Dan sesungguhnya di antara kamu ada orang yang sangat berlambat-lambat (ke medan pertempuran). Maka jika kamu ditimpa musibah ia berkata: \"Sesungguhnya Tuhan telah menganugerahkan nikmat kepada saya karena saya tidak ikut berperang bersama mereka.
Waspadalah terhadap orang yang enggan dan merasa berat untuk berperang karena di antara orang-orang yang hidup bersama kalian ada yang enggan dan merasa berat untuk maju ke medan perang. Jika kalian mendapat musibah dalam perang, maka mereka akan mencela kalian seraya berkata, \"Allah telah memberiku nikmat, karena aku tidak ikut berperang bersama mereka.\"
(Dan sungguh di antara kamu ada orang yang berlambat-lambat) atau bersikap lamban menghadapi peperangan, seperti Abdullah bin Ubai si munafik dan kawan-kawannya itu. Dia dianggap termasuk golongan munafik melihat sikap dan tindakan-tindakannya. Lam yang terdapat pada kata kerja berarti sumpah. (Jika kamu ditimpa musibah) seperti terbunuh atau kekalahan (maka katanya, \"Sesungguhnya Allah telah memberi nikmat kepadaku sehingga aku tak ikut hadir bersama mereka) yang akan menyebabkanku ditimpa musibah pula.
وَلَئِنْ أَصَٰبَكُمْ فَضْلٌۭ مِّنَ ٱللَّهِ لَيَقُولَنَّ كَأَن لَّمْ تَكُنۢ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُۥ مَوَدَّةٌۭ يَٰلَيْتَنِى كُنتُ مَعَهُمْ فَأَفُوزَ فَوْزًا عَظِيمًۭا ﴿٧٣﴾
Dan sungguh jika kamu beroleh karunia (kemenangan) dari Allah, tentulah dia mengatakan seolah-oleh belum pernah ada hubungan kasih sayang antara kamu dengan dia: \"Wahai kiranya saya ada bersama-sama mereka, tentu saya mendapat kemenangan yang besar (pula)\".
Dan jika kalian mendapat kemenangan dari Allah dan keberuntungan berupa harta rampasan perang, maka--dengan penuh penyesalan dan harapan-mereka berkata, \"Seandainya aku ikut perang bersama mereka, pasti aku mendapatkan harta rampasan yang banyak.\" Mereka mengucapkan demikian, seakan-akan tidak ada hubungan cinta kasih yang mengikat antara mereka dan kalian.
(Dan sungguh jika) lam menunjukkan sumpah (kamu beroleh karunia dari Allah) seperti kemenangan atau harta rampasan (tentulah dia akan berkata) sambil menyesal (seolah-olah) ditakhfifkan sedangkan isimnya dibuang dan diperkirakan berbunyi kaannahu artinya seolah-olah (belum pernah ada) pakai ya atau ta (di antaramu dengannya kasih sayang) artinya perkenalan dan persahabatan. Dan ini kembali kepada ucapannya tadi, 'Aku telah memberi nikmat kepadaku,' yang diselangnya di antara ucapan itu dengan perkataannya sekarang ini, yaitu (Wahai) sebagai kata peringatan (sekiranya aku berada bersama mereka tentu aku akan mendapat keberuntungan yang besar pula.\") maksudnya beroleh harta rampasan yang banyak. Firman Allah swt.:
۞ فَلْيُقَٰتِلْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ٱلَّذِينَ يَشْرُونَ ٱلْحَيَوٰةَ ٱلدُّنْيَا بِٱلْءَاخِرَةِ ۚ وَمَن يُقَٰتِلْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ فَيُقْتَلْ أَوْ يَغْلِبْ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًۭا ﴿٧٤﴾
Karena itu hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar.
Jika di antara kalian ada yang merasa enggan untuk berperang disebabkan oleh imannya yang lemah, atau karena tidak memiliki keinginan yang kuat, maka orang-orang yang menganggap rendah kehidupan dunia demi kehidupan akhirat hendaknya berperang demi menegakkan kebenaran dan meninggikan kalimat Allah. Barangsiapa berperang demi menegakkan kebenaran dan meninggikan kalimat Allah, maka ia akan memperoleh satu dari dua kebaikan. Jika terbunuh dalam medan peperangan, ia akan memperoleh pahala mati syahid di jalan Allah. Dan, jika menang, ia akan memperoleh keberuntungan di dunia. Dalam kedua kondisi tersebut Allah akan memberinya pahala yang mulia di akhirat kelak.
(Maka hendaklah berperang di jalan Allah) demi untuk meninggikan agama-Nya (orang-orang yang membeli) artinya menukar (kehidupan dunia dengan akhirat. Siapa yang berperang di jalan Allah lalu ia gugur) mati syahid (atau memperoleh kemenangan) terhadap musuhnya (maka nanti akan Kami beri ia pahala yang besar.)
وَمَا لَكُمْ لَا تُقَٰتِلُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱلْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ ٱلرِّجَالِ وَٱلنِّسَآءِ وَٱلْوِلْدَٰنِ ٱلَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَآ أَخْرِجْنَا مِنْ هَٰذِهِ ٱلْقَرْيَةِ ٱلظَّالِمِ أَهْلُهَا وَٱجْعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ وَلِيًّۭا وَٱجْعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ نَصِيرًا ﴿٧٥﴾
Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: \"Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!\".
Bagaimana kalian sampai hati untuk tidak berperang di jalan Allah, sedangkan orang tua laki-laki, wanita dan anak-anak yang lemah selalu memohon pertolongan kepada Allah seraya berkata, \"Wahai Tuhan kami, keluarkanlah kami dari kekuasaan orang-orang yang zalim. Tempatkanlah kami berada di dalam kekuasaan orang-orang yang beriman dengan kekuasaan dan rahmat-Mu. Berikanlah kami penolong dari sisi-Mu yang akan menolong kami.\"
(Mengapa kamu tak hendak berperang) pertanyaan yang berarti celaan; maksudnya tak ada halangannya bagi kamu untuk berperang (di jalan Allah dan) untuk membebaskan (golongan yang lemah baik laki-laki, wanita maupun anak-anak) yakni yang ditahan oleh orang-orang kafir buat berhijrah dan yang dianiaya mereka. Berkata Ibnu Abbas r.a., \"Saya dan ibu saya termasuk golongan ini,\" (yang mengatakan) atau berdoa, \"Wahai (Tuhan kami! Keluarkanlah kami dari negeri ini) Mekah (yang penduduknya aniaya) disebabkan kekafiran (dan berilah kami dari sisi-Mu seorang pelindung) yang akan mengatur urusan kami (dan berilah kami dari sisi-Mu seorang pembela.\") yang mempertahankan kami terhadap mereka. Allah telah mengabulkan permohonan mereka ini, maka dimudahkan-Nya sebagian mereka itu untuk keluar sedangkan sisanya tinggal di Mekah sampai kota itu berhasil dibebaskan lalu Nabi saw. mengangkat Itab bin Usaid sebagai penguasa di Mekah, maka dibelanya orang-orang teraniaya dari penganiaya-penganiayanya.
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ يُقَٰتِلُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ۖ وَٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ يُقَٰتِلُونَ فِى سَبِيلِ ٱلطَّٰغُوتِ فَقَٰتِلُوٓا۟ أَوْلِيَآءَ ٱلشَّيْطَٰنِ ۖ إِنَّ كَيْدَ ٱلشَّيْطَٰنِ كَانَ ضَعِيفًا ﴿٧٦﴾
Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah.
Orang-orang yang percaya dan tunduk kepada kebenaran, berperang demi menegakkan kalimat Allah, keadilan dan kebenaran. Sedangkan orang-orang yang ingkar dan membangkang, berperang di jalan kezaliman dan kerusakan. Mereka adalah penolong-penolong setan. Maka dari itu, wahai orang-orang yang beriman, perangilah mereka dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kalian akan menang melawan mereka dengan pertolongan Allah. Karena, tipu daya setan itu sebenarnya sangat lemah, meskipun dapat mendatangkan kerusakan amat besar. Kemenangan hanya untuk yang benar.
(Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah sedangkan orang-orang kafir berperang di jalan tagut) setan. (Maka perangilah anak buah setan itu) maksudnya penyokong-penyokong agamanya niscaya kamu akan beroleh kemenangan karena kekuatanmu dengan Allah. (Sesungguhnya tipu daya setan) terhadap orang-orang beriman (adalah lemah) tidak akan dapat mengatasi siasat Allah terhadap orang-orang kafir itu.
أَلَمْ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوٓا۟ أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ ٱلْقِتَالُ إِذَا فَرِيقٌۭ مِّنْهُمْ يَخْشَوْنَ ٱلنَّاسَ كَخَشْيَةِ ٱللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةًۭ ۚ وَقَالُوا۟ رَبَّنَا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا ٱلْقِتَالَ لَوْلَآ أَخَّرْتَنَآ إِلَىٰٓ أَجَلٍۢ قَرِيبٍۢ ۗ قُلْ مَتَٰعُ ٱلدُّنْيَا قَلِيلٌۭ وَٱلْءَاخِرَةُ خَيْرٌۭ لِّمَنِ ٱتَّقَىٰ وَلَا تُظْلَمُونَ فَتِيلًا ﴿٧٧﴾
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: \"Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!\" Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. Mereka berkata: \"Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai kepada beberapa waktu lagi?\" Katakanlah: \"Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.
Wahai Muhammad, tidakkah kamu melihat dan heran terhadap orang-orang yang menginginkan perang sebelum datang perintah perang? Kepada mereka dikatakan, \"Belum tiba saatnya berperang, tahanlah dirimu, jagalah selalu salat dan zakat kalian.\" Akan tetapi, tatkala datang perintah berperang, sebagian mereka takut kepada manusia seperti halnya kepada Allah, bahkan lebih. Dengan penuh heran, mereka berkata, \"Mengapa Engkau mewajibkan berperang kepada kami?\" Mereka mengira bahwa kewajiban perang itu akan mempercapat kematian mereka. Oleh karena itu mereka mengatakan, \"Mengapa tidak Engkau tangguhkan beberapa waktu lagi, hingga kami dapat menikmati apa yang ada di dunia ini?\" Katakan kepada mereka, \"Majulah ke medan pertempuran, meskipun perang itu akan menyebabkan kematian. Kenikmatan dunia, meskipun tampak besar, sangat kecil dibanding kenikmatan akhirat. Akhirat jauh lebih baik dan lebih besar artinya bagi orang-orang yang bertakwa kepada Allah. Kalian akan diberi balasan sesuai dengan amal perbuatan kalian di dunia tanpa berkurang sedikit pun.
(Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, \"Tahanlah tanganmu) dari memerangi orang-orang kafir tatkala hal itu mereka tuntut di Mekah disebabkan penganiayaan orang-orang kafir terhadap mereka. Dan mereka ini ialah segolongan sahabat (dan dirikanlah salat serta bayarkanlah zakat.\" Maka setelah diwajibkan atas mereka berperang tiba-tiba sebagian dari mereka takut kepada manusia) maksudnya kepada orang-orang kafir disebabkan tindakan dan keberanian mereka dalam peperangan itu (seperti menakuti) siksa (Allah bahkan lebih takut lagi) daripada itu. Asyadda dibaca manshub karena menjadi hal juga sebagai jawaban terhadap apa yang ditunjukkan oleh idzaa dan yang sesudahnya artinya tiba-tiba mereka didatangi oleh ketakutan. (kata mereka) karena cemas menghadapi maut (\"Wahai Tuhan kami! Kenapa Engkau wajibkan atas kami berperang? Kenapa tidak Engkau tangguhkan agak beberapa waktu lagi?\" Katakanlah) kepada mereka (\"Kesenangan dunia) maksudnya apa-apa yang disenangi dan dinikmati di dunia ini (hanya sebentar) dan akan kembali lenyap (sedangkan akhirat) maksudnya surga (lebih baik bagi orang yang takwa) yakni yang menjaga diri dari siksa Allah dengan menjauhi larangan-Nya (dan kamu tidak akan dianiaya) dibaca dengan ta dan ya artinya tidak akan dikurangi amalmu (sedikit pun.\") artinya walau sebesar kulit padi sekali pun, maka berjihad atau berusahalah.
أَيْنَمَا تَكُونُوا۟ يُدْرِككُّمُ ٱلْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِى بُرُوجٍۢ مُّشَيَّدَةٍۢ ۗ وَإِن تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌۭ يَقُولُوا۟ هَٰذِهِۦ مِنْ عِندِ ٱللَّهِ ۖ وَإِن تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌۭ يَقُولُوا۟ هَٰذِهِۦ مِنْ عِندِكَ ۚ قُلْ كُلٌّۭ مِّنْ عِندِ ٱللَّهِ ۖ فَمَالِ هَٰٓؤُلَآءِ ٱلْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًۭا ﴿٧٨﴾
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: \"Ini adalah dari sisi Allah\", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: \"Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)\". Katakanlah: \"Semuanya (datang) dari sisi Allah\". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?
Kematian yang kalian takuti itu pasti akan datang di mana saja, walaupun kalian berada di benteng yang sangat kokoh sekalipun. Orang-orang yang takut karena imannya lemah, jika mendapat kemenangan dan harta rampasan perang, akan berkata, \"Harta rampasan itu dari sisi Allah.\" Tetapi, jika mendapat kekalahan, orang-orang itu akan berkata kepadamu, Muhammad, \"Kekalahan itu datang dari dirimu.\" Padahal, nasib buruk itu bukan dari dirimu. Katakan kepada mereka, \"Semua yang menimpa kalian, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, merupakan takdir Allah. Semuanya berasal dari Allah sebagai ujian dan cobaan.\" Mengapa orang-orang yang lemah itu tidak mengetahui perkataan benar yang dikatakan kepada mereka?
(Di mana pun kamu berada, pastilah akan dicapai oleh maut sekalipun kamu di benteng yang tinggi lagi kokoh) karena itu janganlah takut berperang lantaran cemas akan mati. (Dan jika mereka ditimpa) yakni orang-orang Yahudi (oleh kebaikan) misalnya kesuburan dan keluasan (mereka berkata, \"Ini dari Allah.\" Dan jika mereka ditimpa oleh keburukan) misalnya kekeringan dan bencana seperti yang mereka alami sewaktu kedatangan Nabi saw. ke Madinah (mereka berkata, \"Ini dari sisimu,\") hai Muhammad artinya ini karena kesialanmu! (Katakanlah) kepada mereka (Semuanya) baik kebaikan atau keburukan (dari sisi Allah) berasal daripada-Nya. (Maka mengapa orang-orang itu hampir-hampir tidak memahami pembicaraan) yang disampaikan kepada Nabi mereka. Mengapa pertanyaan disertai keheranan, melihat kebodohan mereka yang amat sangat. Dan ungkapan \"hampir-hampir tidak memahami\" lebih berat lagi dari \"tidak memahaminya sama sekali.\"
مَّآ أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍۢ فَمِنَ ٱللَّهِ ۖ وَمَآ أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٍۢ فَمِن نَّفْسِكَ ۚ وَأَرْسَلْنَٰكَ لِلنَّاسِ رَسُولًۭا ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ شَهِيدًۭا ﴿٧٩﴾
Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.
\"Wahai Nabi, semua kenikmatan, kesehatan dan keselamatan yang kamu rasakan adalah karunia dan kebaikan Allah yang diberikan kepadamu. Sedang kesusahan, kesulitan, bahaya dan keburukan yang menimpa kamu adalah berasal dari dirimu sendiri, sebagai akibat dari dosa yang telah kamu perbuat.\" (Ungkapan ini ditujukan kepada Rasulullah saw. sebagai gambaran jiwa manusia pada umumnya, meskipun beliau sendiri terpelihara dari segala bentuk keburukan). \"Kami mengutusmu sebagai rasul Kami kepada seluruh umat manusia. Kami, akan menjadi saksi atas penyampaianmu dan atas jawaban mereka. Cukuplah Allah Maha Mengetahui.\"
(Apa pun yang kamu peroleh) hai manusia (berupa kebaikan, maka dari Allah) artinya diberi-Nya kamu karena karunia dan kemurahan-Nya (dan apa pun yang menimpamu berupa keburukan) atau bencana (maka dari dirimu sendiri) artinya karena kamu melakukan hal-hal yang mengundang datangnya bencana itu. (Dan Kami utus kamu) hai Muhammad (kepada manusia sebagai rasul) menjadi hal yang diperkuat. (Dan cukuplah Allah sebagai saksi) atas kerasulanmu.
مَّن يُطِعِ ٱلرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ ٱللَّهَ ۖ وَمَن تَوَلَّىٰ فَمَآ أَرْسَلْنَٰكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًۭا ﴿٨٠﴾
Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.
Barangsiapa mematuhi rasul berarti telah mematuhi Allah. Sebab, Rasulullah tidak memerintahkan dan melarang sesuatu, kecuali sesuai dengan perintah dan larangan Allah. Oleh karena itu, orang yang menaati Rasulullah saw. dengan menjalankan perintah dan meninggalkan larangannya, berarti juga menaati Allah. Sedangkan orang yang tidak mematuhimu, Muhammad, ketahuilah bahwa Kami mengutusmu sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, bukan untuk menguasai dan memelihara amal perbuatan mereka, yang merupakan tanggung jawab Kami, bukan tanggung jawabmu.
(Siapa menaati Rasul, maka sesungguhnya ia telah menaati Allah, dan siapa yang berpaling) artinya tak mau menaatinya, maka bukan menjadi urusanmu (maka Kami tidaklah mengutusmu sebagai pemelihara) atau penjaga amal-amal perbuatan mereka, tetapi hanyalah sebagai pemberi peringatan sedangkan urusan mereka terserah kepada Kami dan Kami beri ganjaran dan balasannya. Ini sebelum datangnya perintah berperang.
وَيَقُولُونَ طَاعَةٌۭ فَإِذَا بَرَزُوا۟ مِنْ عِندِكَ بَيَّتَ طَآئِفَةٌۭ مِّنْهُمْ غَيْرَ ٱلَّذِى تَقُولُ ۖ وَٱللَّهُ يَكْتُبُ مَا يُبَيِّتُونَ ۖ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ وَكِيلًا ﴿٨١﴾
Dan mereka (orang-orang munafik) mengatakan: \"(Kewajiban kami hanyalah) taat\". Tetapi apabila mereka telah pergi dari sisimu, sebahagian dari mereka mengatur siasat di malam hari (mengambil keputusan) lain dari yang telah mereka katakan tadi. Allah menulis siasat yang mereka atur di malam hari itu, maka berpalinglah kamu dari mereka dan tawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi Pelindung.
Golongan yang ragu-ragu itu mengatakan, \"Perintahmu telah dilaksanakan, dan tidak ada pilihan lain bagi kami kecuali menaati perintah dan larangan itu.\" Tetapi jika mereka telah pergi dan menjauh darimu, sebagian mereka ada yang menyusun siasat yang berbeda dengan perintah dan laranganmu, di malam hari. Janganlah kamu mengikuti mereka. Jauhilah mereka. Serahkan segala urusanmu kepada Allah dan bertawakallah kepada-Nya. Cukuplah Allah menjadi pemelihara dan pelindung.
(Dan mereka berkata) maksudnya orang-orang munafik, jika mereka datang kepadamu, \"Kewajiban kami hanyalah (taat) kepadamu.\" (Tetapi apabila mereka telah keluar dari sisimu, segolongan di antara mereka menyembunyikan) ta diidgamkan kepada tha dan boleh pula tidak (lain dari apa yang mereka katakan) padamu di hadapanmu tadi berupa ketaatan, tegasnya mereka menyembunyikan kedurhakaan mereka (Allah menulis) maksudnya menyuruh malaikat menulis (apa yang mereka sembunyikan itu) yakni dalam buku-buku catatan mereka agar menerima pembalasan nanti (maka berpalinglah kamu dari mereka) dengan memaafkan mereka (dan bertawakallah kepada Allah) artinya percayalah kepada-Nya karena Dia pasti melindungimu (dan cukuplah Allah itu sebagai pelindung) atau tempat bertawakal.
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلْقُرْءَانَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ ٱللَّهِ لَوَجَدُوا۟ فِيهِ ٱخْتِلَٰفًۭا كَثِيرًۭا ﴿٨٢﴾
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.
Apakah orang-orang munafik itu tidak merenungkan kitab Allah agar mengetahui alasan yang datang dari Allah mengapa mereka wajib menaati-Nya dan mengikuti perintahmu? Sesungguhnya al-Qur'ân ini benar-benar berasal dari Allah, karena keselarasan makna dan hukum yang dikandungnya serta keterpaduan ayat-ayatnya yang saling menguatkan. Ini adalah bukti yang kuat bahwa al-Qur'ân itu benar- benar berasal dari Allah. Kalau al-Qur'ân bukan berasal dari Allah tentu makna-maknanya akan saling bertentangan dan hukum-hukumnya banyak yang saling berbeda.
(Apakah mereka tidak memperhatikan) merenungkan (Alquran) dan makna-makna indah yang terdapat di dalamnya. (Sekiranya Alquran itu bukan dari sisi Allah, tentulah akan mereka jumpai di dalamnya pertentangan yang banyak) baik dalam makna maupun dalam susunannya.
وَإِذَا جَآءَهُمْ أَمْرٌۭ مِّنَ ٱلْأَمْنِ أَوِ ٱلْخَوْفِ أَذَاعُوا۟ بِهِۦ ۖ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى ٱلرَّسُولِ وَإِلَىٰٓ أُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ ٱلَّذِينَ يَسْتَنۢبِطُونَهُۥ مِنْهُمْ ۗ وَلَوْلَا فَضْلُ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُۥ لَٱتَّبَعْتُمُ ٱلشَّيْطَٰنَ إِلَّا قَلِيلًۭا ﴿٨٣﴾
Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).
Ketika mengetahui kekuatan atau kelemahan umat Islam, orang-orang munafik langsung menyebarkan dan menyiarkannya dengan tujuan menipu dan menakut-nakuti umat Islam, atau menyalurkan berita itu kepada pihak musuh. Seandainya masalah aman dan takut itu mereka kembalikan kepada Rasulullah saw. atau ulû al-amr, yaitu para pemimpin dan pembesar-pembesar sahabat, atau seandainya mereka bermaksud mencari hakikat yang sebenarnya, mereka pasti akan mengetahuinya langsung dari Rasulullah dan pemimpin-pemimpin sahabat. Kalau bukan karena karunia Allah dengan pemantapan iman dalam hatimu dan pencegahan fitnah, dan bukan pula karena rahmat-Nya yang mengantarkanmu kepada kemenangan dan keberuntungan, maka sebagian besar kalian tentu akan mengikuti bujukan setan. Dan hanya sebagian kecil saja yang selamat dari bujukan dan godaannya.
(Dan apabila datang kepada mereka suatu berita) mengenai hasil-hasil yang dicapai oleh ekspedisi tentara Nabi saw. (berupa keamanan) maksudnya kemenangan (atau ketakutan) maksudnya kekalahan (mereka lalu menyiarkannya). Ayat ini turun mengenai segolongan kaum munafik atau segolongan orang-orang mukmin yang lemah iman mereka, dan dengan perbuatan mereka itu lemahlah semangat orang-orang mukmin dan kecewalah Nabi saw. (Padahal kalau mereka menyerahkannya) maksudnya berita itu (kepada Rasul dan kepada Ulil amri di antara mereka) maksudnya para pembesar sahabat, jika mereka diam mengenai berita itu menunggu keputusannya (tentulah akan dapat diketahui) apakah hal itu boleh disiarkan atau tidak (oleh orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya) artinya yang mengikuti perkembangannya dan dituntut untuk mengetahuinya, mereka adalah orang-orang yang berhak menyiarkan berita itu (dari mereka) yakni Rasul dan Ulil amri (Dan kalau bukanlah karena karunia Allah kepadamu) yakni dengan agama Islam (serta rahmat-Nya) kepadamu dengan Alquran (tentulah kamu sekalian akan mengikuti setan) untuk mengerjakan kekejian-kekejian yang diperintahkannya (kecuali sebagian kecil saja di antaramu) yang tidak.
فَقَٰتِلْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ لَا تُكَلَّفُ إِلَّا نَفْسَكَ ۚ وَحَرِّضِ ٱلْمُؤْمِنِينَ ۖ عَسَى ٱللَّهُ أَن يَكُفَّ بَأْسَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ۚ وَٱللَّهُ أَشَدُّ بَأْسًۭا وَأَشَدُّ تَنكِيلًۭا ﴿٨٤﴾
Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat para mukmin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan(Nya).
Jika di antara kalian terdapat orang yang bersifat seperti munafik, maka jauhilah mereka. Berperanglah di jalan Allah dan jalan kebenaran, sebab kamu hanya bertanggung jawab atas dirimu sendiri. Lalu ajaklah orang-orang Mukmin untuk berperang. Semoga, dengan demikian, Allah menjauhkan kalian dari kekejaman orang-orang kafir. Dialah penolong kalian. Allah amat besar kekuatan-Nya dan amat kejam siksaan-Nya terhadap orang-orang kafir.
(Maka berperanglah kamu) hai Muhammad (di jalan Allah kamu tidaklah dibebani kecuali dengan kewajibanmu sendiri) maka janganlah pedulikan keengganan mereka dalam berperang itu. Artinya, berperanglah kamu walau seorang diri, karena kamu telah dijamin akan beroleh kemenangan (dan kerahkanlah orang-orang mukmin) anjurkan mereka buat bertempur dan kobarkan semangat mereka (semoga Allah menahan kekerasan) artinya serangan (orang-orang kafir itu. Dan Allah lebih keras lagi) dari mereka (dan lebih hebat lagi siksa-Nya). Maka sabda Nabi saw., \"Demi Tuhan yang diri saya berada dalam kekuasaan-Nya, saya akan pergi walaupun hanya seorang diri!\" Lalu pergilah ia bersama 70 orang berkuda ke Badar Shughra sehingga Allah pun menolak serangan orang-orang kafir itu dengan meniupkan ketakutan ke dalam hati mereka dan menahan Abu Sofyan supaya tidak keluar sebagaimana telah disebutkan dalam surah Ali Imran.
مَّن يَشْفَعْ شَفَٰعَةً حَسَنَةًۭ يَكُن لَّهُۥ نَصِيبٌۭ مِّنْهَا ۖ وَمَن يَشْفَعْ شَفَٰعَةًۭ سَيِّئَةًۭ يَكُن لَّهُۥ كِفْلٌۭ مِّنْهَا ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍۢ مُّقِيتًۭا ﴿٨٥﴾
Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. Dan barangsiapa memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Orang-orang munafik itu selalu mempertahankan kerusakan, sedangkan orang-orang Mukmin akan tetap membela kebenaran. Barangsiapa menolong dan menjunjung kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahalanya. Dan barangsiapa memihak kepada orang-orang yang berbuat kejahatan, maka ia akan mendapatkan dosa dan siksa. Sesungguhnya Allah Mahakuasa lagi Maha Mengetahui segala sesuatu.
(Siapa memberikan syafaat) kepada sesama manusia (yakni syafaat yang baik) yang sesuai dengan syarat (niscaya akan memperoleh bagian) pahala (daripadanya) artinya disebabkannya. (Dan siapa memberikan syafaat yang jelek) yakni yang bertentangan dengan syariat (maka ia akan memikul beban) dosanya (daripadanya) disebabkan perbuatannya itu. (Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu) sehingga setiap orang akan mendapat balasan yang setimpal daripada-Nya.
وَإِذَا حُيِّيتُم بِتَحِيَّةٍۢ فَحَيُّوا۟ بِأَحْسَنَ مِنْهَآ أَوْ رُدُّوهَآ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ حَسِيبًا ﴿٨٦﴾
Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.
Jika seseorang--siapa pun ia--memberimu penghormatan berupa ucapan salam, ucapan selamat, doa dan semacamnya, maka balaslah penghormatan itu dengan penghormatan yang lebih baik atau yang sama. Sebab, sesungguhnya Allah selalu memperhitungkan segala sesuatu yang kecil maupun yang besar.
(Apabila kamu diberi salam dengan suatu salam penghormatan) misalnya bila dikatakan kepadamu, \"Assalamu'alaikum!\" (maka balaslah) kepada orang yang memberi salam itu (dengan salam yang lebih baik daripadanya) yaitu dengan mengatakan, \"Alaikumus salaam warahmatullaahi wabarakaatuh.\" (atau balaslah dengan yang serupa) yakni dengan mengucapkan seperti apa yang diucapkannya. Artinya salah satu di antaranya menjadi wajib sedangkan yang pertama lebih utama. (Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu) artinya membuat perhitungan dan akan membalasnya di antaranya ialah terhadap membalas salam. Dalam pada itu menurut sunah, tidak wajib membalas salam kepada orang kafir, ahli bidah dan orang fasik. Begitu pula kepada orang Islam sendiri yakni orang yang sedang buang air, yang sedang berada dalam kamar mandi dan orang yang sedang makan. Hukumnya menjadi makruh kecuali pada yang terakhir. Dan kepada orang kafir jawablah, \"Wa`alaikum.\" Artinya: juga atasmu.
ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ لَيَجْمَعَنَّكُمْ إِلَىٰ يَوْمِ ٱلْقِيَٰمَةِ لَا رَيْبَ فِيهِ ۗ وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ ٱللَّهِ حَدِيثًۭا ﴿٨٧﴾
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Sesungguhnya Dia akan mengumpulkan kamu di hari kiamat, yang tidak ada keraguan terjadinya. Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan(nya) dari pada Allah?
Allah, yang tidak ada tuhan selain Dia dan tidak ada kekuasaan bagi selain Dia, benar-benar akan membangkitkan dan mengumpulkan kalian setelah mati untuk dihisab. Dia telah mengatakan hal itu, maka janganlah ragu dengan perkataan-Nya. Adakah perkataan yang lebih benar dari perkataan Allah?
(Allah, tiada Tuhan selain Dia) dan Allah (akan menghimpun kamu) dari kubur-kuburmu (sampai) maksudnya pada (dari kiamat yang tak ada keraguan) atau kebimbangan (mengenainya. Dan siapa lagi) artinya tidak ada seorang pun (yang lebih benar ucapannya daripada Allah). Tatkala orang-orang kembali dari perang Uhud, mereka berbeda pendapat mengenai orang-orang munafik. Suatu golongan mengatakan, \"Bunuhlah mereka!\" Sedangkan satu golongan lagi mengatakan, \"Jangan!\" Maka turunlah ayat berikut ini:
۞ فَمَا لَكُمْ فِى ٱلْمُنَٰفِقِينَ فِئَتَيْنِ وَٱللَّهُ أَرْكَسَهُم بِمَا كَسَبُوٓا۟ ۚ أَتُرِيدُونَ أَن تَهْدُوا۟ مَنْ أَضَلَّ ٱللَّهُ ۖ وَمَن يُضْلِلِ ٱللَّهُ فَلَن تَجِدَ لَهُۥ سَبِيلًۭا ﴿٨٨﴾
Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri? Apakah kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan Allah? Barangsiapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu tidak mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) kepadanya.
Wahai orang-orang yang beriman, tidak sepantasnya kalian berselisih tentang orang-orang munafik yang menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekafiran: apakah mereka beriman atau kafir, apakah mereka layak diperangi atau tidak, atau apakah mereka memiliki kesiapan untuk mendapat petunjuk atau tidak. Sungguh akal mereka telah membalikkan apa yang telah mereka perbuat dan menjadikan kejahatan menguasai diri mereka. Maka janganlah kamu mengharapkan petunjuk orang yang telah ditakdirkan oleh Allah, dalam ilmu-Nya yang azali, tidak mendapatkan petunjuk. Karena barangsiapa ditakdirkan sesat oleh Allah, dalam ilmu-Nya yang azali, maka sedikit pun ia tidak akan mendapat petunjuk.
(Mengapa kamu menjadi dua golongan menghadapi golongan munafik padahal Allah telah membalikkan mereka menjadi kafir) (disebabkan usaha mereka) berupa perbuatan maksiat dan kekafiran. (Apakah kamu hendak menunjuki orang yang disesatkan oleh Allah) artinya kamu anggap mereka itu termasuk orang-orang yang beroleh petunjuk? Pertanyaan pada kedua tempat berarti sanggahan. (Siapa yang disesatkan oleh Allah maka kamu sekali-kali takkan mendapatkan jalan) untuk menunjukinya.
وَدُّوا۟ لَوْ تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُوا۟ فَتَكُونُونَ سَوَآءًۭ ۖ فَلَا تَتَّخِذُوا۟ مِنْهُمْ أَوْلِيَآءَ حَتَّىٰ يُهَاجِرُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ فَإِن تَوَلَّوْا۟ فَخُذُوهُمْ وَٱقْتُلُوهُمْ حَيْثُ وَجَدتُّمُوهُمْ ۖ وَلَا تَتَّخِذُوا۟ مِنْهُمْ وَلِيًّۭا وَلَا نَصِيرًا ﴿٨٩﴾
Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong,
Kalian berupaya agar orang-orang munafik itu mendapat petunjuk, sedangkan mereka menginginkan kalian menjadi kafir seperti mereka. Jika demikian keadaan mereka, janganlah kalian menjadikan mereka sebagai penolong kalian dan jangan pula menganggap mereka bagian dari golongan kalian, sampai mereka berhijrah dan berperang di jalan Islam. Karena, hanya dengan berhijrah dan berperang di jalan Islam itulah kemunafikan mereka akan hilang. Tetapi jika mereka berpaling dan bergabung dengan musuh-musuh kalian, perangilah mereka di mana saja kalian temui. Jangan anggap mereka sebagai bagian dari golongan kalian, dan jangan pula jadikan mereka sebagai penolong-penolong kalian.
(Mereka ingin) atau mengangan-angankan (agar kamu kafir hingga kamu menjadi sama) dengan mereka dalam kekafiran (maka janganlah kamu ambil di antara mereka sebagai pembela) yang akan membelamu walaupun mereka menampakkan keimanan (hingga mereka berhijrah di jalan Allah) yakni benar-benar hijrah yang membuktikan keimanan mereka. (Jika mereka berpaling) dan tetap atas keadaan mereka (maka ambillah mereka itu) maksudnya tawanlah (dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai dan janganlah kamu jadikan seorang pun di antara mereka sebagai pelindung) yang akan melindungimu (dan tidak pula sebagai penolong) yang akan kamu mintai pertolongan untuk menghadapi musuh-musuhmu.
إِلَّا ٱلَّذِينَ يَصِلُونَ إِلَىٰ قَوْمٍۭ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُم مِّيثَٰقٌ أَوْ جَآءُوكُمْ حَصِرَتْ صُدُورُهُمْ أَن يُقَٰتِلُوكُمْ أَوْ يُقَٰتِلُوا۟ قَوْمَهُمْ ۚ وَلَوْ شَآءَ ٱللَّهُ لَسَلَّطَهُمْ عَلَيْكُمْ فَلَقَٰتَلُوكُمْ ۚ فَإِنِ ٱعْتَزَلُوكُمْ فَلَمْ يُقَٰتِلُوكُمْ وَأَلْقَوْا۟ إِلَيْكُمُ ٱلسَّلَمَ فَمَا جَعَلَ ٱللَّهُ لَكُمْ عَلَيْهِمْ سَبِيلًۭا ﴿٩٠﴾
kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang-orang yang datang kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu dan memerangi kaumnya. Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu. tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka.
Karena merusak persatuan masyarakat Muslim, semua orang munafik itu berhak diperangi, kecuali mereka yang mempunyai hubungan dengan suatu bangsa yang telah mengadakan perjanjian dengan umat Islam untuk tidak saling membunuh antara masing-masing anggota dua kelompok itu. Juga mereka yang bimbang: apakah ikut bergabung bersama orang-orang munafik yang merupakan musuh umat Islam, sementara tidak ada perjanjian untuk itu, atau bergabung perang bersama kelompok umat Islam? Larangan memerangi kelompok pertama didasarkan pada adanya ikatan perjanjian, sedang kelompok kedua dilakukan karena mereka sedang berada di dalam kesulitan. Seandainya Allah berkehendak, niscaya Dia akan menjadikan mereka memerangi kalian. Dan jika mereka menghendaki perdamaian, maka tidak ada jalan bagimu untuk memerangi mereka.
(Kecuali orang-orang yang menghubungi) maksudnya minta perlindungan (kepada suatu kaum yang antara kamu dengan mereka ada perjanjian damai) termasuk dengan sekutu-sekutu mereka sebagaimana pernah terjadi antara Nabi saw. dengan Hilal bin Uwaimir Al-Aslami (atau) orang-orang yang (datang kepadamu) sedangkan (hati mereka merasa keberatan) untuk (memerangimu) bersama kaum mereka (atau memerangi kaum mereka) bersama kamu; artinya tak mau berperang dengan kamu maupun dengan kaum mereka, maka janganlah kamu tawan atau bunuh mereka. Ini berikut yang sesudahnya dinasakhkan oleh ayat perang. (Sekiranya Allah menghendaki) agar mereka menguasaimu (tentulah Dia akan menjadikan mereka berkuasa atasmu) yaitu dengan menguatkan hati mereka (sehingga pastilah mereka memerangimu) tetapi Allah tiada menghendaki demikian, maka ditiupkan-Nya ke dalam hati mereka rasa takut dan ciut. (Tetapi jika mereka membiarkanmu dan tidak memerangi kamu hanya menyatakan perdamaian kepadamu) artinya mereka tunduk (maka Allah tidaklah memberi jalan kepadamu) untuk menawan dan membunuh mereka.
سَتَجِدُونَ ءَاخَرِينَ يُرِيدُونَ أَن يَأْمَنُوكُمْ وَيَأْمَنُوا۟ قَوْمَهُمْ كُلَّ مَا رُدُّوٓا۟ إِلَى ٱلْفِتْنَةِ أُرْكِسُوا۟ فِيهَا ۚ فَإِن لَّمْ يَعْتَزِلُوكُمْ وَيُلْقُوٓا۟ إِلَيْكُمُ ٱلسَّلَمَ وَيَكُفُّوٓا۟ أَيْدِيَهُمْ فَخُذُوهُمْ وَٱقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكُمْ جَعَلْنَا لَكُمْ عَلَيْهِمْ سُلْطَٰنًۭا مُّبِينًۭا ﴿٩١﴾
Kelak kamu akan dapati (golongan-golongan) yang lain, yang bermaksud supaya mereka aman dari pada kamu dan aman (pula) dari kaumnya. Setiap mereka diajak kembali kepada fitnah (syirik), merekapun terjun kedalamnya. Karena itu jika mereka tidak membiarkan kamu dan (tidak) mau mengemukakan perdamaian kepadamu, serta (tidak) menahan tangan mereka (dari memerangimu), maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka dan merekalah orang-orang yang Kami berikan kepadamu alasan yang nyata (untuk menawan dan membunuh) mereka.
Jika kalian menampakkan kemusyrikan, mereka akan bersama kalian. Tetapi jika orang-orang musyrik itu menampakkan keislaman, maka mereka tetap bersama orang-orang musyrik, karena mereka ingin selamat dari orang-orang Islam dan orang-orang musyrik. Mereka selalu berada dalam kesesatan dan kemunafikan. Jika mereka tidak berhenti memerangi kalian dan tidak mau menyatakan damai, maka perangilah mereka di mana pun kalian temukan. Karena, jika mereka tidak menghentikan peperangan, orang-orang Mukmin beralasan untuk melawan mereka. Allah menjadikan alasan yang jelas bagi orang-orang yang beriman untuk memerangi mereka.
(Akan kamu dapati pula golongan lain yang bermaksud supaya mereka aman dari kamu) dengan berpura-pura beriman di hadapanmu (dan merasa aman pula dari kaum mereka) dengan menyatakan kekafiran jika mereka kembali kepada kaum mereka. Mereka ini ialah Bani Asad dan Ghathafan. (Setiap mereka diajak untuk fitnah) artinya kembali kepada kemusyrikan (mereka pun berbalik) atau terjun ke dalamnya. (Maka jika mereka tidak membiarkanmu) artinya masih hendak memerangimu (dan) tidak (mengemukakan perdamaian kepadamu serta) tidak (menahan tangan mereka) dari memerangimu (maka ambillah mereka) sebagai tawanan (dan bunuhlah mereka itu di mana juga kamu temui) atau jumpai (dan mereka itulah orang-orang yang Kami berikan kepadamu kekuasaan yang nyata) artinya wewenang dan bukti yang jelas untuk membunuh dan menawan mereka disebabkan kecurangan mereka.
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَن يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَـًۭٔا ۚ وَمَن قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَـًۭٔا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍۢ مُّؤْمِنَةٍۢ وَدِيَةٌۭ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰٓ أَهْلِهِۦٓ إِلَّآ أَن يَصَّدَّقُوا۟ ۚ فَإِن كَانَ مِن قَوْمٍ عَدُوٍّۢ لَّكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌۭ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍۢ مُّؤْمِنَةٍۢ ۖ وَإِن كَانَ مِن قَوْمٍۭ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُم مِّيثَٰقٌۭ فَدِيَةٌۭ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰٓ أَهْلِهِۦ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍۢ مُّؤْمِنَةٍۢ ۖ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةًۭ مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًۭا ﴿٩٢﴾
Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Pembagian orang munafik ke dalam dua golongan itu didasarkan pada asas kehati-hatian, dengan maksud agar tidak terjadi pembunuhan terhadap orang Muslim karena diduga munafik. Sementara, membunuh orang Muslim itu diharamkan, kecuali kalau terjadi secara salah atau tidak sengaja. Bila terjadi pembunuhan terhadap orang Muslim secara salah atau tidak sengaja, kalau si korban itu tinggal di dalam wilayah Islam, maka pelaku pembunuhan dikenakan sanksi membayar diyat kepada keluarga korban sebagai ganti atas hilangnya seorang anggota keluarga, dan sanksi memerdekakan seorang budak Muslim sebagai ganti atas hilangnya seorang anggota masyarakat Muslim. Sebab, memerdekakan seorang budak Muslim itu berarti menciptakan suasana hidup bebas dalam masyarakat Muslim. Pembebasan seorang budak Muslim seolah-olah cukup untuk mengganti hilangnya salah seorang anggota masyarakat Muslim. (1) Tetapi, kalau si terbunuh itu berasal dari golongan yang memiliki perjanjian damai dengan umat Islam, maka sanksi yang dikenakan kepada pelaku pembunuhan adalah memerdekakan seorang budak Muslim dan membayar diyat kepada keluarga korban sebagai ganti salah satu anggotanya yang meninggal. Karena, dengan adanya perjanjian itu, mereka tidak akan menggunakan diyat itu untuk menyakiti orang Muslim. Bila si pelaku pembunuhan tidak mendapatkan budak untuk dimerdekakan, maka ia harus berpuasa dua bulan berturut- turut. Hal itu akan menjadi pelajaran bagi dirinya agar selalu berhati-hati dan waspada. Allah Maha Mengetahui apa yang ada dalam jiwa dan hati seseorang serta Mahabijaksana dalam menetapkan setiap hukuman. (1) Ialah tidak menyamakan antara hukuman pembunuhan yang tidak disengaja dengan pembunuhan yang dilakukan secara sengaja. Hal itu disebabkan karena pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja, palakunya berniat melakukan maksiat. Oleh karena itu kejahatannya telah terhitung berat dan besar sesuai dengan beratnya hukuman yang diterimanya. Adapun pembunuhan yang dilakukan dengan tidak sengaja, pelakunya tidak berniat melakukan maksiat. Kemaksiatan yang dilakukannya itu berkaitan dengan perbuatannya. Ketentuan ini merupakan variasi hukum pidana Islam sesuai jenis yang dilakukan. Ayat ini menjelaskan hukum kafarat pembunuhan yang dilakukan dengan tidak sengaja, yaitu memerdekakan budak Muslim, dan berpuasa jika tidak mendapatkan budak untuk dimerdekakan. Kafarat ini mengandung nilai hukuman dan nilai ibadah. Secara lahiriah yang bertanggung jawab membayar kafarat adalah pelaku kejahatan, karena di dalam kafarat tersebut terdapat pelajaran dan pendekatan diri kepada Allah, sehingga Allah mengampuni dosa yang diperbuatnya. Selain kafarat, pada pembunuhan tidak sengaja terdapat sanksi diyat. Diyat ini telah ditentukan oleh Allah Swt. Tidak ada pembedaan antara satu korban dengan yang lainnya. Di sini terdapat nilai persamaan yang paling tinggi antara semua manusia. Diyat ini diwajibkan kepada kerabat si pembunuh, karena jika mereka bersepakat untuk mencegah pembunuhan itu, niscaya mereka akan dapat melakukannya. Tanggung jawab semacam ini dapat mengurangi tindak kejahatan. Namun, hal itu semua tidak menghalangi waliy al-amr (pemerintah atau penguasa) untuk memberi sanksi kepada pelaku kejahatan jika dalam sanksi itu terdapat kemaslahatan. Sebab, pembunuhan tidak disengaja pun termasuk tindak kejahatan, oleh karenanya disebutkan dalam ayat ini. Pada bagian akhir ayat ini, Allah menjelasakan bahwa sanksi kafarat dan diyat itu diundangkan sebagai syarat diterimanya pertobatan. Hal ini menunjukkan adanya sikap kurang hati-hati dari pelaku pembunuhan tidak disengaja. Oleh karena itu, para ahli hukum Islam menyatakan bahwa risiko dosa yang diterima pelaku pembunuhan tak disengaja itu bukan dosa karena membunuh, melainkan dosa karena sikap kurang waspada dan kurang teliti. Sebab perbuatan mubah (halal, boleh) itu boleh dilaksanakan dengan syarat tidak merugikan orang lain. Kalau perbuatan mubah itu merugikan orang lain, maka terbuktilah ketidakhati-hatian pelakunya dan, oleh karenanya, ia berdosa. Disebutkan pula bahwa pembunuhan tidak disengaja dapat dihindari dengan sikap hati-hati dan waspada. (Al-Kasânîy, juz 7 hlm. 252) Semua sanksi yang ditetapkan itu sesuai dengan besarnya bahaya yang diakibatkan pembunuhan, hingga Allah pun melarangnya. Jika dibanding dengan hukum positif, kita akan mendapatkan perbedaaan yang sangat besar. Dalam hukum positif, orang tidak lagi takut dengan sanksi yang ditetapkan, yang berakibat merebaknya kejahatan semacam ini. Dengan banyaknya akibat negatif hukum positif itu, belakangan muncul seruan menuntut ditetapkannya sanksi lebih keras kepada pelaku pembunuhan tak disengaja ini. Seandainya umat manusia mengikuti syariat al-Qur'ân, niscaya mereka akan memberikan sesuatu yang dapat meringankan beban jiwa dan kerugian materi kepada keluarga si korban, baik berupa kafarat atau diyat yang harus dibayar oleh kelurga pembunuh. Di samping itu, satu sama lain akan saling mencegah untuk melakukan kesalahan yang dapat menyebabkan pembunuhan.
(Dan tidak sepatutnya seorang mukmin membunuh seorang mukmin) yang lain; artinya tidak layak akan timbul perbuatan itu dari dirinya (kecuali karena tersalah) artinya tidak bermaksud untuk membunuhnya. (Dan siapa yang membunuh seorang mukmin karena tersalah itu) misalnya bermaksud melempar yang selainnya seperti binatang buruan atau pohon kayu tetapi mengenai seseorang dengan alat yang biasanya tidak menyebabkan kematian hingga membawa ajal (maka hendaklah memerdekakan) membebaskan (seorang hamba sahaya yang beriman beserta diat yang diserahkan) diberikan (kepada keluarganya) yaitu ahli waris yang terbunuh (kecuali jika mereka bersedekah) artinya memaafkannya. Dalam pada itu sunah menjelaskan bahwa besar diat itu 100 ekor unta, 20 ekor di antaranya terdiri dari yang dewasa, sedang lainnya yang di bawahnya, dalam usia yang bermacam-macam. Beban pembayaran ini terpikul di atas pundak `ashabah sedangkan keluarga-keluarga lainnya dibagi-bagi pembayarannya selama tiga tahun, bagi yang kaya setengah dinar, dan yang sedang seperempat dinar pada tiap tahunnya. Jika mereka tidak mampu maka diambilkan dari harta baitulmal, dan jika sulit maka dari pihak yang bersalah. (Jika ia) yakni yang terbunuh (dari kaum yang menjadi musuh) musuh perang (bagimu padahal ia mukmin, maka hendaklah memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman) jadi bagi si pembunuh wajib kafarat tetapi tidak wajib diat yang diserahkan kepada keluarganya disebabkan peperangan itu. (Dan jika ia) maksudnya yang terbunuh (dari kaum yang di antara kamu dengan mereka ada perjanjian) misalnya ahli dzimmah (maka hendaklah membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya) yaitu sepertiga diat orang mukmin, jika dia seorang Yahudi atau Nasrani, dan seperlima belas jika ia seorang Majusi serta memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman) oleh si pembunuhnya. (Siapa yang tidak memperolehnya) misalnya karena tak ada budak atau biayanya (maka hendaklah berpuasa selama dua bulan berturut-turut) sebagai kafarat yang wajib atasnya. Mengenai pergantian dengan makanan seperti pada zihar, tidak disebutkan oleh Allah swt. Tetapi menurut Syafii, pada salah satu di antara dua pendapatnya yang terkuat, ini diberlakukan (untuk penerimaan tobat dari Allah) mashdar yang manshub oleh kata kerjanya yang diperkirakan. (Dan Allah Maha Mengetahui) terhadap makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana) mengenai pengaturan-Nya terhadap mereka.
وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِنًۭا مُّتَعَمِّدًۭا فَجَزَآؤُهُۥ جَهَنَّمُ خَٰلِدًۭا فِيهَا وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُۥ وَأَعَدَّ لَهُۥ عَذَابًا عَظِيمًۭا ﴿٩٣﴾
Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.
Barangsiapa dengan sengaja membunuh seorang Muslim dengan maksud permusuhan, dan ia membenarkan tindakannya itu, maka balasannya adalah neraka Jahanam. Ia akan kekal di dalamnya. Allah pun akan murka kepadanya dan menjauhkannya dari kasih sayang-Nya. Allah akan menyiapkan baginya siksa yang sangat pedih di akhirat nanti. Sebab, pembunuhan merupakan kejahatan terbesar yang ada di dunia.
(Dan siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja) artinya sengaja hendak membunuhnya dengan alat yang biasa dipergunakan untuk membunuh di samping ia tahu pula bahwa orang yang akan dibunuhnya itu beriman (maka balasannya ialah neraka Jahanam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya dan mengutukinya) artinya menjauhkannya dari rahmat-Nya (serta menyediakan baginya siksa yang besar) yakni di neraka. Ini ditakwilkan jika seseorang menganggapnya halal dengan pernyataan bahwa inilah balasannya yang setimpal jika dihukum menurut sepatutnya. Tetapi dengan catatan bahwa hukuman itu dapat saja diubah berdasarkan firman Allah swt., \"Dan Dia mengampuni dosa selain itu, syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.\" Dan menurut Ibnu Abbas bahwa ayat ini menasakhkan ayat-ayat lain yang berisi pengampunan sementara ayat pada surah Al-Baqarah menyatakan bahwa orang yang membunuh secara sengaja hendaklah dibunuh pula dan bahwa ia wajib membayar diat jika memperoleh kemaafan dan telah diterangkan pula berapa banyaknya. Di samping itu sunah menerangkan pula bahwa di antara sengaja dengan tersalah itu ada semacam pembunuhan yang disebut semi sengaja, yakni jika seseorang membunuh orang lain dengan alat yang tidak biasa digunakan untuk membunuh, maka tidak wajib kisas, hanya diat, sebagaimana pula sengaja dalam bentuk atau sifatnya tetapi tersalah dalam mengundurkan dan melakukannya. Dan ini dalam keadaan sengaja lebih patut membayar kafarat daripada dalam keadaan tersalah. Ayat berikut ini turun tatkala serombongan sahabat lewat pada seorang laki-laki dari Bani Sulaim yang sedang menghalau kambingnya. Orang itu memberi salam kepada rombongan sahabat itu tetapi kata mereka, \"Ia mengucapkan salam itu hanyalah untuk menyelamatkan dirinya,\" lalu orang itu mereka bunuh dan mereka halau ternaknya.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا ضَرَبْتُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ فَتَبَيَّنُوا۟ وَلَا تَقُولُوا۟ لِمَنْ أَلْقَىٰٓ إِلَيْكُمُ ٱلسَّلَٰمَ لَسْتَ مُؤْمِنًۭا تَبْتَغُونَ عَرَضَ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا فَعِندَ ٱللَّهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٌۭ ۚ كَذَٰلِكَ كُنتُم مِّن قَبْلُ فَمَنَّ ٱللَّهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًۭا ﴿٩٤﴾
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan \"salam\" kepadamu: \"Kamu bukan seorang mukmin\" (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Sikap berhati-hati dan waspada dalam perang agar tidak terjadi pembunuhan terhadap orang Muslim, adalah suatu keharusan. Apabila kalian pergi berperang di jalan Allah, maka telitilah terlebih dahulu siapa orang yang akan diperangi. Apakah mereka telah memeluk Islam, atau masih dalam keadaan musyrik. Janganlah kalian mengatakan, \"Kamu bukan orang Muslim,\" kepada orang yang berucap salam atau isyarat damai, hanya karena kalian menginginkan harta rampasan. Terimalah ucapan salam perdamaian mereka. Sesungguhnya Allah telah menganugerahkan harta yang banyak kepada kalian. Dan kalian, wahai orang-orang Mukmin, dulu juga berada dalam kekufuran, kemudian Allah menunjuki kalian. Maka telitilah orang-orang yang kalian temui. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu dan Dia akan mengadakan perhitungan dengan kalian sesuai dengan ilmu-Nya.
(Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bepergian) maksudnya mengadakan perjalanan untuk berjihad (di jalan Allah maka selidikilah) menurut satu qiraat dengan tiga macam baris pada dua tempat (dan janganlah kamu katakan kepada orang yang mengucapkan salam kepadamu) ada yang memakai alif dan ada pula yang tidak sedangkan artinya ialah penghormatan atau ketundukan dengan membaca dua kalimat syahadat sebagai ciri-ciri bagi penganut agama Islam (kamu bukan seorang mukmin) kamu mengatakan itu hanyalah untuk menjaga diri dan hartamu, lalu kamu membunuhnya (dengan maksud, menuntut) artinya hendak mencari (harta benda kehidupan dunia) yakni barang rampasan (padahal di sisi Allah harta yang banyak) sehingga kamu tidak perlu membunuh untuk mendapatkan harta itu. (Begitu pulalah keadaan kamu dahulu) darah dan harta bendamu dipelihara berkat ucapan syahadat dari kamu (lalu Allah melimpahkan karunia-Nya kepadamu) hingga terkenal keimanan dan keteguhan pendirianmu (karena itu selidikilah) lebih dulu jangan sampai kamu membunuh orang yang telah beriman dan perlakukanlah terhadap orang yang baru masuk Islam sebagaimana kamu pernah diperlakukan. (Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan) sehingga kamu akan mendapat balasan daripada-Nya.
لَّا يَسْتَوِى ٱلْقَٰعِدُونَ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُو۟لِى ٱلضَّرَرِ وَٱلْمُجَٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ ۚ فَضَّلَ ٱللَّهُ ٱلْمُجَٰهِدِينَ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ عَلَى ٱلْقَٰعِدِينَ دَرَجَةًۭ ۚ وَكُلًّۭا وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلْحُسْنَىٰ ۚ وَفَضَّلَ ٱللَّهُ ٱلْمُجَٰهِدِينَ عَلَى ٱلْقَٰعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًۭا ﴿٩٥﴾
Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar,
Berjuang, yang disertai sikap hati-hati, mempunyai keutamaan yang sangat besar. Maka, tidaklah sama antara orang yang duduk berpangku tangan di rumah dan tidak ikut berperang, dengan orang yang berjuang dengan harta dan jiwa. Allah memberikan kepada orang-orang yang berjihad derajat yang lebih tinggi di atas orang-orang yang tidak ikut perang, kecuali bila ada uzur yang menghalangi mereka untuk berperang. Sebab, uzur itu membebaskan mereka dari celaan. Meskipun orang-orang yang berjihad mempunyai keutamaan dan derajat khusus, namun Allah tetap menjanjikan kepada masing-masing kelompok itu kedudukan dan balasan yang baik.
(Tidaklah sama di antara orang-orang mukmin yang duduk) maksudnya tidak ikut berjihad (tanpa mempunyai uzur) seperti tua, buta dan lain-lain; marfu` karena sifat dan manshub sebagai mustatsna (dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah berikut harta dan jiwa mereka. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwa mereka atas orang-orang yang duduk) karena uzur (satu tingkat) atau satu kelebihan karena walaupun mereka sama dalam niat, tetapi ada tambahan pada orang-orang yang berjihad, yaitu pelaksanaan (dan kepada masing-masing) mereka dari kedua golongan itu (Allah menjanjikan pahala yang baik) yaitu surga. (Dan Allah memberi kelebihan terhadap orang yang berjihad atas orang-orang yang duduk) tanpa uzur (berupa pahala yang besar) dan sebagai badalnya ialah:
دَرَجَٰتٍۢ مِّنْهُ وَمَغْفِرَةًۭ وَرَحْمَةًۭ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًۭا رَّحِيمًا ﴿٩٦﴾
(yaitu) beberapa derajat dari pada-Nya, ampunan serta rahmat. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Begitu tingginya derajat itu, hingga seolah menjadi seperti sekumpulan beberapa derajat jika dibandingkan dengan derajat yang lain. Di samping itu, mereka masih akan memperoleh ampunan yang besar dan kasih sayang yang luas.
(Yaitu beberapa tingkat daripada-Nya) yang sebagiannya lebih mulia dari lainnya (dan keampunan serta rahmat) manshub disebabkan kedua fi'ilnya yang diperkirakan (dan Allah Maha Pengampun) bagi para wali-Nya (lagi Maha Penyayang) terhadap ahli taat-Nya.
إِنَّ ٱلَّذِينَ تَوَفَّىٰهُمُ ٱلْمَلَٰٓئِكَةُ ظَالِمِىٓ أَنفُسِهِمْ قَالُوا۟ فِيمَ كُنتُمْ ۖ قَالُوا۟ كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِى ٱلْأَرْضِ ۚ قَالُوٓا۟ أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ ٱللَّهِ وَٰسِعَةًۭ فَتُهَاجِرُوا۟ فِيهَا ۚ فَأُو۟لَٰٓئِكَ مَأْوَىٰهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَسَآءَتْ مَصِيرًا ﴿٩٧﴾
Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: \"Dalam keadaan bagaimana kamu ini?\". Mereka menjawab: \"Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)\". Para malaikat berkata: \"Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?\". Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali,
Seorang Muslim berkewajiban untuk hijrah ke wilayah Islam demi menghindari hidup dalam kehinaan. Kepada mereka yang tidak berhijrah, malaikat akan bertanya, \"Dalam keadaan bagaimana kalian ini, hingga rela hidup tercela dan hina?\" Mereka menjawab, \"Kami adalah orang-orang yang tertindas di muka bumi dan orang-orang lain telah menghinakan kami.\" Malaikat bertanya lagi, \"Bukankah bumi Allah sangat luas sehingga kalian dapat berhijrah ke berbagai tempat dan tidak lagi hidup dalam keadaan hina dan tercela?\" Orang-orang yang rela hidup dalam keadaan hina, sedangkan mereka mampu untuk berhijrah, tempat kembalinya adalah neraka Jahanam. Dan Jahanam adalah seburuk-buruk tempat kembali. Orang Muslim harus hidup mulia dan tidak terhina.
(Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri) maksudnya orang-orang yang tinggal bersama orang kafir di Mekah dan tidak hendak hijrah (malaikat bertanya) kepada mereka sambil mencela (\"Kenapa kamu ini?\" artinya bagaimana sebenarnya pendirianmu terhadap agamamu ini? (Ujar mereka) mengajukan alasan (\"Kami ini orang-orang yang ditindas) artinya lemah sehingga tidak mampu menegakkan agama (di muka bumi\") artinya di negeri Mekah (Kata mereka) pula sambil mencela (\"Bukankah bumi Allah luas hingga kamu dapat berhijrah padanya?\") yakni dari bumi kaum kafir ke negeri lain sebagaimana dilakukan orang lain? Firman Allah swt. (\"Mereka itu, tempat mereka ialah neraka Jahanam dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.\")
إِلَّا ٱلْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ ٱلرِّجَالِ وَٱلنِّسَآءِ وَٱلْوِلْدَٰنِ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةًۭ وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًۭا ﴿٩٨﴾
kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah),
Ketentuan ini tidak berlaku bagi orang-orang yang tidak mampu berhijrah, baik orang-orang lemah, laki-laki, wanita atau anak-anak, yang memang tidak mempunyai kekuatan dan tidak mengetahui jalan keluar untuk berhijrah. Mereka telah dibebaskan dan diampuni dari siksa tersebut.
(Kecuali orang-orang yang tertindas baik laki-laki maupun wanita dan anak-anak) yaitu mereka (yang tidak mampu berusaha) artinya tak ada tenaga maupun biaya bagi mereka untuk berhijrah (dan tidak mengetahui jalan) yang akan ditempuh menuju tempat berhijrah itu.
فَأُو۟لَٰٓئِكَ عَسَى ٱللَّهُ أَن يَعْفُوَ عَنْهُمْ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَفُوًّا غَفُورًۭا ﴿٩٩﴾
mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
Mereka, mudah-mudahan, akan memperoleh ampunan. Allah memang sungguh Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
(Maka mereka ini, moga-moga Allah memaafkan mereka dan Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.)
۞ وَمَن يُهَاجِرْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ يَجِدْ فِى ٱلْأَرْضِ مُرَٰغَمًۭا كَثِيرًۭا وَسَعَةًۭ ۚ وَمَن يَخْرُجْ مِنۢ بَيْتِهِۦ مُهَاجِرًا إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ يُدْرِكْهُ ٱلْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًۭا رَّحِيمًۭا ﴿١٠٠﴾
Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Orang-orang yang berhijrah dengan tujuan membela kebenaran, akan menemukan banyak tempat di muka bumi ini dan terhindar dari tekanan dan kekerasan orang-orang yang memusuhi kebenaran. Mereka juga akan mendapatkan kebebasaan dan tempat tinggal yang mulia, di samping disediakan pahala yang besar. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah ke tempat yang mulia, yaitu negeri Allah dan rasul-Nya, kemudian mati sebelum sampai pada tempat tujuan, pahalanya telah ditetapkan. Allah berkuasa untuk memberikan pahala, ampunan dan rahmat-Nya, karena Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Pemberi rahmat.
(Dan siapa yang berhijrah di jalan Allah, maka mereka akan menemukan di muka bumi ini tempat hijrah yang banyak dan kelapangan) dalam rezeki. (Dan siapa yang keluar dari rumahnya dengan tujuan berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya lalu ia ditimpa oleh kematian) di tengah jalan seperti terjadi atas Junda bin Dhamrah Al-Laitsi (maka sungguh, telah tetaplah pahalanya di sisi Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).
وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِى ٱلْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُوا۟ مِنَ ٱلصَّلَوٰةِ إِنْ خِفْتُمْ أَن يَفْتِنَكُمُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱلْكَٰفِرِينَ كَانُوا۟ لَكُمْ عَدُوًّۭا مُّبِينًۭا ﴿١٠١﴾
Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.
Salat adalah suatu kewajiban yang kokoh dan tidak dapat gugur dengan alasan bepergian. Namun, meskipun tetap berkewajiban melaksanakan salat, seseorang yang sedang dalam perjalanan boleh memendekkan (mengqasar) salatnya. Maka, bila ada orang yang bepergian dan takut diserang oleh orang-orang kafir, ia boleh menyingkat salatnya, sehingga salat empat rakaat menjadi dua rakaat. Waspada terhadap orang-orang kafir adalah suatu keharusan, sebab mereka adalah musuh orang-orang Islam.
(Dan jika kamu mengadakan perjalanan) atau bepergian (di muka bumi, maka tak ada salahnya kamu) (apabila mengqasar salat) dengan membuat yang empat rakaat menjadi dua (jika kamu khawatir akan diperangi) atau mendapat cidera dari (orang-orang kafir) menyatakan peristiwa yang terjadi di kala itu, maka mafhumnya tidak berlaku. Menurut keterangan dari sunah, yang dimaksud dengan suatu perjalanan panjang ialah empat pos atau dua marhalah. Dan dari firman-Nya, \"Maka tak ada salahnya kamu,\" ditarik kesimpulan bahwa mengqasar salat itu merupakan keringanan dan bukan kewajiban. Dan ini merupakan pendapat Imam Syafii. (Sesungguhnya orang-orang kafir itu bagi kamu musuh yang nyata) maksudnya jelas dan terang permusuhannya terhadap kamu.
وَإِذَا كُنتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَلْتَقُمْ طَآئِفَةٌۭ مِّنْهُم مَّعَكَ وَلْيَأْخُذُوٓا۟ أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا۟ فَلْيَكُونُوا۟ مِن وَرَآئِكُمْ وَلْتَأْتِ طَآئِفَةٌ أُخْرَىٰ لَمْ يُصَلُّوا۟ فَلْيُصَلُّوا۟ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا۟ حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ ۗ وَدَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُم مَّيْلَةًۭ وَٰحِدَةًۭ ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِن كَانَ بِكُمْ أَذًۭى مِّن مَّطَرٍ أَوْ كُنتُم مَّرْضَىٰٓ أَن تَضَعُوٓا۟ أَسْلِحَتَكُمْ ۖ وَخُذُوا۟ حِذْرَكُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَٰفِرِينَ عَذَابًۭا مُّهِينًۭا ﴿١٠٢﴾
Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu], dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.
Ketika kamu, Rasulullah, sedang berada di tengah-tengah mereka, kemudian datang waktu salat, kalian harus tetap berhati-hati dan waspada terhadap musuh dengan mengelompokkan umat Islam ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama melakukan salat bersamamu, sedang yang lain berada di belakang sambil memegang senjata untuk berjaga-jaga. Bila kamu telah menyelesaikan separuh salat, kelompok pertama yang salat di belakangmu tadi mundur menggantikan posisi kelompok kedua, dan kelompok kedua maju untuk melakukan salat bersamamu. Kemudian, masing-masing kelompok menyempurnakan sendiri- sendiri rakaat yang belum dikerjakan. Kelompok pertama yang belum mengerjakan rakaat kedua disebut lâhiqah dan kelompok kedua yang belum mengerjakan rakaat pertama disebut masbûqah. (1) Ketentuan ini diambil demi ketertiban agar salat kalian tidak terlewatkan, dan untuk berjaga-jaga terhadap orang-orang kafir yang selalu menginginkan kalian lengah dan tidak memperhatikan senjata dan perlengkapan, lalu menyerbu kalian secara serentak ketika kalian sedang melaksanakan salat. Selain itu, ketentuan ini ditetapkan untuk menegaskan bahwa memerangi orang-orang musyrik tetap diwajibkan, meskipun pada waktu salat. Tetapi, jika kalian sakit, luka akibat perang, atau jika turun hujan lebat, kalian boleh \"beristirahat\" perang, dengan tidak melupakan kewaspadaan dan kehati-hatian. Itulah hukuman Allah di dunia bagi orang-orang kafir. Sedang di akhirat kelak, Allah telah menyiapkan bagi mereka siksa yang menghinakan. (1) Kelompok lâhiqah adalah kelompok yang mengerjakan bagian awal salat bersama imam dan menunda bagian akhir dengan mengerjakannya sendiri. Sedang kelompok masbûqah adalah kelompok yang melakukan bagian akhir salat secara berjamaah bersama imam dan mengerjakan bagian awalnya sendiri.
(Dan apabila kamu) hai Muhammad, hadir (di tengah-tengah mereka) sedangkan kamu khawatir terhadap musuh (lalu kamu hendak mendirikan salat bersama mereka) ini berlaku menurut kebiasaan Alquran dalam pola pembicaraan sehingga dengan demikian mafhumnya tidak berlaku (maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri, salat, bersamamu) sedangkan golongan lainnya mengundurkan diri (dan hendaklah mereka mengambil) artinya golongan yang berdiri salat bersamamu tadi (senjata-senjata mereka) bersama mereka. (Dan apabila mereka sujud) artinya telah menyelesaikan salat satu rakaat (maka hendaklah mereka) yakni rombongan yang pertama tadi (pergi ke belakangmu) untuk menjaga musuh sampai salat selesai (dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum salat lalu salat bersamamu dan hendaklah mereka bersikap waspada dan membawa senjata mereka) bersama mereka sampai mereka menyelesaikan salat itu. Dan hal ini pernah dilakukan Nabi saw. di lembah Nakhl, diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. (Orang-orang kafir ingin agar kamu lengah) di waktu kamu mengerjakan salat (terhadap senjata dan harta bendamu lalu mereka menyerbu kamu sekaligus) yakni dengan menyerang dan menawan kamu. Inilah yang menjadi sebab kenapa kamu disuruh membawa senjata. (Dan tak ada salahnya bagimu meletakkan senjata-senjatamu kalau kamu mendapat gangguan dari hujan atau kamu dalam keadaan sakit) sehingga kamu tidak membawanya. Ini menunjukkan wajibnya membawa senjata di kala tak ada halangan, dan merupakan salah satu di antara kedua pendapat Syafii. Sedangkan pendapatnya yang kedua bahwa ini hanyalah sunah dan merupakan pendapat yang lebih kuat. (Dan hendaklah kamu bersikap waspada) terhadap musuh; artinya selalulah dalam keadaan siap siaga menghadapi serangannya. (Sesungguhnya Allah telah menyediakan bagi orang-orang kafir itu siksa yang menghinakan.)
فَإِذَا قَضَيْتُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ قِيَٰمًۭا وَقُعُودًۭا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا ٱطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ ۚ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتْ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ كِتَٰبًۭا مَّوْقُوتًۭا ﴿١٠٣﴾
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
Apabila kalian selesai melaksanakan salat khauf, yaitu salat dalam situasi perang seperti di atas, jangan lupa berzikir kepada Allah. Berzikirlah kepada-Nya dalam keadaan berdiri, berperang, duduk dan tidur. Karena, zikir dengan menyebut nama Allah akan dapat memantapkan dan menenangkan hati. Jika rasa takut telah hilang, laksanakanlah salat dengan sempurna. Sebab, pada dasarnya, salat merupakan kewajiban umat Islam yang mempunyai waktu-waktu tertentu.
(Dan apabila kamu telah menyelesaikan salat, maka ingatlah Allah) dengan membaca tahlil dan tasbih (baik di waktu berdiri maupun di waktu duduk dan berbaring) tegasnya pada setiap saat. (Kemudian apabila kamu telah merasa tenteram) artinya aman dari bahaya (maka dirikanlah salat itu) sebagaimana mestinya. (Sesungguhnya salat itu atas orang-orang yang beriman adalah suatu kewajiban) artinya suatu fardu (yang ditetapkan waktunya) maka janganlah diundur atau ditangguhkan mengerjakannya. Ayat berikut turun tatkala Rasulullah saw. mengirim satu pasukan tentara untuk menyusul Abu Sofyan dan anak buahnya ketika mereka kembali dari perang Uhud. Mereka mengeluh karena menderita luka-luka:
وَلَا تَهِنُوا۟ فِى ٱبْتِغَآءِ ٱلْقَوْمِ ۖ إِن تَكُونُوا۟ تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ ۖ وَتَرْجُونَ مِنَ ٱللَّهِ مَا لَا يَرْجُونَ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا ﴿١٠٤﴾
Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Jangan berhati lemah mengejar orang-orang kafir yang telah menyatakan perang terhadap kalian dan selalu berusaha mengintai dari setiap penjuru. Perang, memang, sungguh menyakitkan. Maka, kalau kalian merasa sakit dengan luka-luka perang yang kalian alami, mereka juga merasakan hal yang sama. Bedanya, mereka melakukan itu semua bukan untuk mencari kebenaran dan mengharapkan sesuatu dari Allah. Sedangkan kalian, orang-orang Mukmin, mekakukan itu semua demi mencari kebenaran dan mengharapkan perkenan Allah dan kenikmatan abadi, surga. Allah Maha Mengetahui segala apa yang kalian dan mereka perbuat, Mahabijaksana yang memberi balasan setiap orang sesuai dengan perbuatannya.
(Dan janganlah kamu merasa lemah) atau tidak mampu (dalam mengejar musuh) yakni orang-orang kafir yang kamu perangi (karena jika kamu menderita sakit) disebabkan karena luka misalnya (maka sesungguhnya mereka menderita sakit pula sebagaimana kamu menderitakannya) maksudnya nasib mereka sama dengan kamu, sedangkan mereka tidak merasa takut atau pesimis dalam menghadapimu (dan kamu mengharapkan dari Allah) kemenangan dan pahala (sesuatu yang tidak mereka harapkan) hingga sebetulnya kamu lebih unggul dan ada kelebihan dari mereka, maka seharusnya lebih berani dan bergairah. (Dan Allah Maha Mengetahui) segala sesuatu (lagi Maha Bijaksana) dalam perbuatan dan pengaturan-Nya. Suatu kali Thu'mah bin Ubairiq mencuri sebuah baju besi dan menyembunyikannya di rumah seorang Yahudi. Ketika baju besi itu ditemukan, Thu'mah menuduh si Yahudi dan si Yahudi bersumpah bahwa ia tidak mencurinya. Lalu kaum si Yahudi itu pun meminta kepada Nabi saw. agar membelanya dan membersihkan dirinya dari tuduhan tersebut, maka turunlah ayat:
إِنَّآ أَنزَلْنَآ إِلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ بِٱلْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ ٱلنَّاسِ بِمَآ أَرَىٰكَ ٱللَّهُ ۚ وَلَا تَكُن لِّلْخَآئِنِينَ خَصِيمًۭا ﴿١٠٥﴾
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat,
Kami telah menurunkan al-Qur'ân kepadamu, Muhammad, dengan benar: mengandung dan menjelaskan segala kebenaran sampai hari kiamat. Al-Qur'ân menjadi pedoman dalam memutuskan hukum di antara manusia. Tentukanlah hukum mereka--dengan berpedoman pada al-Qur'ân-dan jangan kamu membela orang-orang yang berkhianat.
(Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu) yakni Alquran (dengan benar) kaitannya ialah kepada \"menurunkan\" (agar kamu mengadili di antara manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu). (Dan janganlah kamu menjadi pembela bagi orang yang berkhianat) seperti Thu`mah dan menjadi penentang mereka atau pihak lawannya.
وَٱسْتَغْفِرِ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ غَفُورًۭا رَّحِيمًۭا ﴿١٠٦﴾
dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ketika kamu menentukan suatu putusan hukum, hadapkanlah dirimu kepada Allah, renungkan keagungan-Nya dan mintalah ampunan dan kasih sayang-Nya. Karena, sesungguhnya, ampunan dan kasih sayang adalah sifat-sifat Allah.
(Dan mohonlah ampunlah kepada Allah) mengenai apa yang telah kamu rencanakan dan sedianya hendak kamu lakukan. (Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.)
وَلَا تُجَٰدِلْ عَنِ ٱلَّذِينَ يَخْتَانُونَ أَنفُسَهُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ خَوَّانًا أَثِيمًۭا ﴿١٠٧﴾
Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa,
Janganlah kamu membela orang-orang yang berkhianat dan selalu menyembunyikan pengkhianatannya dalam diri mereka. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berbuat khianat dan dosa.
(Dan janganlah kamu berdebat dengan orang-orang yang mengkhianati diri mereka) artinya berkhianat dengan jalan berbuat maksiat karena bencana pengkhianatan itu akan kembali kepada diri sendiri. (Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang gemar berkhianat) artinya suka berkhianat (dan bergelimang dosa) hingga pasti akan menyiksanya.
يَسْتَخْفُونَ مِنَ ٱلنَّاسِ وَلَا يَسْتَخْفُونَ مِنَ ٱللَّهِ وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ مَا لَا يَرْضَىٰ مِنَ ٱلْقَوْلِ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطًا ﴿١٠٨﴾
mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak redlai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.
Di hadapan manusia, mereka dapat menyembunyikan khianat itu, tapi di hadapan Allah tidak demikian. Pengkhianatan mereka tak akan luput dari pengetahuan Allah, sebab Dia selalu mengawasi mereka. Mereka bersepakat, di malam hari, melakukan penganiayaan terhadap orang yang tak bersalah, sesuatu yang tidak diperkenankan oleh Allah. Allah Mahatahu segala sesuatu yang mereka kerjakan.
(Mereka bersembunyi) maksudnya Thu'mah dan kaumnya disebabkan malu (dari manusia dan tidak bersembunyi dari Allah padahal Dia bersama mereka) yakni dengan ilmu-Nya (ketika pada suatu malam mereka menetapkan) artinya memutuskan secara rahasia (suatu rencana yang tidak diridai-Nya) yaitu rencana mereka mengucapkan sumpah tidak mencuri dan menuding si Yahudi melakukannya. (Dan Allah Maha Meliputi apa yang kamu kerjakan) maksudnya ilmu-Nya.
هَٰٓأَنتُمْ هَٰٓؤُلَآءِ جَٰدَلْتُمْ عَنْهُمْ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا فَمَن يُجَٰدِلُ ٱللَّهَ عَنْهُمْ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ أَم مَّن يَكُونُ عَلَيْهِمْ وَكِيلًۭا ﴿١٠٩﴾
Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang akan mendebat Allah untuk (membela) mereka pada hari kiamat? Atau siapakah yang menjadi pelindung mereka (terhadap siksa Allah)?
Kalau di dunia ini kalian dapat membela mereka, sehingga mereka dapat terhindar dari siksa dunia, di akhirat kelak tidak akan ada yang dapat membela mereka di hadapan Allah. Bahkan, tidak akan ada pula yang siap menjadi pelindung dan penolong mereka.
(Demikianlah, kamu ini) hai (kamu sekalian) diarahkan kepada kaum Thu'mah (berdebat untuk membela mereka) yakni membela Thu'mah dan keluarganya; ada pula yang membaca `anhu artinya Thu'mah saja (dalam kehidupan dunia. Maka siapakah yang akan berdebat dengan Allah untuk membela mereka di hari kiamat nanti) artinya ketika Dia menyiksa mereka (atau siapakah yang akan menjadi pelindung mereka kelak?) yakni yang akan mengurus persoalan mereka dan mempertahankan mereka? Tegasnya tidak seorang pun yang mampu berbuat demikian.
وَمَن يَعْمَلْ سُوٓءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُۥ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ ٱللَّهَ يَجِدِ ٱللَّهَ غَفُورًۭا رَّحِيمًۭا ﴿١١٠﴾
Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Pintu tobat itu selalu terbuka lebar. Barangsiapa melakukan kejahatan atau menganiaya diri sendiri dengan melakukan maksiat, kemudian memohon ampun kepada Allah, Allah pasti akan menerima pertobatan itu dan akan mengampuni dosanya. Sebab, pengampunan dan kasih sayang merupakan sifat- sifat Allah.
(Dan siapa yang mengerjakan kejahatan) atau dosa yang mengenai orang lain seperti Thu'mah yang menuduh si Yahudi (atau menganiaya dirinya) artinya berbuat dosa yang hanya menimpa dan terbatas pada dirinya sendiri (kemudian ia memohon ampun kepada Allah) atas perbuatannya itu atau ia bertobat (maka akan didapatinya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) kepadanya.
وَمَن يَكْسِبْ إِثْمًۭا فَإِنَّمَا يَكْسِبُهُۥ عَلَىٰ نَفْسِهِۦ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًۭا ﴿١١١﴾
Barangsiapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Akibat buruk perbuatan dosa hanya akan kembali kepada pelakunya sendiri. Maka, barangsiapa berbuat dosa, berarti telah merugikan diri sendiri dan akan merasakan sendiri akibatnya. Allah Maha Mengetahui apa yang diperbuat orang itu dan akan memperlakukannya sesuai kebijakan-Nya. Allah bebas memberi siksa atau ampunan, sesuai kemahabijaksanaan-Nya.
(Siapa yang berbuat dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk kerugian dirinya sendiri) karena bencananya akan menimpa dirinya dan bukan diri orang lain. (Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana) dalam segala perbuatan-Nya.
وَمَن يَكْسِبْ خَطِيٓـَٔةً أَوْ إِثْمًۭا ثُمَّ يَرْمِ بِهِۦ بَرِيٓـًۭٔا فَقَدِ ٱحْتَمَلَ بُهْتَٰنًۭا وَإِثْمًۭا مُّبِينًۭا ﴿١١٢﴾
Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, maka sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata.
Barangsiapa yang melakukan dosa lalu menuduh orang tak bersalah telah melakukannya, bagaikan orang yang mencuri sesuatu lalu menuduh orang lain yang melakukannya. Dengan begitu, orang itu telah melakukan dua dosa sekaligus: pertama, dosa karena bohong dan menuduh orang lain, dan, kedua, dosa karena perbuatan yang dilakukannya.
(Dan siapa yang mengerjakan suatu kesalahan) atau satu dosa kecil (atau suatu dosa) besar (kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah) membuatnya (maka sesungguhnya ia telah memikul suatu kebohongan) dan tuduhannya (dan dosa yang nyata) disebabkan kerja dan usahanya itu.
وَلَوْلَا فَضْلُ ٱللَّهِ عَلَيْكَ وَرَحْمَتُهُۥ لَهَمَّت طَّآئِفَةٌۭ مِّنْهُمْ أَن يُضِلُّوكَ وَمَا يُضِلُّونَ إِلَّآ أَنفُسَهُمْ ۖ وَمَا يَضُرُّونَكَ مِن شَىْءٍۢ ۚ وَأَنزَلَ ٱللَّهُ عَلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُن تَعْلَمُ ۚ وَكَانَ فَضْلُ ٱللَّهِ عَلَيْكَ عَظِيمًۭا ﴿١١٣﴾
Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. Tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun kepadamu. Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.
Seandainya Allah tidak mengaruniakan wahyu kepadamu dan tidak menyayangimu dengan ketepatan daya pikirmu, tentu segolongan dari mereka bermaksud untuk menyesatkanmu. Tetapi mereka itu tidak akan dapat menyesatkan siapa pun selain diri mereka sendiri, karena Allah selalu mengawasimu, dan akal pikiranmu selalu tertuju kepada kebenaran. Kesesatan dan rencana mereka tidak dapat mendatangkan mudarat sedikit pun kepadamu, karena Allah telah menurunkan al-Qur'ân sebagai ukuran kebenaran, menanamkan sifat bijak di dalam hatimu, dan mengajarkanmu syariat dan ketentuan-ketentuan yang hanya dapat kamu ketahui melalui wahyu. Sungguh, karunia Allah kepadamu selamanya sangat besar.
(Dan kalau bukanlah karena karunia dan rahmat Allah kepadamu) hai Muhammad (tentulah segolongan mereka bertekad) yakni kaum Thu`mah (akan menyesatkanmu) sehingga dengan penipuan mereka kamu menyimpang dari pengadilan yang benar. (Tetapi yang mereka sesatkan hanyalah diri mereka sendiri sedangkan mereka tidak dapat memberi mudarat kepadamu) min merupakan tambahan (sedikit pun juga) karena bencana perbuatan mereka yang menyesatkan itu kembali pada diri mereka sendiri (Allah telah menurunkan kepadamu kitab) Alquran (dan hikmah) maksudnya hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya (dan mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui) berupa hukum-hukum dan berita-berita gaib. (Dan karunia Allah padamu) disebabkan demikian dan karena lain-lainnya (amat besar).
۞ لَّا خَيْرَ فِى كَثِيرٍۢ مِّن نَّجْوَىٰهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَٰحٍۭ بَيْنَ ٱلنَّاسِ ۚ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ ٱبْتِغَآءَ مَرْضَاتِ ٱللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًۭا ﴿١١٤﴾
Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.
Sesungguhnya omongan-omongan yang akan mereka bisikkan kepada diri mereka sendiri, atau kepada sesama mereka, kebanyakannya tidak baik. Sebab, kejahatan biasanya lahir dari bisikan-bisikan seperti itu. Tetapi, jika pembicaraan itu mengenai perintah mengeluarkan sedekah, mengenai rencana melakukan suatu perbuatan yang tidak dilarang, atau mengenai rencana perbaikan di antara sesama manusia, itu baik-baik saja. Barangsiapa melakukan hal itu demi mencari perkenan Allah, Dia pasti akan memberinya pahala yang besar atas perbuatannya itu, di dunia dan di akhirat.
(Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka) artinya bisikan-bisikan manusia dan apa yang mereka percakapkan (kecuali) bisikan (orang yang menyuruh mengeluarkan sedekah atau melakukan perbuatan baik) atau kebaikan (atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Siapa yang melakukan demikian) yakni yang telah disebutkan tadi (demi menuntut) mencari (keridaan Allah) dan bukan karena hal-hal lainnya berupa urusan dunia (maka akan Kami beri dia) memakai nun dan ya maksudnya Allah (pahala yang besar).
وَمَن يُشَاقِقِ ٱلرَّسُولَ مِنۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ ٱلْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ ٱلْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِۦ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِۦ جَهَنَّمَ ۖ وَسَآءَتْ مَصِيرًا ﴿١١٥﴾
Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.
Barangsiapa menentang rasul sesudah melihat jelas jalan kebenaran dan petunjuk, mengikuti selain jalan yang ditempuh orang-orang Muslim dan masuk ke dalam perwalian musuh orang-orang Muslim, maka ia termasuk golongan mereka karena lebih memilih dan menjadikan mereka sebagai penolong. Allah akan memasukkannya ke dalam api nereka di hari kiamat.
(Dan siapa yang menyalahi) atau menentang (Rasul) mengenai kebenaran yang dibawanya (setelah nyata baginya petunjuk) artinya setelah jelas baginya kebenaran dengan adanya mukjizat-mukjizat (dan ia mengikuti) jalan (yang bukan jalan orang-orang mukmin) artinya jalan keagamaan yang biasa mereka lalui dengan cara menyimpang dan mengingkarinya (maka Kami jadikan ia menguasai apa yang telah dikuasainya berupa kesesatan) artinya Kami jadikan ia membina hubungan di antaranya dengan kesesatan itu di atas dunia, lalu (Kami masukkan ia) di akhirat (ke dalam neraka Jahanam) hingga ia terbakar hangus di dalamnya (dan itulah seburuk-buruk tempat kembali).
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَٰلًۢا بَعِيدًا ﴿١١٦﴾
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.
Tempat kembali yang menyakitkan itu diperuntukkan bagi orang-orang seperti itu, karena mereka telah memusuhi Islam. Sikap memusuhi Islam sama dengan sikap menyekutukan Allah. Setiap dosa dapat diampuni kecuali dosa syirik, menyembah selain Allah dan menentang Rasulullah saw. Sebab, Allah memang bersifat pengampun kecuali terhadap dosa syirik. Dia akan mengampuni dosa selain syirik. Barangsiapa yang menyekutukan Allah dalam beribadah dan perwalian, berarti telah sesat dan jauh dari kebenaran, karena merusak akal dan jiwanya.
(Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa mempersekutukan sesuatu dengan-Nya, dan Dia akan mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dan siapa yang mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka sungguh ia telah tersesat sejauh-jauhnya) dari kebenaran.
إِن يَدْعُونَ مِن دُونِهِۦٓ إِلَّآ إِنَٰثًۭا وَإِن يَدْعُونَ إِلَّا شَيْطَٰنًۭا مَّرِيدًۭا ﴿١١٧﴾
Yang mereka sembah selain Allah itu, tidak lain hanyalah berhala, dan (dengan menyembah berhala itu) mereka tidak lain hanyalah menyembah syaitan yang durhaka,
Tanda kesesatan paling jelas yang membuat seorang musyrik jauh dari kebenaran adalah bahwa ia beribadah kepada sesuatu yang tidak dapat mendengar dan melihat, serta tidak dapat mendatangkan manfaat dan mudarat. Tanda lain adalah menamakan tuhan-tuhan palsu dengan nama perempuan seperti Lâta, 'Uzzâ, Manâh dan sebagainya. Dengan ibadah seperti itu, ia berarti telah mengikuti jejak langkah setan.
(Tidaklah) apa (yang mereka seru) atau yang disembah oleh orang-orang musyrik (selain daripada-Nya) maksudnya selain dari Allah swt. (hanyalah berhala-berhala) yakni berhala-berhala betina seperti Lata, Uzza dan Manat (dan tidaklah) apa (yang mereka seru) yang mereka sembah dengan beribadah kepadanya itu (kecuali setan yang durhaka) disebabkan ketaatan mereka dalam hal beribadah kepada setan atau iblis itu.
لَّعَنَهُ ٱللَّهُ ۘ وَقَالَ لَأَتَّخِذَنَّ مِنْ عِبَادِكَ نَصِيبًۭا مَّفْرُوضًۭا ﴿١١٨﴾
yang dilaknati Allah dan syaitan itu mengatakan: \"Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bahagian yang sudah ditentukan (untuk saya),
Setan itu sendiri telah diusir Allah dari naungan kasih sayang-Nya dan berada di jalan kesesatan. Setan telah bersumpah kepada dirinya sendiri untuk menggoda dan mengganggu sejumlah manusia.
(Dia dikutuk oleh Allah) artinya dijauhkan dari rahmat-Nya (dan katanya) setan itu (\"Akan saya ambil) untuk saya (dari hamba-hamba-Mu bagian yang telah ditetapkan) yang saya ajak untuk menaati saya!
وَلَأُضِلَّنَّهُمْ وَلَأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَءَامُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ ءَاذَانَ ٱلْأَنْعَٰمِ وَلَءَامُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ ٱللَّهِ ۚ وَمَن يَتَّخِذِ ٱلشَّيْطَٰنَ وَلِيًّۭا مِّن دُونِ ٱللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًۭا مُّبِينًۭا ﴿١١٩﴾
dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka meubahnya\". Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.
Sumpah setan itu akan menyesatkan orang-orang yang berhasil digodanya dengan menjauhkan mereka dari kebenaran, dan merangsang nafsu mereka. Setan akan menyesatkan mereka dalam angan- angan kosong itu. Dengan hawa nafsu dan angan-angan kosong itu mereka berada dalam kekuasaannya. Mereka didorong kepada hal-hal yang tidak masuk akal dan mengiranya sebagai ibadah, padahal itu hanya kebohongan belaka. Selanjutnya setan mengganggu mereka supaya memotong telinga sebagian unta dan mengubah ciptaan Allah. Hewan yang dipotong telinganya itu tidak boleh disembelih dan dipekerjakan, dan harus dilepas mencari makan. Semua itu adalah perintah setan. Setan kemudian membisikkan bahwa semua itu adalah perintah agama. Jika mereka melakukan itu semua berarti mereka telah mengikuti setan dan menjadikannya sebagai penolong selain Allah. Barangsiapa menjadikan setan sebagai penolong, maka ia telah menderita kerugian yang nyata, karena telah sesat dari kebenaran dan tidak lagi menggunakan akal pikirannya, dan akan merasakan kerusakan di dunia dan siksa yang pedih di akhirat kelak.
(Dan sungguh, akan saya sesatkan mereka) dari kebenaran dengan waswas dan godaan (dan akan saya berikan pada mereka angan-angan) artinya saya masukkan ke dalam hati mereka harapan akan berumur panjang dan bahwa tak ada saat berbangkit atau hari pengadilan (dan saya suruh mereka memotong telinga binatang-binatang ternak) dan hal itu telah mereka lakukan pada ternak bahirah. (Dan saya suruh mereka mengubah ciptaan Allah.\") maksudnya agama-Nya yaitu dengan kekafiran, menghalalkan apa yang diharamkannya dan mengharamkan apa yang dihalalkannya. (Dan siapa yang mengambil setan sebagai pelindung) yang ditaati dan dipatuhinya (selain dari Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata) artinya yang jelas, karena tempat kediamannya sudah jelas tiada lain dari neraka yang akan didiaminya untuk selama-lamanya.
يَعِدُهُمْ وَيُمَنِّيهِمْ ۖ وَمَا يَعِدُهُمُ ٱلشَّيْطَٰنُ إِلَّا غُرُورًا ﴿١٢٠﴾
Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka.
Bagi mereka, kejahatan menjadi tampak indah akibat tipuan setan. Mereka dijanjikan keuntungan kalau mau melakukan kejahatan itu. Mereka diberikan harapan-harapan kosong. Semua janji itu hanyalah tipu daya belaka.
(Setan itu menjanjikan pada mereka) panjang umur (dan meniupkan angan-angan kosong) tercapainya cita-cita di dunia dan bahwa tak ada hari kebangkitan dan pembalasan (dan tidaklah apa yang dijanjikan setan itu) seperti yang disebutkan tadi (kecuali tipu daya belaka) atau kosong semata.
أُو۟لَٰٓئِكَ مَأْوَىٰهُمْ جَهَنَّمُ وَلَا يَجِدُونَ عَنْهَا مَحِيصًۭا ﴿١٢١﴾
Mereka itu tempatnya Jahannam dan mereka tidak memperoleh tempat lari dari padanya.
Orang-orang yang tidak menggunakan akal pikiran mereka dan mengikuti bisikan setan itu, tempat kembalinya adalah neraka Jahanam. Mereka tidak akan dapat menyelamatkan diri dari siksa itu.
(Mereka itu tempatnya ialah neraka Jahanam dan mereka tak dapat menghindarkan diri daripadanya.)
وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ سَنُدْخِلُهُمْ جَنَّٰتٍۢ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًۭا ۖ وَعْدَ ٱللَّهِ حَقًّۭا ۚ وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ ٱللَّهِ قِيلًۭا ﴿١٢٢﴾
Orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan saleh, kelak akan Kami masukkan ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah telah membuat suatu janji yang benar. Dan siapakah yang lebih benar perkataannya dari pada Allah?
Neraka Jahanam itu adalah tempat kembali orang yang mengikuti jejak langkah setan. Sedangkan tempat kembali orang yang mengikuti jalan Allah adalah kebaikan. Mereka adalah orang-orang yang beriman dan melakukan amal saleh, dan tidak tertipu oleh angan-angan kosong. Di hari kiamat kelak, mereka akan dimasukkan ke dalam surga yang dialiri bermacam-macam sungai. Surga itu jauh lebih besar dari taman-taman yang ada di dunia. Hal itu pasti akan terbukti, karena merupakan janji Allah. Dan janji Allah selalu benar, karena Dialah yang memiliki segala sesuatu. Tidak ada seorang pun yang perkataan dan janjinya melebihi ketepatan perkataan dan janji Allah.
(Orang-orang yang beriman dan beramal saleh akan Kami masukkan mereka ke dalam surga yang di bawahnya mengalir anak-anak sungai, kekal mereka di dalamnya buat selama-lamanya. Itu adalah janji yang benar dari Allah) artinya Allah telah menjanjikan demikian kepada mereka dan Allah pastilah akan menepati janji-Nya. (Dan siapakah lagi) maksudnya tak ada lagi (yang lebih benar dari Allah ucapannya) perkataan dan janjinya. Ayat berikut turun tatkala kaum Muslimin dan golongan Ahli kitab membangga-banggakan diri mereka:
لَّيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلَآ أَمَانِىِّ أَهْلِ ٱلْكِتَٰبِ ۗ مَن يَعْمَلْ سُوٓءًۭا يُجْزَ بِهِۦ وَلَا يَجِدْ لَهُۥ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَلِيًّۭا وَلَا نَصِيرًۭا ﴿١٢٣﴾
(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah.
Pahala tidak mungkin diperoleh dengan impian dan angan-angan manusia tanpa melakukan perbuatan baik. Pahala juga tidak akan kalian peroleh, wahai umat Islam, hanya dengan angan-angan kosong. Begitu juga, tidak dapat diperoleh dengan angan-angan kosong Ahl al-Kitâb: Yahudi dan Nasrani. Pahala dan keselamatan dari siksa hanya dapat diperoleh melalui iman dan amal saleh. Maka, barangsiapa melakukan kejahatan, niscaya akan mendapat balasannya dan ia tidak akan mendapat pelindung dan penolong selain Allah.
(Tidaklah) masalahnya tergantung kepada (angan-anganmu dan tidak pula angan-angan Ahli kitab) tetapi kepada amal saleh. (Siapa mengerjakan kejahatan niscaya akan diberi pembalasan) adakalanya di akhirat dan adakalanya di dunia dengan cobaan dan bala bencana sebagaimana tersebut dalam sebuah hadis (dan tidaklah akan dijumpainya selain dari Allah pelindung) yang akan melindunginya (dan tidak pula pembela) yang akan membelanya.
وَمَن يَعْمَلْ مِنَ ٱلصَّٰلِحَٰتِ مِن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌۭ فَأُو۟لَٰٓئِكَ يَدْخُلُونَ ٱلْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًۭا ﴿١٢٤﴾
Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.
Barangsiapa mengerjakan amal saleh sesuai dengan kemampuannya dan beriman kepada Allah dan rasul-Nya, maka mereka akan masuk surga dan tidak akan dikurangi derajatnya walau sedikit pun. Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, karena perempuan juga dibebankan tugas-tugas keagamaan (mukallafah), yang berhak mendapat pahala kebaikan dan siksa kejahatan.
(Dan siapa yang mengerjakan) sesuatu (dari amal saleh, baik laki-laki atau wanita dan dia beriman, maka mereka itu akan masuk) ada yang membaca dalam bentuk aktif dan ada yang dalam bentuk pasif (ke dalam surga dan tidak akan dianiaya walau sedikit pun) walau sebesar lubang kecil sekalipun.
وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًۭا مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُۥ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌۭ وَٱتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَٰهِيمَ حَنِيفًۭا ۗ وَٱتَّخَذَ ٱللَّهُ إِبْرَٰهِيمَ خَلِيلًۭا ﴿١٢٥﴾
Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.
Sesungguhnya dasar berbuat baik adalah keyakinan yang benar. Sikap beragama yang paling baik adalah ikhlas bribadah hanya kepada Allah. Wajah, pikiran dan jiwa hanya diarahkan kepada Allah semata. Tidak ada yang diharapkan selain perkenan-Nya. Orang yang berbuat demikian, pikirannya akan benar hingga dapat mengetahui misi para rasul. Selain itu, termasuk sikap beragama yang baik juga, adalah mengerjakan perbuatan-perbuatan baik secara terus menerus, dengan mengikuti ajaran Nabi Ibrâhîm a. s., bapak para nabi. Agama yang dibawanya adalah agama yang berasal dari Allah, yaitu agama yang memiliki semangat pencarian kebenaran. Pada diri Ibrâhîm terdapat titik temu agama antara umat Islam, Yahudi dan Nasrani. Oleh karena itu, ikutilah agamanya. Sesungguhnya Allah telah memuliakan Ibrâhîm dengan menamakannya sebagai khalîl (kesayangan).
(Dan siapakah) maksudnya tidak seorang pun (yang lebih baik agamanya daripada orang yang menyerahkan dirinya) artinya ia tunduk dan ikhlas dalam beramal (karena Allah, sedangkan dia berbuat kebaikan) bertauhid (serta mengikuti agama Ibrahim) yang sesuai dengan agama Islam (yang lurus) menjadi hal, arti asalnya jalan condong, maksudnya condong kepada agama yang lurus dan meninggalkan agama lainnya. (Dan Allah mengambil Ibrahim sebagai kesayangan-Nya) yang disayangi-Nya secara tulus dan murni.
وَلِلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍۢ مُّحِيطًۭا ﴿١٢٦﴾
Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah (pengetahuan) Allah Maha Meliputi segala sesuatu.
Sikap ikhlas berserah diri kepada Allah berarti ikhlas kepada Pencipta dan Pemilik alam semesta. Semua apa yang ada di langit dan di bumi, bintang, planet, matahari, bulan, gunung, jurang, padang pasir dan sawah ladang adalah milik Allah. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang diperbuat manusia dan Dialah yang akan memberi balasannya sesuai dengan baik dan buruknya perbuatan itu. Perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan dan perbuatan buruk akan dibalas dengan keburukan pula.
(Dan milik Allahlah apa yang terdapat di langit dan apa yang terdapat di bumi) baik sebagai kepunyaan, maupun sebagai makhluk dan sebagai hamba. (Dan Allah Maha Meliputi segala sesuatu) maksudnya ilmu dan kekuasaan-Nya yang tetap melekat dan tidak terpisah-pisah daripada-Nya.
وَيَسْتَفْتُونَكَ فِى ٱلنِّسَآءِ ۖ قُلِ ٱللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِيهِنَّ وَمَا يُتْلَىٰ عَلَيْكُمْ فِى ٱلْكِتَٰبِ فِى يَتَٰمَى ٱلنِّسَآءِ ٱلَّٰتِى لَا تُؤْتُونَهُنَّ مَا كُتِبَ لَهُنَّ وَتَرْغَبُونَ أَن تَنكِحُوهُنَّ وَٱلْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ ٱلْوِلْدَٰنِ وَأَن تَقُومُوا۟ لِلْيَتَٰمَىٰ بِٱلْقِسْطِ ۚ وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍۢ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِهِۦ عَلِيمًۭا ﴿١٢٧﴾
Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah: \"Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al Quran (juga memfatwakan) tentang para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. Dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahuinya.
Orang-orang meminta fatwa kepadamu, Muhammad, tentang wanita-wanita yang masih dalam keadaan lemah. Allah menjelaskan kepadamu untuk menerangkan mereka mengenai wanita, anak-anak kecil dan anak-anak yatim yang masih dipandang lemah di dalam keluarga. Wanita-wanita yatim yang dikawin dan tidak mengambil maskawinnya, anak-anak kecil dan anak-anak yatim, mereka semua harus diperlakukan secara adil, penuh kasih sayang dan penuh perhatian. Allah Maha Mengetahui setiap kebaikan yang diperbuat dan Dia yang akan memberi balasannya.
(Dan mereka minta fatwa kepadamu) mohon agar mereka diberi fatwa (tentang) keadaan (wanita) dan pembagian warisan mereka. (Katakanlah) kepada mereka!, (\"Allah akan memberi fatwa kepada kamu tentang mereka itu, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Kitab) yakni Alquran berupa ayat warisan, juga memfatwakan padamu (tentang wanita-wanita yatim yang tidak kamu beri apa yang telah diwajibkan) (sebagai hak mereka) berupa pusaka (sedangkan kamu tak ingin) hai para wali (untuk mengawini mereka) disebabkan derajat mereka yang rendah atau paras mereka yang buruk, dan kamu halangi kawin karena mengharapkan harta warisan mereka itu. Maksudnya Allah mengeluarkan fatwa yang berisi supaya kamu jangan melakukan itu (dan) tentang (golongan yang dianggap lemah) atau masih kecil (di antara anak-anak) agar kamu berikan kepada mereka hak-hak mereka (dan) disuruhnya kamu (agar mengurus anak-anak yatim secara adil) dalam soal harta warisan dan maskawin. (Dan apa juga yang kamu kerjakan berupa kebaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.\") hingga akan membalasnya.
وَإِنِ ٱمْرَأَةٌ خَافَتْ مِنۢ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًۭا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًۭا ۚ وَٱلصُّلْحُ خَيْرٌۭ ۗ وَأُحْضِرَتِ ٱلْأَنفُسُ ٱلشُّحَّ ۚ وَإِن تُحْسِنُوا۟ وَتَتَّقُوا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًۭا ﴿١٢٨﴾
Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Jika seorang istri khawatir akan sikap ketidakpedulian suaminya terhadap urusan keluarga atau sikap tak acuh terhadap dirinya, maka mereka boleh mengadakan perbaikan dan pendekatan secara baik-baik. Suami atau istri yang mengerti adalah yang memulai upaya damai itu. Dan cara damai itu selalu baik. Sebenarnya yang menghalangi terciptanya kedamaian di antara suami istri adalah sikap keras masing- masing pihak dalam mempertahankan haknya secara utuh karena dikuasai oleh sikap kikir. Tidak ada jalan untuk mengembalikan cinta kasih mereka kecuali jika salah satu pihak bersedia melepas sebagian haknya. Ia, yang bersedia melepas sebagian haknya itu, adalah orang yang berbuat baik dan bertakwa. Barangsiapa mengerjakan kebaikan dan bertakwa kepada Allah, maka Allah Maha Mengetahui segala amal perbuatan dan akan memberi balasannya.
(Dan jika seorang wanita) imra-atun marfu' oleh fi'il yang menafsirkannya (takut) atau khawatir (dari suaminya nusyuz) artinya sikap tak acuh hingga berpisah ranjang daripadanya dan melalaikan pemberian nafkahnya, adakalanya karena marah atau karena matanya telah terpikat kepada wanita yang lebih cantik dari istrinya itu (atau memalingkan muka) daripadanya (maka tak ada salahnya bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenarnya). Ta yang terdapat pada asal kata diidgamkan pada shad, sedang menurut qiraat lain dibaca yushliha dari ashlaha. Maksud perdamaian itu ialah dalam bergilir dan pemberian nafkah, misalnya dengan sedikit mengalah dari pihak istri demi mempertahankan kerukunan. Jika si istri bersedia, maka dapatlah dilangsungkan perdamaian itu, tetapi jika tidak, maka pihak suami harus memenuhi kewajibannya atau menceraikan istrinya itu. (Dan perdamaian itu lebih baik) daripada berpisah atau dari nusyuz atau sikap tak acuh. Hanya dalam menjelaskan tabiat-tabiat manusia, Allah berfirman: (tetapi manusia itu bertabiat kikir) artinya bakhil, seolah-olah sifat ini selalu dan tak pernah lenyap daripadanya. Maksud kalimat bahwa wanita itu jarang bersedia menyerahkan haknya terhadap suaminya kepada madunya, sebaliknya pihak laki-laki jarang pula yang memberikan haknya kepada istri bila ia mencintai istri lain. (Dan jika kamu berlaku baik) dalam pergaulan istri-istrimu (dan menjaga diri) dari berlaku lalim atau aniaya kepada mereka (maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu lakukan) hingga akan memberikan balasannya.
وَلَن تَسْتَطِيعُوٓا۟ أَن تَعْدِلُوا۟ بَيْنَ ٱلنِّسَآءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ ۖ فَلَا تَمِيلُوا۟ كُلَّ ٱلْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَٱلْمُعَلَّقَةِ ۚ وَإِن تُصْلِحُوا۟ وَتَتَّقُوا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ غَفُورًۭا رَّحِيمًۭا ﴿١٢٩﴾
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Bersikap adil terhadap istri dengan selalu mencintainya dan selalu saling memberi, adalah sesuatu yang tidak selamanya dapat dicapai. Begitu juga bersikap adil kepada istri-istri, kalau suami memiliki lebih dari satu istri, tidak selamanya dapat dicapai. Tetapi, apabila kalian tetap ingin memiliki lebih dari satu istri, maka jangan menyakiti salah seorang istri dengan lebih cenderung kepada yang lain. Jangan biarkan dirinya \"menggantung\": tidak bersuami dan juga tidak dicerai. Kalian berkewajiban memperbaiki diri, membangun rumah tangga atas dasar perbaikan, bukan perusakan, dan bertakwa kepada Allah. Allah tentu akan mengampuni dosa kalian dan akan melimpahkan rahmat-Nya kepada kalian, karena Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(Dan kamu sekali-kali takkan dapat berlaku adil) artinya bersikap sama tanpa berat sebelah (di antara istri-istrimu) dalam kasih sayang (walaupun kamu amat menginginkan) demikian. (Sebab itu janganlah kamu terlalu cenderung) kepada wanita yang kamu kasihi itu baik dalam soal giliran maupun dalam soal pembagian nafkah (hingga kamu tinggalkan) wanita yang tidak kamu cintai (seperti bergantung) janda tidak bersuami pun bukan. (Dan jika kamu mengadakan perjanjian) yakni dengan berlaku adil dalam mengatur giliran (dan menjaga diri) dari berbuat kecurangan (maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun) terhadap kecenderungan yang terdapat dalam hatimu (lagi Maha Penyayang) kepadamu dalam masalah tersebut.
وَإِن يَتَفَرَّقَا يُغْنِ ٱللَّهُ كُلًّۭا مِّن سَعَتِهِۦ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ وَٰسِعًا حَكِيمًۭا ﴿١٣٠﴾
Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masingnya dari limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana.
Jika jalan perbaikan tidak dapat ditempuh, sedang kalian telah mengambil keputusan cerai, maka cerai itu harus terjadi. Jika suami istri itu bercerai, niscaya Allah akan melimpahkan keluasan kasih sayang-Nya kepada masing-masing pihak. Rezeki berada di tangan Allah. Rahmat dan karunia-Nya sungguh amat luas, dan Dia Mahabijaksana yang meletakkan segala sesuatu pada tempatnya.
(Jika keduanya berpisah) maksudnya laki-istri itu dengan perceraian (maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing mereka dari limpahan karunia-Nya) misalnya dengan menjodohkan pihak laki-laki dengan istri yang lain, dan pihak istri dengan suami yang lain. (Dan Allah Maha Luas) karunia-Nya terhadap makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana) mengenai peraturan-peraturan yang ditetapkan-Nya bagi mereka.
وَلِلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ ۗ وَلَقَدْ وَصَّيْنَا ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ مِن قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ وَإِن تَكْفُرُوا۟ فَإِنَّ لِلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ غَنِيًّا حَمِيدًۭا ﴿١٣١﴾
Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan yang di bumi, dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah. Tetapi jika kamu kafir maka (ketahuilah), sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumi hanyalah kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji.
Inti sikap beragama adalah tunduk dan taat kepada Pencipta alam yang Mahaagung dan Mahamulia dan mengakui kekuasaan-Nya yang mutlak. Hanya milik Allahlah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dengan kekuasaan-Nya yang mutlak, Allah berkata, \"Kami telah mewasiatkan kepada pemeluk agama- agama samawi dari golongan Ahl al-Kitâb--termasuk juga kalian, umat Islam--untuk selalu takut dan beribadah kepada-Nya, dan tidak kufur. Dialah satu-satunya pemilik kekuasaan terbesar di langit dan di bumi. Dengan kekuasaan Allah, tidak ada sesuatu pun yang tampak ganjil. Dia Mahakaya, tidak membutuhkan kalian. Tetapi, meskipun demikian, Dia selalu memuji keimanan kalian. Dia memang tidak membutuhkan apa-apa tetapi selalu memuji kebajikan yang dilakukan hamba-hamba-Nya
(Dan milik Allahlah apa yang terdapat di langit dan apa yang terdapat di bumi. Dan sungguh telah Kami pesankan kepada orang-orang yang diberi Kitab) maksudnya kitab-kitab (sebelum kamu) yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani (dan juga kepada kamu) hai Ahli Alquran (supaya) artinya berbunyi: (\"Bertakwalah kamu kepada Allah) takutilah siksa-Nya dengan jalan menaati-Nya,\" (dan) kepada mereka juga kepada kamu sendiri Kami katakan: (\"Jika kamu ingkar,\") terhadap apa yang Kami pesankan itu (maka, ketahuilah, bahwa apa yang terdapat di langit dan apa yang terdapat di bumi milik Allah belaka) baik sebagai makhluk maupun sebagai ciptaan dan hamba-Nya hingga keingkaran kamu itu tidaklah akan merugikan-Nya sedikit pun juga. (Dan Allah Maha Kaya) sehingga tiada membutuhkan makhluk dan ibadah mereka (lagi Maha Terpuji) mengenai perbuatan-Nya terhadap mereka.
وَلِلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ وَكِيلًا ﴿١٣٢﴾
Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara.
Hanya Allahlah yang mengatur semua yang ada di langit dan di bumi. Dialah Penguasa, Penggerak dan Pengatur segalanya. Cukuplah Allah sebagai penguasa alam semesta agar dapat berjalan dengan tertib, dan penguasa manusia agar mereka menyembah, bertakwa dan menyerahkan semua urusan kepada-Nya.
(Dan kepunyaan Allahlah apa yang terdapat di langit dan apa yang terdapat di bumi) diulangi-Nya di sini untuk memperkuat kewajiban manusia supaya bertakwa. (Dan cukuplah Allah sebagai saksi) yang menjadi saksi bahwa semua itu memang milik-Nya semata.
إِن يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ أَيُّهَا ٱلنَّاسُ وَيَأْتِ بِـَٔاخَرِينَ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلَىٰ ذَٰلِكَ قَدِيرًۭا ﴿١٣٣﴾
Jika Allah menghendaki, niscaya Dia musnahkan kamu wahai manusia, dan Dia datangkan umat yang lain (sebagai penggantimu). Dan adalah Allah Maha Kuasa berbuat demikian.
Kalian, wahai umat manusia, berada di bawah kekuasaan Allah. Dia Mahakuasa dan Maha Penakluk. Jika Allah berkehendak, niscaya Dia akan mematikan kalian kemudian menciptakan yang lain. Dia Mahaagung lagi Mahakuasa untuk berbuat demikian. Juga Mahakuasa atas segala sesuatu.
(Jika dikehendaki-Nya niscaya dimusnahkan-Nya kamu hai manusia dan didatangkan-Nya umat yang lain) sebagai penggantimu (dan Allah Maha Kuasa berbuat demikian).
مَّن كَانَ يُرِيدُ ثَوَابَ ٱلدُّنْيَا فَعِندَ ٱللَّهِ ثَوَابُ ٱلدُّنْيَا وَٱلْءَاخِرَةِ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ سَمِيعًۢا بَصِيرًۭا ﴿١٣٤﴾
Barangsiapa yang menghendaki pahala di dunia saja (maka ia merugi), karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Barangsiapa mengharap kenikmatan dan manfaat dunia yang halal melalui jalan yang benar, Allah akan memberinya kenikmatan dunia dan akhirat sekaligus. Karena Dialah satu-satunya yang memiliki kedua kenikmatan itu.\"
(Siapa yang menginginkan) dengan amal perbuatannya (pahala dunia, maka di sisi Allah tersedia pahala dunia dan akhirat) yakni bagi orang yang menginginkannya, dan bukan untuk umumnya manusia. Mengapa seseorang di antara kalian mencari yang paling rendah di antara keduanya, dan kenapa ia tidak mencari yang lebih tinggi saja, yaitu yang akan diperolehnya dengan jalan mengikhlaskan tuntutan kepada-Nya serta yang tidak akan ditemuinya hanyalah pada Zat Yang Maha Kaya. (Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.)
۞ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوَّٰمِينَ بِٱلْقِسْطِ شُهَدَآءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمْ أَوِ ٱلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ ۚ إِن يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًۭا فَٱللَّهُ أَوْلَىٰ بِهِمَا ۖ فَلَا تَتَّبِعُوا۟ ٱلْهَوَىٰٓ أَن تَعْدِلُوا۟ ۚ وَإِن تَلْوُۥٓا۟ أَوْ تُعْرِضُوا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًۭا ﴿١٣٥﴾
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.
Keadilan adalah sistem kehidupan yang tidak dipertentangkan lagi. Dari itu, wahai orang-orang yang patuh dan tunduk kepada Allah dan seruan rasul-Nya, biasakanlah dirimu dan orang lain--dalam upaya mematuhi prinsip keadilan--untuk selalu tunduk kepada keadilan. Berbuat adillah terhadap orang-orang yang teraniaya. Jadilah kalian semua penegak keadilan, bukan karena menyukai orang kaya atau mengasihi orang miskin. Karena Allahlah yang menjadikan seseorang kaya dan miskin, dan Dia lebih tahu kemaslahatannya. Sesungguhnya hawa nafsu itu telah menyimpang dari kebenaran, maka janganlah kalian mengikutinya, supaya kalian dapat berlaku adil. Jika kalian bepaling atau enggan menegakkan keadilan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan dan akan memberi balasannya. Yang baik akan dibalas dengan kebaikan dan yang buruk akan dibalas dengan keburukan pula.
(Hai orang-orang yang beriman! Hendaklah kamu menjadi penegak) atau benar-benar tegak dengan (keadilan) (menjadi saksi) terhadap kebenaran (karena Allah walaupun) kesaksian itu (terhadap dirimu sendiri) maka menjadi saksilah dengan mengakui kebenaran dan janganlah kamu menyembunyikannya (atau) terhadap (kedua ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia) maksudnya orang yang disaksikan itu (kaya atau miskin, maka Allah lebih utama bagi keduanya) daripada kamu dan lebih tahu kemaslahatan mereka. (Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu) dalam kesaksianmu itu dengan jalan pilih kasih, misalnya dengan mengutamakan orang yang kaya untuk mengambil muka atau si miskin karena merasa kasihan kepadanya (agar) tidak (berlaku adil) atau menyeleweng dari kebenaran. (Dan jika kamu mengubah) atau memutarbalikkan kesaksian, menurut satu qiraat dengan membuang huruf wawu yang pertama sebagai takhfif (atau berpaling) artinya enggan untuk memenuhinya (maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan) hingga akan diberi-Nya balasannya.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ ءَامِنُوا۟ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَٱلْكِتَٰبِ ٱلَّذِى نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِۦ وَٱلْكِتَٰبِ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ مِن قَبْلُ ۚ وَمَن يَكْفُرْ بِٱللَّهِ وَمَلَٰٓئِكَتِهِۦ وَكُتُبِهِۦ وَرُسُلِهِۦ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَٰلًۢا بَعِيدًا ﴿١٣٦﴾
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.
Risalah-risalah samawi pada hakikatnya adalah satu, karena yang mengutus para rasul hanya satu pula: Allah Swt. Maka tunduklah, wahai orang-orang yang beriman, kepada Allah dan ikhlaskan dirimu kepada-Nya. Percayalah kepada Nabi Muhammad dan apa yang dibawa dalam al-Qur'ân yang diturunkan kepadanya, dan laksanakanlah. Percayalah kepada kitab-kitab suci yang turun sebelumnya seperti saat diturunkan tanpa penyelewengan dan kealpaan. Barangsiapa yang ingkar kepada Allah, Sang Pencipta, malaikat, alam gaib, kitab-kitab Allah dan rasul-rasul-Nya, serta hari akhir, maka ia telah tersesat dari jalan yang benar dan berada dalam jalan kesesatan.
(Hai orang-orang yang beriman, berimanlah kamu) artinya tetaplah beriman (kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada kitab yang diturunkan-Nya kepada rasul-Nya) Muhammad saw. yakni Alquran (serta kitab yang diturunkan-Nya sebelumnya) maksudnya kitab-kitab yang diturunkan-Nya kepada para rasul, dan menurut satu qiraat kedua kata kerjanya dalam bentuk pasif. (Dan siapa yang ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhirat, maka sungguhnya ia telah sesat sejauh-jauhnya) dari kebenaran.
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ثُمَّ كَفَرُوا۟ ثُمَّ ءَامَنُوا۟ ثُمَّ كَفَرُوا۟ ثُمَّ ٱزْدَادُوا۟ كُفْرًۭا لَّمْ يَكُنِ ٱللَّهُ لِيَغْفِرَ لَهُمْ وَلَا لِيَهْدِيَهُمْ سَبِيلًۢا ﴿١٣٧﴾
Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (pula), kamudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan yang lurus.
Iman berarti tunduk secara mutlak dan mengerjakan kebenaran secara terus menerus. Maka, orang yang ragu-ragu bukan termasuk orang yang beriman. Orang-orang yang beriman lalu kufur, kemudian beriman dan kembali lagi kepada kekufuran, maka hal itu hanya akan menambah kekufuran mereka. Allah tidak akan mengampuni kejahatan yang telah mereka perbuat dan tidak pula memberi mereka petunjuk ke jalan yang benar. Allah akan mengampuni orang-orang yang bertobat dan menjauhi kejahatan, dan akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang selalu mencari kebenaran.
(Sesungguhnya orang-orang yang beriman) kepada Musa, maksudnya orang-orang Yahudi (kemudian mereka kafir) dengan menyembah anak sapi (kemudian beriman) sesudah itu (lalu kafir lagi) kepada Isa (kemudian bertambah kekafiran mereka) kepada Muhammad saw. (maka Allah sekali-kali takkan mengampuni mereka) selama mereka dalam keadaan demikian (dan tidak pula akan menuntun mereka ke jalan yang lurus) atau benar.
بَشِّرِ ٱلْمُنَٰفِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا ﴿١٣٨﴾
Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih,
Wahai Rasulullah, berilah peringatan kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih di hari kiamat kelak.
(Beritakanlah hai Muhammad kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih) yang menyakitkan yaitu siksa neraka.
ٱلَّذِينَ يَتَّخِذُونَ ٱلْكَٰفِرِينَ أَوْلِيَآءَ مِن دُونِ ٱلْمُؤْمِنِينَ ۚ أَيَبْتَغُونَ عِندَهُمُ ٱلْعِزَّةَ فَإِنَّ ٱلْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًۭا ﴿١٣٩﴾
(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.
Mereka memberikan kekuasaan dan perwalian mereka kepada orang-orang kafir, bukan kepada orang-orang Mukmin. Apakah mereka mengharapkan kejayaan dan bangga dengan orang-orang kafir itu? Kejayaan hanya milik Allah yang akan diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Barangsiapa mencari kejayaan dan bangga dengan Allah, akan jaya. Sebaliknya, barangsiapa mencari kejayaan dan bangga dengan selain Allah maka akan hina.
(Yaitu orang-orang) menjadi badal atau na'at bagi orang-orang munafik (yang mengambil orang-orang kafir sebagai temannya yang setia dan bukan orang-orang mukmin) karena dugaan mereka bahwa orang-orang kafir itu mempunyai kekuatan. (Apakah mereka hendak mencari kekuatan pada mereka itu?) Pertanyaan bermakna sanggahan, artinya mereka takkan menemukan hal itu padanya. (Karena sesungguhnya semua kekuatan itu milik Allah) baik di dunia maupun di akhirat, dan takkan tercapai kecuali oleh kekasih-kekasih-Nya.
وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِى ٱلْكِتَٰبِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا۟ مَعَهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا۟ فِى حَدِيثٍ غَيْرِهِۦٓ ۚ إِنَّكُمْ إِذًۭا مِّثْلُهُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ جَامِعُ ٱلْمُنَٰفِقِينَ وَٱلْكَٰفِرِينَ فِى جَهَنَّمَ جَمِيعًا ﴿١٤٠﴾
Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam,
Allah telah menurunkan al-Qur'ân kepada kalian. Setiap kali kalian mendengar ayat al-Qur'ân dibacakan, di antara kalian ada yang mempercayainya dan ada juga yang mengingkari dan mengolok- oloknya. Kalau demikian keadaan orang-orang kafir dan munafik, dan kalian sendiri mendengar olok-olok mereka, janganlah kalian duduk bersama mereka sampai mereka berbicara yang lain. Karena, kalau tidak, kalian akan menjadi seperti mereka yang mengolok-olok al-Qur'ân itu. Sesungguhnya orang-orang kafir dan munafik akan mendapat siksa yang amat pedih, karena Allah akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat di neraka Jahanam.
(Dan sungguh, Allah telah menurunkan) dapat dibaca nazzala dan nuzzila (kepadamu dalam Kitab) yakni Alquran surah Al-An'am (bahwa) ditakhfifkan sedangkan isimnya dibuang dan asalnya annahu (jika kamu dengar ayat-ayat Allah) maksudnya ayat-ayat Alquran (diingkari dan diperolok-olokkan, maka janganlah kamu ikut duduk bersama mereka) maksudnya bersama orang-orang kafir dan yang memperolok-olokkan itu (sampai mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya kamu jika demikian) artinya duduk bersama mereka (serupa dengan mereka) dalam kedosaan. (Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang munafik dan orang kafir di dalam neraka Jahanam) sebagaimana mereka pernah berkumpul di atas dunia dalam mengingkari dan memperolok-olokkan Alquran.
ٱلَّذِينَ يَتَرَبَّصُونَ بِكُمْ فَإِن كَانَ لَكُمْ فَتْحٌۭ مِّنَ ٱللَّهِ قَالُوٓا۟ أَلَمْ نَكُن مَّعَكُمْ وَإِن كَانَ لِلْكَٰفِرِينَ نَصِيبٌۭ قَالُوٓا۟ أَلَمْ نَسْتَحْوِذْ عَلَيْكُمْ وَنَمْنَعْكُم مِّنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ ۚ فَٱللَّهُ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ ۗ وَلَن يَجْعَلَ ٱللَّهُ لِلْكَٰفِرِينَ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا ﴿١٤١﴾
(yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (hai orang-orang mukmin). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka berkata: \"Bukankah kami (turut berperang) beserta kamu?\" Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata: \"Bukankah kami turut memenangkanmu, dan membela kamu dari orang-orang mukmin?\" Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu di hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.
Orang-orang munafik itu selalu menunggu-nunggu seperti orang dengki yang selalu menunggu- nunggu dan mengharapkan agar kalian mendapatkan musibah dan mati terbunuh jika kalian berperang melawan musuh. Jika kalian mendapat kemenangan dari Allah menuju jalan yang benar, mereka berkata kepada orang-orang Mukmin, karena kemenangan itu telah menghinakan mereka dan Allah telah menolong orang-orang yang beriman, \"Bukankah kami bersama kalian dan termasuk kelompok kalian?\" Tetapi, jika orang-orang kafir mendapat kemenangan, mereka berkata, \"Bukankah kami turut memenangkan kalian dan kami telah memberikan kasih sayang kami kepada kalian serta membela kalian dari orang-orang Mukmin?\" Allah akan memberi keputusan di antara kalian dan orang-orang munafik pada hari kiamat. Dia sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang Mukmin selama orang-orang Mukmin tetap beriman dan mengerjakan amal saleh.
(Yakni orang-orang) menjadi badal bagi \"orang-orang\" yang sebelumnya (yang menunggu-nunggu datangnya padamu) giliran peristiwa (jika kamu beroleh kemenangan) berikut harta rampasan (dari Allah, mereka berkata) kepadamu (\"Bukankah kami bersama kamu\") baik dalam keagamaan maupun dalam berjihad? Lalu mereka diberi bagian harta rampasan itu. (Sebaliknya jika orang-orang kafir yang beroleh nasib baik) berupa kemenangan terhadapmu (mereka berkata) kepada orang-orang kafir itu: (\"Bukankah kami turut berjasa memenangkanmu) padahal kalau kami mau, kami mampu pula menahan dan memusnahkanmu tetapi itu tidak kami lakukan?\" (\"Dan) tidakkah (kami membela kamu dari orang-orang mukmin) agar mereka tidak beroleh kemenangan, yaitu dengan mengirim berita kepadamu, membukakan rahasia dan siasat mereka, hingga jasa besar kami itu tidak dapat kamu ingkari dan lupakan?\" Firman Allah swt.: (\"Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu) dengan mereka (pada hari kiamat) yaitu dengan memasukkanmu ke dalam surga dan memasukkan mereka ke dalam neraka. (Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang kafir terhadap orang-orang beriman.\") maksudnya jalan untuk mencelakakan dan membasmi mereka
إِنَّ ٱلْمُنَٰفِقِينَ يُخَٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَهُوَ خَٰدِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوٓا۟ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ قَامُوا۟ كُسَالَىٰ يُرَآءُونَ ٱلنَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ إِلَّا قَلِيلًۭا ﴿١٤٢﴾
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.
Sesungguhnya orang-orang munafik, dengan kemunafikannya, telah mengira bahwa mereka akan dapat menipu Allah dan menyembunyikan hakikat diri mereka dari-Nya. Allahlah yang akan membalas tipuan mereka. Allah akan mebiarkan mereka bergelimang dalam kejahatan dan akan membuat perhitungan terhadap apa yang mereka perbuat. Orang-orang munafik itu mempunyai ciri lahir dan ciri batin. Yang pertama tampak pada sikap bermalas-malasan dalam melaksanakan salat. Salatnya itu hanya dimaksudkan untuk riya, bukan salat yang sebenarnya. Sedang yang kedua, ciri batin, tampak pada sedikitnya berzikir kepada Allah. Karena jika mereka selalu menyebut Allah, niscaya mereka akan meninggalkan kemunafikannya.
(Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah) yaitu dengan menampakkan hal-hal yang berlawanan dengan kekafiran yang mereka sembunyikan dengan maksud untuk menghindari hukum-hukum keduniaan yang bertalian dengan itu (dan Allah menipu mereka pula) maksudnya membalas tipuan mereka itu dengan diberitahukannya apa yang mereka sembunyikan itu oleh Allah kepada nabi-Nya hingga di dunia ini rahasia mereka terbuka sedangkan di akhirat kelak mereka menerima siksa. (Dan jika mereka berdiri untuk mengerjakan salat) bersama orang-orang mukmin (mereka berdiri dengan malas) merasa berat. (Mereka bersifat riya di hadapan manusia) dengan salat itu (dan tidak berzikir kepada Allah) maksudnya tidak melakukan salat (kecuali sebentar) disebabkan riya tadi.
مُّذَبْذَبِينَ بَيْنَ ذَٰلِكَ لَآ إِلَىٰ هَٰٓؤُلَآءِ وَلَآ إِلَىٰ هَٰٓؤُلَآءِ ۚ وَمَن يُضْلِلِ ٱللَّهُ فَلَن تَجِدَ لَهُۥ سَبِيلًۭا ﴿١٤٣﴾
Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir), maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.
Orang-orang munafik berada dalam keragu-raguan: tidak termasuk kelompok kalian dan juga tidak sepenuhnya termasuk kelompok kafir. Hal itu akibat lemahnya iman dan jiwa mereka, di samping akibat kesesatan mereka dari kebenaran. Barangsiapa yang disesatkan oleh Allah maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan untuk memberi petunjuk baginya.
(Mereka dalam keadaan bimbang) ragu-ragu (antara demikian) yakni antara kafir dan iman (tidak) masuk (kepada mereka ini) artinya golongan orang-orang kafir (dan tidak pula kepada mereka itu) artinya golongan orang-orang beriman. (Dan siapa yang disesatkan Allah, maka tidak akan kamu temui baginya jalan) untuk menerima petunjuk.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَتَّخِذُوا۟ ٱلْكَٰفِرِينَ أَوْلِيَآءَ مِن دُونِ ٱلْمُؤْمِنِينَ ۚ أَتُرِيدُونَ أَن تَجْعَلُوا۟ لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَٰنًۭا مُّبِينًا ﴿١٤٤﴾
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?
Di antara faktor penyebab kemunafikan adalah menjadikan orang-orang yang tidak beriman sebagai pemimpin dan penolong. Oleh karena itu, jauhilah hal semacam ini, wahai orang-orang yang beriman. Janganlah kalian menjadikan orang-orang kafir sebagai penolong yang memiliki kekuasaan dan kalian taati. Jika kalian melakukan hal itu, maka Allah mempunyai alasan yang jelas untuk menghukum kalian. Sehingga, dengan demikian, kalian termasuk ke dalam golongan orang-orang munafik dan akan menjadi hina. Sebab, kalian tidak meminta pertolongan dan kejayaan dari Allah, kebenaran, dan amal saleh.
(Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil orang-orang kafir dan bukan orang-orang mukmin sebagai pelindung! Apakah kamu hendak memberikan kepada Allah buat menyiksamu) dengan mengambil mereka sebagai pelindung itu (suatu alasan yang nyata) atau bukti yang tegas atas kemunafikanmu?
إِنَّ ٱلْمُنَٰفِقِينَ فِى ٱلدَّرْكِ ٱلْأَسْفَلِ مِنَ ٱلنَّارِ وَلَن تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا ﴿١٤٥﴾
Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.
Sesungguhnya orang-orang munafik berada di dalam neraka Jahanam yang paling dalam akibat kemunafikan mereka. Mereka berada di bagian terendah neraka. Dan kamu, Muhammad, tidak akan menemukan penolong yang dapat melindungi mereka dari siksa neraka.
(Sesungguhnya orang-orang munafik itu pada tempat) atau tingkat (yang paling bawah dari neraka) yakni bagian kerak atau dasarnya. (Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan seorang penolong pun bagi mereka) yakni yang akan membebaskannya dari siksa.
إِلَّا ٱلَّذِينَ تَابُوا۟ وَأَصْلَحُوا۟ وَٱعْتَصَمُوا۟ بِٱللَّهِ وَأَخْلَصُوا۟ دِينَهُمْ لِلَّهِ فَأُو۟لَٰٓئِكَ مَعَ ٱلْمُؤْمِنِينَ ۖ وَسَوْفَ يُؤْتِ ٱللَّهُ ٱلْمُؤْمِنِينَ أَجْرًا عَظِيمًۭا ﴿١٤٦﴾
Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.
Kecuali sebagian mereka yang bertobat, kembali ke jalan Allah, berpegang teguh, ikhlas berserah diri kepada-Nya dan mengerjakan amal saleh. Dengan demikian, mereka termasuk orang-orang Mukmin dan akan menerima pahala seperti yang akan mereka dapatkan. Allah telah menyediakan bagi orang-orang Mukmin balasan yang sangat besar di dunia dan di akhirat.
(Kecuali orang-orang yang bertobat) dari kemunafikan (dan mengadakan perbaikan) terhadap amal perbuatan mereka (serta berpegang teguh kepada, agama, Allah dan mengikhlaskan agama mereka karena Allah) artinya daripada riya (maka mereka itu bersama orang-orang yang beriman) yakni mengenai apa-apa yang akan mereka peroleh (dan Allah akan memberikan kepada orang-orang beriman itu pahala yang besar) di akhirat kelak yaitu surga.
مَّا يَفْعَلُ ٱللَّهُ بِعَذَابِكُمْ إِن شَكَرْتُمْ وَءَامَنتُمْ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ شَاكِرًا عَلِيمًۭا ﴿١٤٧﴾
Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.
Allah hanya menuntut kalian untuk beriman dan bersyukur atas nikmat-Nya. Jika kalian lakukan itu, niscaya kalian tidak akan merasakan siksa. Kalian bahkan akan mendapatkan pahala atas kebaikan dan kesyukuran kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri perbuatan baik hamba-Nya dan Maha Mengetahui segala kebaikan dan keburukan mereka.
(Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur) atas nikmat-Nya (dan beriman) kepada-Nya? Pertanyaan ini berarti tidak, jadi maksudnya Allah tidaklah akan menyiksamu. (Dan Allah Maha Mensyukuri) perbuatan-perbuatan orang-orang beriman dengan memberi mereka pahala (lagi Maha Mengetahui) akan makhluk-Nya.
۞ لَّا يُحِبُّ ٱللَّهُ ٱلْجَهْرَ بِٱلسُّوٓءِ مِنَ ٱلْقَوْلِ إِلَّا مَن ظُلِمَ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا ﴿١٤٨﴾
Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Allah melarang hamba-Nya untuk berkata buruk, kecuali orang yang dianiaya. Ia boleh memaparkan dan mengungkapkan keburukan orang yang menganiayanya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar ucapan orang yang dianiaya dan Maha Mengetahui kezaliman orang yang menganiaya. Dia akan memberi balasan yang setimpal terhadap apa yang dilakukannya. (1) (1) Hukum positif melarang seseorang untuk mengucapkan perkataan buruk secara terang-terangan di hadapan orang lain dengan alasan untuk melindungi pendengaran dan moral manusia dari hal-hal yang dapat merusak dan menyakitkan. Sebab, ucapan buruk dapat menyakiti hati orang yang menjadi obyeknya. Dalam hal ini al-Qur'ân mengatakan lâ yuhibb-u Allâh-u al-jahr-a bi al-sû' min al-qawl yang berarti 'Allah tidak menyukai ucapan buruk yang diucapkan secara terus terang'. Seandainya ayat itu berhenti sampai kata al-sû' 'keburukan', 'kejahatan' saja, sehingga ayat itu berbunyi lâ yuhibb-u Allâh-u al-jahr-a bi al-sû', maka pengertiannya tidak hanya mencakup kejahatan yang dilakukan dengan kata-kata, tetapi mencakup juga kejahatan yang dilakukan dengan perbuatan secara terus terang seperti membuka aurat di tempat umum, atau membuka pakaian wanita supaya terlihat auratnya. Pembatasan kejahatan pada ayat ini hanya pada bentuk ucapan atau kata-kata, mengindikasikan adanya larangan mengenai kejahatan dalam bentuk lain. Dan, memang, kejahatan dalam bentuk lain disinggung pada ayat lain, yaitu ayat ke-19 surat al-Nûr yang artinya berbunyi 'Sesungguhnya orang-orang yang menginginkan tersiarnya berita amat keji itu di kalangan orang-orang yang beriman, akan mendapatkan siksa yang pedih di dunia dan akhirat'. Pembicaraan mengenai hal ini akan diterangkan lagi pada kesempatan lain, menyangkut apa yang dalam hukum positif disebut dengan berbagai istilah, seperti menghina, mencela, menuduh dan sebagainya. Juga termasuk terbebasnya pelaku tindakan menghina dan menuduh dari hukuman apabila tindakannya itu merupakan reaksi atas orang lain yang menghina dan menuduhnya. Oleh karena itu, ayat ini dilanjutkan dengan illâ man zhulim 'kecuali bagi orang yang dizalimi'. Berdasarkan pengecualian ini, orang yang teraniaya boleh mengucapkan kata-kata buruk semacam celaan dengan terus terang selama tidak dilakukan secara berlebihan dan melampaui batas. Ayat ini tidak menyebutkan secara khusus bentuk aniaya dalam pengecualian 'kecuali orang yang dizalimi' tadi, tidak seperti pada kejahatan yang disebut pada awal ayat yang hanya terbatas pada kejahatan kata-kata. Tidak adanya pembatasan bentuk aniaya ini mengindikasikan bahwa aniaya itu mencakup perkataan dan perbuatan, sehingga balasan terhadap tindak kezaliman seperti itu dapat dimaafkan dan pelakunya tidak terkena sanksi. Termasuk juga orang yang dirampas hartanya. Makna lahir ayat ini bahwa barangsiapa dizalimi atau dimusuhi dengan perkataan atau perbuatan kemudian membalasnya dengan caci maki, maka ia tidak berdosa. Ayat berikutnya berusaha mencegah timbulnya sikap ekstrim dalam memahami alasan pembalasan tersebut dengan menyatakan bahwa memafkan suatu kejahatan itu lebih baik daripada membalasnya dengan bentuk kejahatan lain, supaya tidak timbul kekacauan di tengah-tengah masyarakat. Arti ayat itu berbunyi 'Jika kalian menampakkan atau menyembunyikan kebaikan atau memaafkan suatu kejahatan, sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Kuasa'.
(Allah tidak menyukai perkataan buruk yang diucapkan secara terus terang) dari siapa pun juga, artinya Dia pastilah akan memberinya hukuman (kecuali dari orang yang dianiaya) sehingga apabila dia mengucapkannya secara terus terang misalnya tentang keaniayaan yang dideritanya sehingga ia mendoakan si pelakunya, maka tidaklah dia akan menerima hukuman dari Allah. (Dan Allah Maha Mendengar) apa-apa yang diucapkan (lagi Maha Mengetahui) apa-apa yang diperbuat.
إِن تُبْدُوا۟ خَيْرًا أَوْ تُخْفُوهُ أَوْ تَعْفُوا۟ عَن سُوٓءٍۢ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَفُوًّۭا قَدِيرًا ﴿١٤٩﴾
Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa.
Jika kalian menampakkan atau menyembunyikan kebaikan, atau memaafkan orang yang berbuat tidak baik kepada kalian, Allah pasti akan melimpahkan pahala karena kalian beretika dengan etika ketuhanan, yaitu memberi maaf meskipun pada saat mampu untuk tidak memaafkan. Sesungguhnya Allah Mahabesar ampunan-Nya dan Mahasempurna kekuasaan-Nya.
(Jika kamu melahirkan) atau memperlihatkan (suatu kebaikan) di antara perbuatan-perbuatan baik (atau menyembunyikannya) artinya melakukannya secara sembunyi-sembunyi (atau memaafkan sesuatu kesalahan) atau keaniayaan orang lain (maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa).
إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ وَيُرِيدُونَ أَن يُفَرِّقُوا۟ بَيْنَ ٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍۢ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍۢ وَيُرِيدُونَ أَن يَتَّخِذُوا۟ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا ﴿١٥٠﴾
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: \"Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)\", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir),
Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud membedakan antara beriman kepada Allah dan beriman kepada rasul-rasul-Nya dengan mengatakan, \"Kami beriman kepada sebagian rasul dan tidak beriman kepada sebagian yang lain,\" (berarti hanya beriman kepada nabi-nabi tertentu yang mereka cintai dan tidak beriman kepada yang lain yang mereka benci) padahal seharusnya mereka beriman kepada semuanya, karena iman itu tidak mengenal pemisahan,
(Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan bermaksud akan membeda-bedakan di antara Allah dengan rasul-rasul-Nya) yakni dengan beriman kepada-Nya serta kafir terhadap mereka (serta mengatakan, \"Kami beriman kepada sebagian) di antara rasul-rasul itu (dan kami kafir terhadap yang lain\") dari mereka (serta bermaksud hendak mengambil di antara demikian) maksudnya di antara kufur dan iman (jalan) yang akan mereka tempuh.
أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْكَٰفِرُونَ حَقًّۭا ۚ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَٰفِرِينَ عَذَابًۭا مُّهِينًۭا ﴿١٥١﴾
merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.
mereka adalah orang-orang yang bergelimang dalam kekufuran yang jelas. Sesungguhnya Allah benar- benar akan menyediakan siksa yang pedih bagi mereka dan orang-orang yang seperti mereka.
(Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya) haqqan adalah mashdar yang memperkuat isi kalimat sebelumnya (dan telah Kami sediakan bagi orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan) artinya azab neraka.
وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ بِٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ وَلَمْ يُفَرِّقُوا۟ بَيْنَ أَحَدٍۢ مِّنْهُمْ أُو۟لَٰٓئِكَ سَوْفَ يُؤْتِيهِمْ أُجُورَهُمْ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًۭا رَّحِيمًۭا ﴿١٥٢﴾
Orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya dan tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka, kelak Allah akan memberikan kepada mereka pahalanya. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan tidak mendustakan salah satu dari mereka, maka Allah akan memberi pahala yang besar atas kesempurnaan iman mereka. Sungguh Allah Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertobat, Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.
(Orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya) artinya semua mereka (dan tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka kelak Allah akan memberikan kepada mereka) dengan memakai nun atau ya (pahala mereka) artinya pahala amal perbuatan mereka (dan Allah Maha Pengampun) bagi kekasih-kekasih-Nya (lagi Maha Penyayang) kepada ahli taat-Nya.
يَسْـَٔلُكَ أَهْلُ ٱلْكِتَٰبِ أَن تُنَزِّلَ عَلَيْهِمْ كِتَٰبًۭا مِّنَ ٱلسَّمَآءِ ۚ فَقَدْ سَأَلُوا۟ مُوسَىٰٓ أَكْبَرَ مِن ذَٰلِكَ فَقَالُوٓا۟ أَرِنَا ٱللَّهَ جَهْرَةًۭ فَأَخَذَتْهُمُ ٱلصَّٰعِقَةُ بِظُلْمِهِمْ ۚ ثُمَّ ٱتَّخَذُوا۟ ٱلْعِجْلَ مِنۢ بَعْدِ مَا جَآءَتْهُمُ ٱلْبَيِّنَٰتُ فَعَفَوْنَا عَن ذَٰلِكَ ۚ وَءَاتَيْنَا مُوسَىٰ سُلْطَٰنًۭا مُّبِينًۭا ﴿١٥٣﴾
Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah Kitab dari langit. Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata: \"Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata\". Maka mereka disambar petir karena kezalimannya, dan mereka menyembah anak sapi, sesudah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata, lalu Kami maafkan (mereka) dari yang demikian. Dan telah Kami berikan kepada Musa keterangan yang nyata.
Orang-orang Yahudi yang ingkar meminta kepadamu, wahai Rasulullah, untuk mendatangkan bukti yang membenarkan kenabianmu dengan mendatangkan kepada mereka kitab suci khusus yang turun dari langit, membuktikan kebenaran kerasulanmu dan mengajak mereka beriman dan menaatimu. Kalau permintaan mereka semakin banyak, kamu tidak perlu terburu-buru untuk memenuhinya. Sebab, para pendahulu mereka telah meminta yang lebih besar dari itu kepada Nabi Mûsâ dengan mengatakan, \"Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata.\" Allah menurunkan siksa berupa petir yang menyambar dan memusnahkan mereka karena kezaliman yang mereka perbuat. Kemudian ingatlah dosa mereka yang lebih besar dan lebih buruk dari itu, yaitu menjadikan anak sapi sebagai tuhan selain Allah setelah mereka menyaksikan bukti yang diperlihatkan Nabi Mûsâ kepada Fir'aun dan kaumnya. Kemudian Allah memberi ampunan setelah mereka bertobat kepada-Nya, dan Allah telah menguatkan Nabi Mûsâ dengan bukti yang nyata.
(Ahli Kitab meminta kepadamu) hai Muhammad; maksudnya orang-orang Yahudi (agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah kitab dari langit) maksudnya sekaligus seperti pernah diturunkan-Nya kepada Musa guna mempersulit permintaan itu. Dan sekiranya menurut kamu itu berat (maka sesungguhnya mereka telah pernah meminta) maksudnya nenek moyang mereka (kepada Musa yang lebih besar dari itu, kata mereka, \"Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan jelas.\") atau nyata. (Maka mereka disambar oleh petir) artinya maut sebagai hukuman bagi mereka (disebabkan keaniayaan mereka) yakni meminta barang yang sulit. (Kemudian mereka mengambil anak sapi) sebagai tuhan (setelah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata) artinya mukjizat-mukjizat atas kekuasaan Allah (maka Kami maafkan mereka dari hal yang demikian) dan tidak Kami basmi mereka secara tuntas (dan telah Kami berikan kepada Musa kekuasaan yang nyata) artinya keunggulan yang menakjubkan bagi mereka hingga sewaktu mereka disuruh membunuh diri mereka guna bertobat mereka pun menurutinya dengan patuh.
وَرَفَعْنَا فَوْقَهُمُ ٱلطُّورَ بِمِيثَٰقِهِمْ وَقُلْنَا لَهُمُ ٱدْخُلُوا۟ ٱلْبَابَ سُجَّدًۭا وَقُلْنَا لَهُمْ لَا تَعْدُوا۟ فِى ٱلسَّبْتِ وَأَخَذْنَا مِنْهُم مِّيثَٰقًا غَلِيظًۭا ﴿١٥٤﴾
Dan telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka bukit Thursina untuk (menerima) perjanjian (yang telah Kami ambil dari) mereka. Dan kami perintahkan kepada mereka: \"Masuklah pintu gerbang itu sambil bersujud\", dan Kami perintahkan (pula) kepada mereka: \"Janganlah kamu melanggar peraturan mengenai hari Sabtu\", dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh.
Allah mengangkat bukit di atas kepala Banû Isrâ'îl, sebagai ancaman karena mereka tidak mau menerima hukum Tawrât, sampai mereka menerimanya. Allah juga mengambil perjanjian dari mereka lalu memerintahkan kepada mereka untuk memasuki kampung dengan tunduk kepada-Nya dan tidak melanggar perintah-Nya dengan tetap beribadah pada hari Sabtu. Sesungguhnya Allah telah mengambil itu semua dari mereka sebagai perjanjian yang kokoh.
(Dan Kami angkat ke atas kepada mereka Thur) nama sebuah bukit (disebabkan perjanjian dengan mereka) maksudnya hendak mengadakan perjanjian agar mereka takut dan bersedia menerimanya (dan kata Kami kepada mereka) sementara bukit itu dinaungkan kepada mereka (\"Masukilah pintu gerbang itu) maksudnya pintu gerbang kampung atau negeri (sambil bersujud\") yang menunjukkan ketundukkan (dan Kami wahyukan kepada mereka, \"Janganlah kamu melanggar perintah) menurut suatu qiraat dibaca ta`adduu dengan diidgamkan ta aslinya pada dal yang menjadi ta`taduu; artinya melanggar perintah (pada hari Sabtu\") dengan menangkap ikan padanya (dan Kami telah menerima perjanjian erat dari mereka) mengenai hal itu tetapi mereka melanggarnya.
فَبِمَا نَقْضِهِم مِّيثَٰقَهُمْ وَكُفْرِهِم بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ وَقَتْلِهِمُ ٱلْأَنۢبِيَآءَ بِغَيْرِ حَقٍّۢ وَقَوْلِهِمْ قُلُوبُنَا غُلْفٌۢ ۚ بَلْ طَبَعَ ٱللَّهُ عَلَيْهَا بِكُفْرِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُونَ إِلَّا قَلِيلًۭا ﴿١٥٥﴾
Maka (Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan), disebabkan mereka melanggar perjanjian itu, dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa (alasan) yang benar dan mengatakan: \"Hati kami tertutup\". Bahkan, sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena kekafirannya, karena itu mereka tidak beriman kecuali sebahagian kecil dari mereka.
Allah kemudian menjadi murka, karena mereka melanggar perjanjian, mengingkari tanda-tanda kekuasaan Allah dan membunuh nabi-nabi secara zalim. Selain itu, juga karena tetap lebih memilih kesesatan dengan mengatakan, \"Hati kami telah tertutup dan tidak akan menerima apa yang diserukan kepada kami.\" Mereka tidak jujur mengatakan hal itu. Allahlah yang menutup dan mengunci hati mereka akibat kekufuran mereka. Hanya sebagian kecil dari mereka yang beriman.
(Maka disebabkan mereka melanggar) ma merupakan tambahan; ba sababiyah berkaitan dengan yang dibuang, yang maksudnya: Kami kutuk mereka disebabkan mereka melanggar (perjanjian mereka dan karena kekafiran mereka terhadap ayat-ayat Allah dan pembunuhan yang mereka lakukan kepada nabi-nabi tanpa alasan yang benar dan kata mereka) kepada Nabi saw. (\"Hati kami tertutup\") tak dapat mendengar apa yang kamu katakan (bahkan Allah telah mengunci hati mereka itu disebabkan kekafiran mereka) hingga tak dapat mendengarkan nasihat dan pelajaran (oleh karena itu mereka tidak beriman kecuali sebagian kecil) dari mereka seperti Abdullah bin Salam dan kawan-kawannya.
وَبِكُفْرِهِمْ وَقَوْلِهِمْ عَلَىٰ مَرْيَمَ بُهْتَٰنًا عَظِيمًۭا ﴿١٥٦﴾
Dan karena kekafiran mereka (terhadap Isa) dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kedustaan besar (zina),
Allah murka kepada mereka, karena kekufuran dan dusta besar yang mereka tuduhkan kepada Maryam.
(Dan karena kekafiran mereka) buat kedua kalinya yakni terhadap Isa, dan ba diulang-ulang menyebutkannya untuk memisah di antaranya dengan tempat mengathafkannya (dan tuduhan mereka terhadap Maryam berupa kedustaan besar) di mana mereka menuduhnya berbuat zina.
وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا ٱلْمَسِيحَ عِيسَى ٱبْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ ٱللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَٰكِن شُبِّهَ لَهُمْ ۚ وَإِنَّ ٱلَّذِينَ ٱخْتَلَفُوا۟ فِيهِ لَفِى شَكٍّۢ مِّنْهُ ۚ مَا لَهُم بِهِۦ مِنْ عِلْمٍ إِلَّا ٱتِّبَاعَ ٱلظَّنِّ ۚ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًۢا ﴿١٥٧﴾
dan karena ucapan mereka: \"Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah\", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa.
Allah juga murka kepada mereka, sebab dengan nada meremehkan dan menghina, mereka berkata, \"Kami telah membunuh 'Isâ al-Masîh putra Maryam, Rasulullah.\" Padahal sebenarnya mereka tidak membunuh dan menyalib 'Isâ putra Maryam seperti pengakuan mereka. Tetapi yang mereka bunuh adalah orang yang dijadikan tampak mirip 'Isâ. Mereka mengira telah membunuh dan menyalib 'Isâ, padahal mereka hanya membunuh dan menyalib orang yang mirip 'Isâ putra Maryam. Setelah itu mereka saling berbeda pendapat mengenai siapa sebenarnya yang mereka bunuh: 'Isâ atau bukan. Mereka benar-benar ragu dalam hal ini. Sebenarnya, yang terjadi adalah bahwa mereka mengatakan hal itu tanpa dasar pengetahuan selain prasangka saja. Mereka tidak yakin bahwa yang mereka bunuh adalah 'Isâ.
(Serta karena ucapan mereka) dengan membanggakan diri (\"Sesungguhnya kami telah membunuh Almasih Isa putra Maryam utusan Allah\") yakni menurut dugaan dan pengakuan mereka. Artinya disebabkan semua itu Kami siksa mereka. Dan Allah berfirman menolak pengakuan mereka telah membunuhnya itu (padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya tetapi diserupakan bagi mereka dengan Isa) maksudnya yang mereka bunuh dan mereka salib itu ialah sahabat mereka sendiri yang diserupakan Allah dengan Isa hingga mereka kira Nabi Isa sendiri. (Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham padanya) maksudnya pada Isa (sesungguhnya dalam keragu-raguan terhadapnya) maksudnya terhadap pembunuhan itu. Agar terlihat orang yang dibunuh itu, sebagian mereka berkata, \"Mukanya seperti muka Isa, tetapi tubuhnya lain, jadi sebenarnya bukan dia!\" Dan kata sebagian pula, \"Memang dia itu Isa!\" (mereka tidak mempunyai terhadapnya) maksudnya pembunuhan itu (keyakinan kecuali mengikuti persangkaan belaka) disebut sebagai istitsna munqathi'; artinya mereka hanya mengikuti dugaan-dugaan hasil khayal atau lamunan belaka (mereka tidak yakin telah membunuh Isa) menjadi hal yang menyangkal pembunuhan Isa itu.
بَل رَّفَعَهُ ٱللَّهُ إِلَيْهِ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًۭا ﴿١٥٨﴾
Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Malah, yang sebenarnya terjadi, adalah bahwa Allah mengangkat 'Isâ ke sisi-Nya dan menyelamatkannya dari serangan musuh. Mereka tidak menyalib dan tidak pula membunuh 'Isâ. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana dalam semua perbuatan-Nya.
(Tetapi Allah telah mengangkatnya kepada-Nya dan Allah Maha Tangguh) dalam kerajaan-Nya (lagi Maha Bijaksana) dalam perbuatan-Nya.
وَإِن مِّنْ أَهْلِ ٱلْكِتَٰبِ إِلَّا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِۦ قَبْلَ مَوْتِهِۦ ۖ وَيَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًۭا ﴿١٥٩﴾
Tidak ada seorangpun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka.
Tidak ada seorang pun dari Ahl al-Kitâb yang sebelum wafat tidak mengetahui hakikat Nabi 'Isâ yang merupakan hamba dan rasul Allah. Ia, sebelum wafat, pasti beriman kepada 'Isâ, tapi keimanan itu tidak berguna lagi karena waktunya sudah berlalu. Pada hari kiamat nanti 'Isâ a. s. akan menjadi saksi atas mereka bahwa ia telah menyampaikan risalah Tuhan-Nya, dan bahwa dia adalah hamba Allah dan rasul- Nya.
(Dan tidak ada di antara Ahli Kitab) seorang pun juga (kecuali akan beriman kepadanya) yakin kepada Isa (sebelum meninggalnya) artinya sebelum ahli Kitab itu meninggal di waktu ia melihat malaikat maut, tetapi keimanannya itu sudah tidak berguna lagi. Atau sebelum wafatnya Isa, yakni ketika dia turun dekat datangnya hari kiamat sebagaimana tercantum dalam sebuah hadis (Dan pada hari kiamat itu, ia) yakni Isa (akan menjadi saksi terhadap mereka) mengenai apa yang mereka lakukan sewaktu ia diutus kepada mereka dahulu.
فَبِظُلْمٍۢ مِّنَ ٱلَّذِينَ هَادُوا۟ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَٰتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ كَثِيرًۭا ﴿١٦٠﴾
Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah,
Akibat kezaliman yang dilakukan orang-orang Yahudi, Allah pun menyiksa mereka dengan mengharamkan sejumlah makanan yang baik-baik yang sebelumnya halal. Di antara bentuk kezaliman itu adalah menghalangi manusia untuk masuk agama Allah.
(Maka karena keaniayaan) artinya disebabkan keaniayaan (dari orang-orang Yahudi Kami haramkan atas mereka makanan yang baik-baik yang dihalalkan bagi mereka dulu) yakni yang tersebut dalam firman-Nya, \"Kami haramkan setiap yang berkuku...\" sampai akhir ayat (juga karena mereka menghalangi) manusia (dari jalan Allah) maksudnya agama-Nya (banyak).
وَأَخْذِهِمُ ٱلرِّبَوٰا۟ وَقَدْ نُهُوا۟ عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَٰلَ ٱلنَّاسِ بِٱلْبَٰطِلِ ۚ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَٰفِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًۭا ﴿١٦١﴾
dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.
Karena mereka memberlakukan riba--padahal Allah telah mengharamkan--dan karena memakan harta orang secara tidak benar, agama memberikan hukuman berupa pengharaman makanan yang baik-baik kepada mereka. Sesungguhnya Allah telah menyediakan bagi orang kafir siksa yang menyakitkan.
(Dan karena memakan riba padahal telah dilarang daripadanya) dalam Taurat (dan memakan harta orang dengan jalan batil) dengan memberi suap dalam pengadilan (dan telah Kami sediakan untuk orang-orang kafir itu siksa yang pedih) atau menyakitkan.
لَّٰكِنِ ٱلرَّٰسِخُونَ فِى ٱلْعِلْمِ مِنْهُمْ وَٱلْمُؤْمِنُونَ يُؤْمِنُونَ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ ۚ وَٱلْمُقِيمِينَ ٱلصَّلَوٰةَ ۚ وَٱلْمُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلْمُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ أُو۟لَٰٓئِكَ سَنُؤْتِيهِمْ أَجْرًا عَظِيمًا ﴿١٦٢﴾
Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang mukmin, mereka beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu (Al Quran), dan apa yang telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Orang-orang itulah yang akan Kami berikan kepada mereka pahala yang besar.
Tetapi orang-orang Yahudi yang mendalami ilmu dan orang-orang yang beriman dari umatmu, Muhammad, percaya kepada apa yang diwahyukan kepadamu dan apa yang diwahyukan kepada rasul-rasul sebelummu. Orang-orang yang melaksanakan salat dengan benar, menunaikan zakat, percaya kepada Allah, hari kebangkitan dan pembalasan, maka Allah akan memberi pahala yang baik kepada mereka atas keimanan dan ketaatannya.
(Tetapi orang-orang yang mendalam) artinya kukuh dan mantap (ilmunya di antara mereka) seperti Abdullah bin Salam (dan orang-orang mukmin) dari golongan Muhajirin dan Ansar (mereka beriman pada apa yang diturunkan kepadamu dan apa-apa yang diturunkan sebelummu) di antara kitab-kitab (sedangkan orang-orang yang mendirikan salat) manshub karena pujian, dan ada pula yang membacanya dengan marfu` (dan membayar zakat serta orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, mereka itulah yang akan Kami beri) fi'ilnya dibaca dengan nun atau dengan ya (pahala yang besar) yakni surga.
۞ إِنَّآ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ كَمَآ أَوْحَيْنَآ إِلَىٰ نُوحٍۢ وَٱلنَّبِيِّۦنَ مِنۢ بَعْدِهِۦ ۚ وَأَوْحَيْنَآ إِلَىٰٓ إِبْرَٰهِيمَ وَإِسْمَٰعِيلَ وَإِسْحَٰقَ وَيَعْقُوبَ وَٱلْأَسْبَاطِ وَعِيسَىٰ وَأَيُّوبَ وَيُونُسَ وَهَٰرُونَ وَسُلَيْمَٰنَ ۚ وَءَاتَيْنَا دَاوُۥدَ زَبُورًۭا ﴿١٦٣﴾
Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma'il, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud.
Wahai Nabi, sesungguhnya Kami mewahyukan kepadamu al-Qur'ân dan syariat. Begitu juga, Kami telah memberi wahyu kepada Nûh dan nabi-nabi yang datang sesudahnya. Juga, Kami telah memberikan wahyu kepada Ibrâhîm, Ismâ'îl, Ishâq, Ya'qûb dan Asbâth (yaitu nabi-nabi dari keturunan Ya'qûb), 'Isâ, Ayyûb, Yûnus, Hârûn dan Sulaymân. Selain itu, Kami telah mewahyukan pula kepada Dâwûd dengan menurunkan kitab Zabûr kepadanya.
(Sesungguhnya Kami telah menurunkan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah menurunkannya kepada Nuh dan nabi-nabi sesudahnya dan) seperti (telah Kami turunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak) yakni kedua putranya (serta Yakub) bin Ishak (dan anak-anaknya) yakni anak-anak Yakub (serta Isa, Ayub, Yunus, Harun, Sulaiman dan Kami datangkan kepada) bapaknya, yakni bapak dari Sulaiman (Daud Zabur) dibaca dengan fathah hingga artinya ialah nama kitab yang diturunkan, dan ada pula yang membaca dengan marfu` yaitu mashdar yang berarti mazbuura artinya yang tertulis.
وَرُسُلًۭا قَدْ قَصَصْنَٰهُمْ عَلَيْكَ مِن قَبْلُ وَرُسُلًۭا لَّمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ ۚ وَكَلَّمَ ٱللَّهُ مُوسَىٰ تَكْلِيمًۭا ﴿١٦٤﴾
Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.
Begitulah, Kami telah mengutus banyak rasul sebelummu. Di antara mereka ada yang Kami ceritakan kisahnya kepadamu, dan ada pula yang tidak Kami ceritakan. Cara Allah memberikan wahyu kepada Mûsâ adalah dengan berbicara secara langsung dari balik tabir, tanpa perantara.
(Dan) telah Kami utus (rasul-rasul yang telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dulu, dan rasul-rasul yang belum Kami kisahkan). Diriwayatkan bahwa Allah swt. mengirim delapan ribu orang nabi, empat ribu dari kalangan Bani Israel dan empat ribu lagi dari kalangan manusia lainnya ini dikatakan oleh Syekh dalam surah Ghafir. (Dan Allah telah berbicara dengan Musa sebenar berbicara) artinya secara langsung.
رُّسُلًۭا مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى ٱللَّهِ حُجَّةٌۢ بَعْدَ ٱلرُّسُلِ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًۭا ﴿١٦٥﴾
(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Semua rasul itu Kami utus sebagai pembawa berita gembira berupa pahala bagi siapa yang percaya, dan pemberi peringatan berupa siksa bagi siapa yang kufur. Hal itu agar tidak ada alasan lagi bagi manusia untuk membantah Allah setelah diutusnya rasul-rasul itu. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, Mahamenang dan tidak ada yang menyaingi-Nya, lagi Mahabijaksana dalam segala perbuatan-Nya.
(Yaitu rasul-rasul) menjadi badal bagi rasul-rasul yang sebelumnya (selalu pembawa berita gembira) dengan diberinya pahala kepada orang yang beriman (dan penyampaian peringatan) dengan adanya siksa kepada orang yang ingkar. Mereka Kami utus itu ialah (agar tidak ada lagi bagi manusia terhadap Allah alasan) yang dapat dikemukakan (setelah) pengiriman (rasul-rasul itu) kepada mereka, misalnya dengan mengatakan, \"Wahai Tuhan kami! Kenapa tidak Tuhan kirim kepada kami seorang rasul agar kami dapat mengikuti ayat-ayat-Mu dan menjadi orang-orang beriman!\" Maka Tuhan pun telah lebih dulu mengirimkan mereka untuk mematahkan alasan mereka tadi (Dan Allah Maha Tangguh) dalam kerajaan-Nya (lagi Maha Bijaksana) dalam perbuatan-Nya. Ayat berikut diturunkan tatkala orang-orang Yahudi ditanyai orang mengenai kenabian Muhammad saw. lalu mereka ingkari:
لَّٰكِنِ ٱللَّهُ يَشْهَدُ بِمَآ أَنزَلَ إِلَيْكَ ۖ أَنزَلَهُۥ بِعِلْمِهِۦ ۖ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةُ يَشْهَدُونَ ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ شَهِيدًا ﴿١٦٦﴾
(Mereka tidak mau mengakui yang diturunkan kepadamu itu), tetapi Allah mengakui Al Quran yang diturunkan-Nya kepadamu. Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya; dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi (pula). Cukuplah Allah yang mengakuinya.
Namun jika mereka tidak mau mengakui kebenaranmu, Allah akan tetap memberikan persaksian atas kebenaran al-Qur'ân yang diturunkan kepadamu. Dia menurunkannya sesuai dengan ilmu-Nya. Malaikat- malaikat pun menjadi saksi atas hal itu. Persaksian Allah sudah cukup bagimu, Muhammad, hingga kamu tidak memerlukan lagi persaksian yang lain.
(Tetapi Allah menyaksikan) artinya tentang kenabianmu (dengan apa yang diturunkan-Nya kepadamu) berupa Alquran yang menjadi mukjizat itu (diturunkan-Nya) sebagai hasil (dari ilmu-Nya) atau memuat ilmu-Nya (dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi) pula atas kenabianmu itu. (Dan cukuplah Allah sebagai saksi)-nya.
إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ وَصَدُّوا۟ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ قَدْ ضَلُّوا۟ ضَلَٰلًۢا بَعِيدًا ﴿١٦٧﴾
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, benar-benar telah sesat sejauh-jauhnya.
Sesungguhnya orang-orang kafir yang tidak percaya kepadamu dan menghalang-halangi manusia untuk masuk ke dalam agama Allah, benar-benar telah tersesat jauh dari kebenaran.
(Sesungguhnya orang-orang yang kafir) kepada Allah (dan menghalang-halangi) manusia (dari jalan Allah) artinya dari agama Islam dengan menyembunyikan ciri-ciri Nabi Muhammad saw.; maksudnya ialah orang-orang Yahudi (maka sesungguhnya mereka telah sesat sejauh-jauhnya) dari kebenaran.
إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ وَظَلَمُوا۟ لَمْ يَكُنِ ٱللَّهُ لِيَغْفِرَ لَهُمْ وَلَا لِيَهْدِيَهُمْ طَرِيقًا ﴿١٦٨﴾
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada mereka,
Orang-orang yang kafir dan menganiaya diri mereka dengan kekufuran, menganiaya Rasulullah saw. dengan mengingkari rislahnya, dan menganiaya manusia dengan menyembunyikan kebenaran, sungguh tidak akan diampuni Allah selama mereka masih kafir. Mereka juga tidak akan ditunjukkan Allah ke jalan keselamatan. Allah memang tidak akan mengampuni orang-orang yang sesat seperti mereka.
(Sesungguhnya orang-orang yang kafir) kepada Allah (dan berlaku aniaya) kepada nabi-Nya dengan menyembunyikan ciri-cirinya itu (maka Allah sekali-kali tidak akan mengampuni mereka dan tidak pula akan menunjukkan kepada mereka suatu jalan) di antara jalan-jalan yang banyak ini.
إِلَّا طَرِيقَ جَهَنَّمَ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًۭا ۚ وَكَانَ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرًۭا ﴿١٦٩﴾
kecuali jalan ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Tetapi, sebaliknya, mereka akan ditunjukkan Allah jalan ke neraka. Mereka akan kekal abadi di dalamnya. Hal itu sungguh mudah bagi Allah.
(Kecuali jalan neraka Jahanam) maksudnya jalan menuju ke sana (kekal mereka) artinya ditakdirkan kekal (di dalamnya) jika mereka telah memasukinya (buat selama-lamanya. Dan yang demikian itu bagi Allah mudah) artinya gampang dan tidak sulit adanya.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدْ جَآءَكُمُ ٱلرَّسُولُ بِٱلْحَقِّ مِن رَّبِّكُمْ فَـَٔامِنُوا۟ خَيْرًۭا لَّكُمْ ۚ وَإِن تَكْفُرُوا۟ فَإِنَّ لِلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًۭا ﴿١٧٠﴾
Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikitpun) karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Wahai manusia, sesungguhnya Rasulullah (Muhammad) membawa agama yang benar dari sisi Tuhan kalian. Maka, percayailah ajaran yang dibawanya, karena hal itu lebih baik bagi kalian. Jika kalian menolak ajarannya dan lebih memilih kekufuran, maka Allah sebenarnya tidak membutuhkan keimanan kalian, karena Dia adalah penguasa kalian. Segala apa yang ada di langit dan bumi adalah hak-Nya: hak milik, hak cipta dan hak pakai. Dialah yang Maha Mengetahui semua makhluk-Nya lagi Mahabijaksana dalam berbuat. Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik dan tidak akan melalaikan balasan orang-orang yang berbuat jahat.
(Hai manusia) maksudnya warga Mekah (sesungguhnya telah datang kepadamu rasul) yakni Muhammad saw. (membawa kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu) kepadanya (dan usahakanlah yang terbaik bagi kamu) dari apa yang melingkungimu (Dan jika kamu kafir) kepadanya (maka bagi-Nya apa yang di langit dan yang di bumi) baik sebagai milik maupun sebagai makhluk dan hamba hingga tidaklah merugikan kepada-Nya kekafiranmu itu (Dan Allah Maha Mengetahui) terhadap makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana) mengenai perbuatan-Nya terhadap mereka.
يَٰٓأَهْلَ ٱلْكِتَٰبِ لَا تَغْلُوا۟ فِى دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا۟ عَلَى ٱللَّهِ إِلَّا ٱلْحَقَّ ۚ إِنَّمَا ٱلْمَسِيحُ عِيسَى ٱبْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ ٱللَّهِ وَكَلِمَتُهُۥٓ أَلْقَىٰهَآ إِلَىٰ مَرْيَمَ وَرُوحٌۭ مِّنْهُ ۖ فَـَٔامِنُوا۟ بِٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ ۖ وَلَا تَقُولُوا۟ ثَلَٰثَةٌ ۚ ٱنتَهُوا۟ خَيْرًۭا لَّكُمْ ۚ إِنَّمَا ٱللَّهُ إِلَٰهٌۭ وَٰحِدٌۭ ۖ سُبْحَٰنَهُۥٓ أَن يَكُونَ لَهُۥ وَلَدٌۭ ۘ لَّهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ ۗ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ وَكِيلًۭا ﴿١٧١﴾
Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: \"(Tuhan itu) tiga\", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara.
Wahai Ahl al-Kitâb, janganlah kalian menentang kebenaran dan melampaui batas dalam beragama. Jangan berbuat dusta kepada Allah dengan mengingkari risalah 'Isâ a. s atau dengan menjadikannya sebagai tuhan selain Allah. 'Isâ al-Masîh hanyalah rasul Allah seperti rasul-rasul yang lain. 'Isâ diciptakan Allah dengan kekuasaan dan kalimat-Nya yang disampaikan dan ditiupkan oleh malaikat Jibrîl kepada Maryam. Hal itu merupakan salah satu rahasia kekuasaan Allah. Oleh karena itu, berimanlah kepada Allah dan rasul- rasul-Nya dengan benar dan jangan beranggapan bahwa tuhan itu ada tiga. Tinggalkanlah kebatilan itu, karena hal itu lebih baik. Sesungguhnya Allah Mahaesa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah Mahasuci dari kemungkinan mempunyai anak. Segala yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah sebagai pemelihara dan pengatur kepunyaan-Nya.
(Hai Ahli kitab) maksudnya kitab Injil (janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu dan janganlah kamu katakan terhadap Allah kecuali) ucapan (yang benar) yaitu menyucikan-Nya dari kemusyrikan dan mempunyai anak. (Sesungguhnya Almasih Isa putra Maryam itu adalah utusan Allah dan kalimat-Nya yang diucapkan-Nya) atau disampaikan-Nya (kepada Maryam dan roh) artinya yang mempunyai roh (daripada-Nya) diidhafatkan kepada Allah swt. demi untuk memuliakan-Nya dan bukanlah sebagai dugaan kamu bahwa dia adalah anak Allah atau Tuhan bersama-Nya atau salah satu dari oknum yang tiga. Karena sesuatu yang mempunyai roh itu tersusun sedangkan Tuhan Maha Suci dari tersusun dan dari dinisbatkannya tersusun itu kepada-Nya (Maka berimanlah kamu kepada Allah dan kepada rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu katakan) bahwa Tuhan itu (tiga) yakni Allah, Isa dan ibunya (hentikanlah) demikian itu (dan perbuatlah yang lebih baik bagi kamu) yakni bertauhid (Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa Maha Suci Dia) artinya bersih dan terhindar (dari mempunyai anak. Bagi-Nya apa yang terdapat di langit dan yang di bumi) baik sebagai makhluk maupun sebagai milik dan hamba sedangkan pemiliknya itu bertentangan dengan mempunyai anak (Dan cukuplah Allah sebagai wakil) atau saksi atas demikian itu.
لَّن يَسْتَنكِفَ ٱلْمَسِيحُ أَن يَكُونَ عَبْدًۭا لِّلَّهِ وَلَا ٱلْمَلَٰٓئِكَةُ ٱلْمُقَرَّبُونَ ۚ وَمَن يَسْتَنكِفْ عَنْ عِبَادَتِهِۦ وَيَسْتَكْبِرْ فَسَيَحْشُرُهُمْ إِلَيْهِ جَمِيعًۭا ﴿١٧٢﴾
Al Masih sekali-kali tidak enggan menjadi hamba bagi Allah, dan tidak (pula enggan) malaikat-malaikat yang terdekat (kepada Allah). Barangsiapa yang enggan dari menyembah-Nya, dan menyombongkan diri, nanti Allah akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya.
'Isâ al-Masîh tidak akan sombong lalu enggan menjadi hamba Allah. Begitu juga malaikat-malaikat yang dekat kepada-Nya. Barangsiapa sombong dan enggan menyembah Allah, maka ia tidak akan lepas dari siksa-Nya pada hari ketika Dia mengumpulkan manusia untuk diperhitungkan amal perbuatannya.
(Almasih tidak merasa malu) maksudnya Almasih yang kamu katakan sebagai Tuhan itu tidak merasa enggan dan takabur (menjadi hamba bagi Allah dan tidak pula enggan malaikat-malaikat yang terdekat) kepada Allah mereka juga tidak malu untuk menjadi hamba-Nya. Ini suatu kalimat selang yang terbaik yang dikemukakan untuk menolak anggapan sementara orang bahwa mereka adalah Tuhan atau putri-putri Allah sebagaimana kalimat yang sebelumnya digunakan untuk menolak anggapan kaum Nasrani bahwa Isa adalah putra-Nya. (Siapa yang enggan untuk menyembah-Nya dan menyombongkan diri maka kelak Allah akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya) yakni di akhirat.
فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ فَيُوَفِّيهِمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدُهُم مِّن فَضْلِهِۦ ۖ وَأَمَّا ٱلَّذِينَ ٱسْتَنكَفُوا۟ وَٱسْتَكْبَرُوا۟ فَيُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا أَلِيمًۭا وَلَا يَجِدُونَ لَهُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ وَلِيًّۭا وَلَا نَصِيرًۭا ﴿١٧٣﴾
Adapun orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh, maka Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan menambah untuk mereka sebagian dari karunia-Nya. Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongkan diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih, dan mereka tidak akan memperoleh bagi diri mereka, pelindung dan penolong selain dari pada Allah.
Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, Allah akan memberikan secara penuh pahala amal perbuatan mereka dan akan memberikan tambahan dengan karunia-Nya, sebagai penghormatan dan pelimpahan nikmat. Sedangkan orang-orang yang enggan beribadah dan bersyukur kepada Allah, maka Allah benar-benar akan menyediakan bagi mereka siksa yang menyakitkan. Mereka tidak akan mendapatkan seorang penolong pun yang akan menolong dan melindungi mereka dari siksa itu.
(Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh maka Allah akan menyempurnakan ganjaran mereka) artinya pahala dari amal perbuatan mereka itu (dan menambah untuk mereka dari karunia-Nya) yakni yang belum pernah dilihat oleh mata, tidak didengar telinga dan tidak pula terdetik dalam hati manusia. (Adapun orang-orang yang malu dan menyombongkan diri) dari mengabdikan diri kepada-Nya (maka akan disiksa-Nya mereka dengan siksaan yang pedih) atau menyakitkan yaitu siksa neraka (dan mereka tidak akan memperoleh bagian bagi diri mereka selain daripada Allah, pelindung) yang akan melindungi diri mereka (dan tidak pula pembela) yang akan menolong mereka.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدْ جَآءَكُم بُرْهَٰنٌۭ مِّن رَّبِّكُمْ وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكُمْ نُورًۭا مُّبِينًۭا ﴿١٧٤﴾
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Quran).
Wahai umat manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian bukti-bukti nyata yang membenarkan kerasulan Muhammad. Melalui ucapannya, Kami menurunkan al-Qur'ân yang jelas bagai cahaya kepada kalian, yang menerangi dan menunjukkan kalian ke jalan keselamatan.
(Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu keterangan) bukti kebenaran (dari Tuhanmu) yaitu Nabi saw. (dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang) benderang yakni Alquran.
فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ بِٱللَّهِ وَٱعْتَصَمُوا۟ بِهِۦ فَسَيُدْخِلُهُمْ فِى رَحْمَةٍۢ مِّنْهُ وَفَضْلٍۢ وَيَهْدِيهِمْ إِلَيْهِ صِرَٰطًۭا مُّسْتَقِيمًۭا ﴿١٧٥﴾
Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya.
Orang-orang yang beriman kepada Allah dan kerasulan Muhammad serta berpegang teguh pada agamanya, maka Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga di akhirat kelak, dan akan memberi mereka rahmat serta karunia yang luas. Sedang di dunia, mereka akan diberi petunjuk ke jalan yang lurus.
(Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada-Nya, maka Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat dan limpahan karunia-Nya dan membimbing mereka ke jalan yang lurus menuju kepada-Nya) yakni agama Islam.
يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ ٱللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِى ٱلْكَلَٰلَةِ ۚ إِنِ ٱمْرُؤٌا۟ هَلَكَ لَيْسَ لَهُۥ وَلَدٌۭ وَلَهُۥٓ أُخْتٌۭ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ ۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ إِن لَّمْ يَكُن لَّهَا وَلَدٌۭ ۚ فَإِن كَانَتَا ٱثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا ٱلثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ ۚ وَإِن كَانُوٓا۟ إِخْوَةًۭ رِّجَالًۭا وَنِسَآءًۭ فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ ٱلْأُنثَيَيْنِ ۗ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمْ أَن تَضِلُّوا۟ ۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌۢ ﴿١٧٦﴾
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: \"Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Wahai Rasulullah, mereka bertanya kepadamu mengenai warisan orang yang wafat tanpa mempunyai anak dan ayah. Ketentuan Allah dalam hal ini adalah sebagai berikut. Jika orang yang wafat itu meninggalkan saudara perempuan, maka ia memperoleh setengah bagian dari harta waris. Jika ia meninggalkan saudara laki-laki, maka ia akan memperoleh semua harta waris. Jika ia mempunyai dua saudara perempuan, maka keduanya mendapat dua pertiga dari harta waris. (1) Dan jika ahli waris itu terdiri atas saudara-saudara laki dan perempuan, maka bagian laki-laki dua kali lebih banyak dari bagian perempuan. Allah menjelaskan hukum ini semua, supaya kamu tidak sesat dalam membagi warisan masing- masing ahli waris. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala amal perbuatanmu, dan Dia yang akan memberi balasan kepadamu sesuai dengan amal perbuatan yang kamu lakukan. (1) Hadis Rasulullah saw. menyebutkan juga saudara perempuan yang berjumlah lebih dari dua orang, di samping ketentuan ayat yang menyebutkan bahwa anak perempuan lebih dari dua orang memperoleh dua pertiga bagian. Ketentuan ini tentu lebih berlaku lagi pada dua saudara perempuan, karena hubungan anak lebih dekat. Sedangkan undang-undang Eropa yang diambil dari undang-undang Romawi menetapkan bahwa saudara (laki-laki dan perempuan) dengan anaknya tidak mendapatkan harta waris. Lebih dari itu, undang-undang itu memberi kewenangan penuh kepada pemilik harta untuk tidak memberikan warisan kepada seluruh ahli warisnya. Hal itu kemudian dilarang oleh Islam, dengan hanya memberikan hak wasiat kepada pewaris pada sepertiga hartanya.
(Mereka meminta fatwa kepadamu) mengenai kalalah, yaitu jika seseorang meninggal dunia tanpa meninggalkan bapak dan anak (Katakanlah, \"Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah; jika seseorang) umru-un menjadi marfu' dengan fi'il yang menafsirkannya (celaka) maksudnya meninggal dunia (dan dia tidak mempunyai anak) dan tidak pula bapak yakni yang dimaksud dengan kalalah tadi (tetapi mempunyai seorang saudara perempuan) baik sekandung maupun sebapak (maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan dia) maksudnya saudaranya yang laki-laki (mewarisi saudaranya yang perempuan) pada seluruh harta peninggalannya (yakni jika ia tidak mempunyai anak). Sekiranya ia mempunyai seorang anak laki-laki, maka tidak satu pun diperolehnya, tetapi jika anaknya itu perempuan, maka saudaranya itu masih memperoleh kelebihan dari bagian anaknya. Dan sekiranya saudara laki-laki atau saudara perempuan itu seibu, maka bagiannya ialah seperenam sebagaimana telah diterangkan di awal surah. (Jika mereka itu) maksudnya saudara perempuan (dua orang) atau lebih, karena ayat ini turun mengenai Jabir; ia meninggal dunia dengan meninggalkan beberapa orang saudara perempuan (maka bagi keduanya dua pertiga dari harta peninggalan) saudara laki-laki mereka. (Dan jika mereka) yakni ahli waris itu terdiri dari (saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang laki-laki) di antara mereka (sebanyak bagian dua orang perempuan.\" Allah menerangkan kepadamu syariat-syariat agama-Nya (agar kamu) tidak (sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu) di antaranya tentang pembagian harta warisan. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Barra bahwa ia merupakan ayat yang terakhir diturunkan, maksudnya mengenai faraid.